Malam gerimis masih enggan berganti mendung saja. Gontai, kabut menutup buram dinding bangunan yang sudah puluhan tahun tanpa penghuni.
Letak bangunan ini tidak jauh dari pusat kota. Namun, menjadi baik jika alamat dirahasiakan agar tak dijadikan kepentingan sepihak.
RS Asia adalah singkatan dari Rumah Sakit Asih dan Anak. Sudah sekira 50 tahunan rumah sakit ini dibiarkan begitu saja. Dindingnya berwarna coklat kehitaman. Tidak ada coret moret, hanya banyak botol bekas serta dipagari alang-alang dan rumpun putri malu. Bahkan, untuk masuk ke dalamnya, kita mesti berhati-hati jika tak ingin bagian tubuh ada yang terluka karena duri atau reranting tajam.
Banyak pasien yang mati atau hilang di dalam sana. Berdasar keterangan keluarga salah satu korban yang mati di dalam rumah sakit, dia selalu bilang melihat kepala pocong di pintu ruangan.
Begini ceritanya; di malam sebelum pagi berkabung bagi keluarga Arianto (pasien yang melihat keangkeran), burung hantu berbunyi tanpa henti, angin pun seolah mengendap-endap. Mata Arianto yang kosong memandang ke luar jendela. Jendela itu tertutup gorden walau sedikit bercelah.
“Adik saya termasuk orang yang lemah berhadapan dengan sosok astral. Jika sehat maka dia pasti sakit,” kata Miniati, salah satu keluarga korban yang mati karena tumbal pemilik rumah sakit.
Menurutnya, sejak awal masuk rumah sakit itu, adiknya biasa saja. Namun Arianto berubah drastis ketika memasuki hari kedua dirawat disana. Dia kerap tertawa sendiri dan saat ditanya, jawabannya mengarahb penasaran dan ketakutan yang mendengar.
“Kami benar-benar tak habis pikir dan langsung merinding. Kata Ari, dia tertawa sebab sedang melihat anak kecil amat lucu yang menggodanya,” pungkas Miniati.
Mula-mula keluarga Arianto tidak menghiraukan. Mereka justru mengira Arianto hanya mengigau karena efek sakit. Jadilah Arianto kian diganggu sosok peliharaan yang memang berkeliaran di sana.
Suatu malam yang mengerikan pun memberi tanda sebelum gelap paling dahsyat. Suasananya gerimis dan anehnya bunyi tekukur entah dari mana seperti menyanyikan malam sedih di sekitar ruang Arianto. Semua orang yang ada di sana merinding sedangkan pandang Arianto mengarah ke luar jendela.
Sesekali juga mereka mendengar suara perempuan tertawa lalu menangis, meski tidak begitu jelas. Miniati sudah menduga ada yang tidak beres dalam ruangan yang ditempati itu. Terlebih, Arianto menangis ketakutan sembari menunjuk-nunjuk celah dari gorden jendela. Beberapa menit kemudian, mata Arianto memutih lalu tubuhnya mengejang. Dari situ Miniati merasa Arianto diganggu makhluk gaib.
Sebelum itu, meski tubuhnya lemah dan tak berdaya akan tetapi Arianto tidak pernah kejang apalagi matanya sampai memutih. Dia juga tak pernah mengigau. Baru malam yang dianggap keluarganya keramat itulah Anto seperti sangat ketakutan atau pun kesakitan.
Miniati tak mau adiknya terus-terusan terbaring di rumah sakit Asia. Dia ingin membawa pulang adiknya segera. Akan tetapi pada siang sebelum malam mencekam terjadi, tak satupun dokter spesialis datang. Akhirnya Arianto mesti lebih lama berbaring di dalam ruang horor.
Suara ayam yang biasanya tak gaduh pun terdengar kala pukul 10.00 malam. Beruntungnya, Miniati telah membawa orang yang mengerti kegaiban. Fokus orang itu bertasbih sembari memejamkan mata dan sesekali berbisik kepada Arianto.
“Sadeli namanya. Kang Sadeli mengatakan, kalau banyak sosok astral yang ingin membawa Arianto. Kami semua disuruhnya membaca yasin karena malam itu adalah yang ditunggu makhluk gaib,” tutur Miniati yang matanya mulai berkaca-kaca.
Pohon-pohon di luar pun seperti terdampak pertarungan antara Kang Sadeli dengan sosok astral peliharaan pemilik Rumah Sakit. Suara dan geraknya pohon-pohon di halaman belakang kamar Arianto seperti bergoyang dan bergemuruh saat hujan badai. Padahal Miniati melihat jelas tidak ada pohon yang bergerak di halaman lain RS Asia.
Kecuali Kang Sadeli, semua orang yang ada di kamar Arianto menangis melihat kejang dan mata Arianto yang seolah akan keluar. Yang lebih membuat keluarganya ketakutan ialah suara mengorok Arianto yang menandakan dia sedang antara hidup dan mati.
Sambil bertasbih, Kang Sadeli melempar beberapa butir garam ke arah langit-langit dan jendela. Suara geraman Gunderuwo menggetarkan ruangan. Seorang bayi yang sedang lelap di pelukan ibunya menangis ketakutan.
Setetes demi setetes darah keluar dari bibir Kang Sadeli. Dia menyerah lalu mengatakan, Arianto tak dapat diselematkan.
“Kalian mesti segera mengurus jasadnya agar hal buruk tidak terjadi, baik bagi yang masih hidup mau pun Roh almarhum,” begitulah cerita Miniati yang mengulang perkataan Kang Sadeli malam itu.
Keluarga Arianto sempat bertanya-tanya dengan Kang Sadeli tentang yang terjadi dalam ruangan itu. Akan tetapi Kang Sadeli enggan menceritakan di tempat yang sama. Dia baru membuka misteri ini setelah jasad Arianto telah dikuburkan.
Menurutnya, bukan hanya genderuwo dan anak kecil yang mengajak Arianto. Sosok pocong pun telah berdiri di depan pintu dan memerhatikan tiap gerak adik Miniati itu. Matanya yang hitam dan kemerahan menatap Arianto sejak pertama rebah di kasur pesakitan.
“Kang Sadeli bilang kepada kami, rumah sakit itu sengaja dibuat untuk melancarkan pesugihan pemiliknya,” kata Miniati.
Hampir semua sosok astral ada di sana. Kamar mayat adalah ruangan untuk memberi sesembahan kepada semua peliharaan. Setiap malam-malam tertentu, makhluk gaib selalu menggerayangi jasad-jasad tersebut untuk kemudian mengejawantahkan wujud mereka.
Lagi pula bukan hanya Anto yang menjadi korban. Pantau misteri berhasil menemukan keluarga dari satu orang pasien yang selamat dari malam-malam mencekam di ruang RS Asia. Namanya Karyono. Waktu itu dia menemani istrinya yang melahirkan di RS Asia.
Sejak awal, dia yang juga seorang indigo telah merasa aura buruk ketika menginjakkan kaki ke dalam pagar RS Asia. Akan tetapi tak mungkin berpikir, apalagi mengurungkan niat sebab sang istri telah meronta.
Saat dia berusaha berdoa dalam ruang kosong yang tujuannya untuk meminta keselamatan persalinan, terasa ditengkuknya napas panas sosok astral. Dia tersendak lalu menoleh ke belakang seraya tangan kanannya meraba-raba leher bagian belakangnya. Namun tidak terlihat siapa pun. Akan tetapi kekosongan itu tidak berlangsung lama karena ketika dia menoleh ke arah pintu, terlihat sosok perempuan berjubah putih panjang terbang keluar pintu menuju ruang istrinya.
Pareja adalah laki-laki yang sangat menyayangi istrinya. Dia lebih memilih dipecat dari kantor demi menemani sang istri melahirkan buah asmara mereka. Karena itu juga, dia tak berhenti berdoa di sepanjang perjalanan menuju ruang perawatan sang istri. Tapi langkahnya terhenti ketika berjarak 5 meter dari pintu ada sosok kuntilanak yang rambutnya selantai dan tingginya nyaris menyentuh langit-langit sedang berdiri menatapnya.
Kuntilanak itu mengetahui kekuatan yang ada dalam diri Pareja. Dia terlahir sebagai orang yang peka terhadap makhluk gaib dan dia juga mempunyai bakat untuk mengusir kengerian sosok astral. Kuntilanak berjubah putih, bermata merah dan rambutnya sangat berantakan itu berdiri menghadapnya. Tujuan sosok itu mengusir Pareja agar tidak melindungi kekasihnya.
Tentu saja sosok astral itu ingin bayi yang sedang digendong istri Pareja. Akan tetapi Pareja tetap tenang dan berjalan menembus sosok astral. Air yang masih menempel di beberapa bagian tubuhnya melenyapkan kuntilanak. Namun kepergiannya tidak senyap begitu saja, melainkan diiringi suara tawa cekikikan yang menakutkan beberapa penghuni RS Asia, termasuk beberapa suster yang berjaga.
Pareja hanya menceritakan hal itu. Alasannya daya ingat yang terbatas sebab kejadian yang dialaminya ini sudah berlalu berpuluh tahun lamanya dan banyak juga yang telah diurus.
Akan tetapi dia sempat mengatakan, ketika di dalam ruang perawatan, istrinya selalu gelisah dan menanyakan keselamatan sang bayi. Istrinya bermimpi ada banyak tuyul yang merangkak di bawah ranjang bayi mereka. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk segera meninggalkan RS Asia. Meski belum begitu sehat, tapi Pareja sudah membawa sang istri pulang dengan alasan lebih merawat kesehatan bayi dan istrinya di rumah mertua.
Belum puas dengan keterangan dua saksi yang pernah melihat dan merasakan kegaiban di sana, Pantau Misteri mendatangkan paranormal untuk mengetahui yang pernah ada di dalam gedung terbengkalai tersebut. Kami meyakini, ada suatu hasrat kekuasaan terhadap harta dan manusia dari pemilik tempat itu.
Lek Karmin menabur garam ke dalam sebotol air mineral. Dibasuhnya air campuran tersebut ke sekeliling pintu masuk RS Asia yang telah usang, kusam dan muram. Betapa Tim Pantau Misteri terkejut melihat gumpalan asap yang sekejap menghilang.
Lek Karmin mengatakan, meski pemilik tempat ini sudah mati akan tetapi sosok astralnya masih menetap. Itu karena tidak ada yang berkenan memelihara mereka sehingga tersesatlah sosok-sosok itu tanpa majikan dan makanan yang dianggap mewah.
“Kalian mesti berhati-hati, jangan biarkan pikiran mengembara jauh. Fokuskan pikiran kalian,” ujar Lek Karmin sesaat sebelum kami masuk ke dalam rumah Sakit.
Tiap dinding rumah sakit berwarna hitam dan beberapa terkena bercak lumpur yang mungkin disebabkan oleh hujan. Sawang-sawang dan sarang laba-laba serta kotoran hewan serta sampah berserak di seluruh lantai. Akan tetapi bukan itu yang menyeramkan.
Waktu sudah pukul sepuluh malam saat kami masuk ke dalam area rumah sakit. Suara gesekan seperti orang menyapu terdengar jelas. Tak hanya itu, derap langkah bersepatu pun juga terdengar. Namun yang paling menyeramkan adalah suara bisikan dan embusan napas ke tengkuk 4 orang Tim Pantau Misteri.
Salah satu ahli kamera kami sampai tak bisa berjalan ketika melewati ruang bayi tabung. Tak lama kemudian dia pingsan sehingga kami mesti menghentikan penelusuran alias penyisiran. Kami mesti mengurungi niat untuk menyisir seluruh ruang yang berada di lantai dua. Fokus penelusuran hanya dalam lantai 1.
Ujro, begitu dia biasa kami panggil, menjelaskan saat telah sadar dari pingsan. Dia melihat bayi melayang seolah menuntunnya memasuki ruang-ruang masalalu. Dalam rumah sakit itu, banyak orang yang menangis di depas jadad bayi atau ibu yang baru melahirkan.
Akan tetapi, di depan pintu ruangan tempat orang-orang menangis terlihat banyak sosok astral, begitu pun di dalamnya.
“Kalau saja itu kenyataan, udah gw muntahin semua isi perut ini,” tutur Ujro.
Sosok astral yang dilihatnya benar-benar menjijikan. Gunderuwo yang tingginya seatap, selalu meneteskan liur karena taringnya yang berwarna hitam kecoklatan begitu panjang nyaris menyentuh lantai. Lain dari itu, sosok tuyul yang kepalanya penuh benjolan selalu menjilat-jilat lantai. Lidah tuyul itu panjang dan selalu ngeglewer.
“Cukuplah, cukup. Pokoknya gua enggak mau ngelanjutin,” Ujro menghentikan ceritanya meski kami memaksanya untuk terus bercerita.
Kami langsung menanyakan klenik masalalu rumah sakit ini kepada Lek Karmin. Dialah orang yang mampu menerawang jauh ke belakang. Akan tetapi, dia terpental saat ingin berujar.
Entah karena tubuhnya yang terpental kencang menumbur dinding atau sebab dahsyatnya power gaib. Darah segar mengucur dari mulut, hidung dan telinga Lek Karmin.
Kami semua berlari membopongnya keluar melewati sampah dan tanah. Lek Karmin tak sanggup berkata-kata. Perkataannya tergagap sebagaimana orang yang napasnya teramat sesak.
Kami turut berbelasungkawa atas kematian Lek Karmin. Akan tetapi bukan berarti penelusuran ini berhenti. Kami terus mencari narasumber yang berkompeten untuk menceritakan asal-usul rumah sakit ini. Dan bertemulah kami dengan sekretaris Direktur Rumah Sakit Asia.
Namanya Tania. Saat kami menemui, dia sudah berusia 60 tahun. Namun dia masih sehat, hanya kulitnya sudah mengeriput dan jalannya agak bungkuk.
Sudah sejak 25 tahun, ia bekerja di sana. Namun, dekat dengan Direktur rumah sakit yang merupakan anak dari pemilik bangunan tua itu baru ketika usianya 35 tahun, tepat saat dia menyelesaikan S2 dan diangkat sebagai sekretaris Rumah Sakit Asia.
Tania sudah tidak kerasan menyimpan cerita mistik yang ia lihat dan ketahui secara pasti. Dia sering melihat Sang Direktur bertengkar dengan sang ayah yang merupakan pemilik rumah sakit itu.
Pertengkaran di antara mereka adalah perihal bapak yang mengharuskan sang anak untuk menjadi penerusnya memelihara sosok astral demi kekayaan keluarga sedangkan sang anak enggan mengetahui apa lagi sampai harus terjerumus dalam klenik.
Perseteruan ini selalu terjadi setiap sang ayah masuk ke ruang Direktur. Tania yang bekerja di sebelah ruangan mereka dan hanya disekat pintu kaca pun selalu mendengar.
Direktur rumah sakit selalu menolak permintaan ayah. Namun sang ayah naik pitam hingga nyaris menamparnya. Kalau saja jantungnya tak berhenti maka tangan berbulu hitam sudah menyakiti pipi lelaki yang saat ini keberadaannya entah di mana.
Entah karena merasa muak dengan kelakuan sang ayah atau karena merasa tak ada yang dipercaya, sang anak justru meninggalkan ayahnya yang tersungkur di atas karpet alas lantai ruangan direktur. Sampai ayah dinyatakan meninggal dan rumah sakit dinyatakan bangkrut serta karyawan kehilangan pekerjaan, dia belum juga kembali.
”Setelah kematiannya, Direktur kami tak pernah kembali. Ada yang ngomong, dia pergi ke luar negeri. Ada pula yang mengatakan, dia bunuh diri,” pungkas Tania.
Rumah sakit ini masih beroperasi ketika awal kepergian Direktur dan kematian ayahnya. Namun ketika itu juga Tania dan pegawai yang lain merasakan gangguan gaib yang begitu kuat.
Tania sampai takut untuk ke kamar mandi jika hanya sendiri, apalagi ketika bekerja sampai malam. Dia pernah dikagetkan sesosok pocong bermata merah yang seolah mematung di belakang ketika dia sedang becermin di kamar mandi. Yang dia mampu hanya menutup mulut dan mata. Akan tetapi pocong belum pergi, justru menggeram dan seolah berbisik di telinganya.
Jelas Tania pingsan namun sungguh disayangkan karena dia kebangun justru pada dini hari. Kendati kepalanya masih pusing, akan tetapi dia buru-buru terbangun. Walau jalannya sempoyongan dan masih meraba dinding, namun dia tetap keluar ruangan.
Memang di sana masih ada pasien dan perawat. Tapi itu dini hari yang pasti suasananya sangat sepi dan tampak jelas pohon-pohon rindang dari selah jendela dan jeruji tak berkaca celah dinding.
Tania yang terus berjalan menuju ruangnya dan ingin segera membereskan semua barang-barangnya untuk segera pulang, justru mendengar cekikik kuntilanak. Sampai-sampai dia terus mencari ponselnya yang padahal tergeletak di atas meja kerjanya.
Baru saja dia menggenggam ponsel akan tetapi pintu ruang kerjanya tertutup terbanting hingga suster jaga mendengar dan langsung berlari ke ruangan Tania. Seorang suster kaget karena mengetahui sekretaris Rumah Sakit Asia belum juga pulang sedangkan subuh nyaris berkumandang. Tania yang merasa didekati malaikat penolong pun langsung berlari untuk kemudian memeluk suster tersebut.
Tania yang menangis seraya memeluk suster jaga langsung menceritakan semua ketakutan yang dialami. Sekilas sang suster terkaget ketika pertama mendengar cerita Tania. Seraya mengelus rambut seniornya itu lalu menuntunnya duduk, sang suster pun menceritakan kisah seramnya juga.
Nama suster ini Mariana. Dia gadis 25 tahun. Bagaimana bentuk wajah, orang tua hingga pacarnya bukanlah hal penting untuk diceritakan pada kisah ini. Terpenting adalah dia yang melihat perempuan berambut berantakan yang matanya sangat merah melotot kepadanya sedang tergantung seolah orang bunuh diri di atas plafon salah satu ruang bersalin.
Ketika itu Mariana sedang piket malam dalam suasana berhujan dan sepi. Jam di lengannya menunjukkan dini hari segera pergi. Akan tetapi air seni seperti menendang-meninju kantung kemihnya. Pergilah dirinya ke toilet untuk segera membuang kotoran berwujud air.
Saat dia ingin keluar dari kamar mandi, lampu seluruh ruang itu berkedip-kedip dan suara-suara misterius yang tak ia mengerti terus terdengar seolah suaranya berasa di segala penjuru ruang. Plung, suara sesuatu jatuh ke dalam baskom dan seketika itu pula seluruh lampu ruangan mati.
Mariana meraba-raba rambut hitamnya yang terikat. Dia merasakan ada selingkar kecil tersentuh jarinya. Kok amis, katanya. Tapi dia hanya melihat dua selingkar hitam yang tepat di atas kepalanya saat seluruh lampu toilet mati. Tidak berselang lama dan masih dalam keadaan heran, lampu-lampu kembali berkedip. Mula-mula penglihatannya belum jelas karena yang dipandang masih sebatas dua bola berwarna merah serta rentetan warna hitam yang menyerupai sapu ijuk.
Mariana sungguh menyesal karena tidak segera meninggalkan toilet ketika penglihatannya masih samar. Karena rasa penasaran yang begitu dalam maka dia melihat sosok kuntilanak yang seolah gantung diri. Lidahnya yang panjang ternyata nyaris menyentuh punggungnya ketika ia menoleh ke belakang. Sungguh-sungguh dia juga bergidik ngeri karena mata melotot nyaris keluar yang pinggirannya berwarna merah itu fokus memandangnya. Lain dari itu, dari celah-celah rambutnya keluar rembesan darah yang amis lalu mengalir hingga ke kaki dan menetes tepat di hadapannya dan ujung kakinya.
“Saya langsung berlari meninggalkan Rumah Sakit. Karena hal itu juga saya dimarahi rekan kerja dan Kepala Divisi, bahkan menerima surat peringatan,” pengakuan Tania menceritakan kejadian seram yang menimpa Mariana.
Tania sendiri tidak mengetahui tentang pesugihan apa yang dilakoni pemilik Rumah Sakit Asia. Yang jelas, selama dia bekerja di sana sudah ribuan orang melahirkan di sini. Akan tetapi kurang lebih ada 500 bayi meninggal karena dirawat di sana, sedangkan ibu yang mati karena melahirkan di sana juga ada 500 orang.
Tania dan Mariana tidak banyak bertanya antara mereka masing-masing tentang kengerian di tempatnya. Mereka hanya saling menatap dan memeluk atas kengerian yang terjadi. Sama seperti kami yang mendengar klenik rumah sakit penuh misteri.
2022