Bandar Lampung – Terik matahari seperti tak menyurutkan Rani (8 tahun), Via (9 tahun) dan Kia (8 tahun) untuk bermain taplak. Peluh yang menghiasi wajah ketiganya, seperti tak mampu menghentikan keriangan mereka.
Di ruas jalan sepanjang hampir 100 meter yang langsung menghubungkan tepian pantai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan di rumah apung itu, kini lebih semarak dan jauh lebih ‘hidup’ dan terasa kehidupannya dibanding sebelumnya.
Geliat aktivitas warga dan keceriaan anak-anak yang tinggal di Jalan Teluk Bone 1, RT 07/RW 02 Kelurahan Kotakarang, Telukbetung Timur, Bandar Lampung itu memang jauh lebih ‘bernyawa’ kini.
“Dulu sebelum di paving, saya suka khawatir kalau anak-anak main di jalan ini. Karena selain sempit, kotor, posisinya juga sedikit tinggi jadi anak-anak rawan jatuh ke pantai. Apalagi permukaan jalannya tak rata,” tutur Andi warga sekitar.
Jalan itu memang digunakan warga sekitar khususnya yang tinggal di perumahan apung sebagai jalan menuju ke dermaga yang serba seadanya,”ada jalan ini aja sudah syukur, karena jadi akses kami untuk ke rumah atau ke darat,” ujar Andi lagi.
Warga yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dan pembuat ikan asin ini memang seolah dibuat tak berdaya dengan keadaan jalan ini meskipun sudah ada kesepakatan antar 20 kepala keluarga untuk menggalang dana melalui iuran untuk menimbun jalan ini agar lebih layak.
Tapi, seiring berjalannya waktu, dan tingginya aktivitas lalu lalang warga di ruas jalan selebar kurang dari 2 meter itu membuat keadaan jalan kian hari kian tak terawat.
Terlebih ketika pandemi Covid-19 merebak yang membuat sendi-sendi perekonomian terdampak, termasuk para nelayan yang tinggal di Jalan Teluk Bone 1 ini.
“Jangankan buat iuran, buat kebutuhan sehari-hari saja kadang susah,” ujar salah satu warga.
Hingga akhirnya kondisi jalan kian tak terawat. Terlebih di malam hari, warga yang melintas di jalan ini memang harus ekstra hati-hati, selain karena penerangan jalan yang minim, kontur jalan yang berupa perpaduan urukan tanah dan limbah bekas membuat permukaan jalan menjadi tidak rata dan agak susah untuk dilalui.
Beberapa warga yang memiliki sepeda motor bahkan terpaksa harus menuntun motornya hingga sampai ke rumah, hanya untuk menghindari kemungkinan terjatuh.
“Kalau hujan, jalan itu rawan sekali. Karena air hujan kerap menggenangi jalan jadi licin dan menutupi permukaan jalan sehingga berbahaya untuk anak-anak, apalagi sepeda motor,” terang warga lainnya.
Kondisi ini bahkan sudah berlangsung selama bertahun-tahun, ketidakberdayaan warga ini semakin lengkap menyusul kian terpuruknya perekonomian akibat pandemi kian melengkapi keadaan jalan tersebut.
Tak hanya itu saja, di satu titik ruas yang khusus menyambungkan antara jalan tanah urugan dan jembatan kayu yang menghubungkan permukiman sekitar 20 warga, yang tinggal di rumah-rumah apung sederhana itu juga sangat beresiko karena kontur permukaannya sedikit dalam.
“Saya suka deg-degan kalau ada anak-anak bermain di jalanan itu, takut jatuh ke pantai, apalagi di pantai banyak sampah. Tapi, kalau dilarang bermain disitu, anak-anak mau main dimana lagi,” ujar Tia warga sekitar.
Keadaan itu semakin melengkapi kesan kumuh di kampung tersebut, jalan yang tak layak serta sampah dimana-mana.
Secercah Harapan Melalui Gereget Gerakan Gesit #BangkitSamaSama

Sampai akhirnya, secercah harapan itu datang justru disaat warga sekitar sudah mulai pasrah terhadap keadaan. Terlebih lagi, pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada kehidupan ekonomi warga tapi juga memaksa warga untuk meminimalisir setiap aktivitas di luar rumah.
Gereget, Gerakan Gesit Bangun Negeri melalui program Bangkit Sama-sama yang digagas oleh para relawan milenial E-Troopers yang berada dibawah naungan Yayasan Erick Thohir menggugah masyarakat untuk bersama, bergotong-royong membangun sepotong jalan yang menjadi urat nadi kehidupan sekaligus akses utama bagi setidaknya 20 kepala keluarga yang tinggal di rumah apung perkampungan nelayan tersebut.
Ruas jalan darurat yang bertahun-tahun terbengkalai dan hanya diperbaiki seadanya itu kemudian bersalin rupa menjadi ruas jalan yang jauh lebih layak sekaligus aman untuk dilintasi oleh siapapun termasuk menjadi sarana hiburan bagi anak-anak yang tinggal di kampung setempat.
“Kalau inget lagi waktu bangun jalan ini gotong-royong, seperti mau nangis rasanya. Nggak percaya, seperti mimpi, ada yang mau membantu kami bersama-sama mengubahnya menjadi jalan paving yang lebih layak, setidaknya ada perhatian buat kami yang hanya bisa tinggal di rumah-rumah apung. Alhamdulillah,” kenang Rahmi dengan mata berkaca-kaca.
Warga bersama relawan E-Troopers bahu membahu membangun akses jalan, memperbaiki pondasi di kedua sisi agar lebih kuat, menambal sekaligus meratakan jalan untuk kemudian dipasang dengan paving blok yang lebih layak hingga mengecat dengan beragam warna sehingga terlihat lebih semarak.
Anak-anak terlihat bergembira, menghiasi permukaan paving blok dengan berbagai warna dan gambar yang sesuai dengan imajinasi mereka dengan antusias.
Inisiasi itu juga seolah membangkitkan kembali semangat optimisme warga yang tinggal di rumah-rumah apung itu untuk lebih menatap masa depan secara pasti, seperti sepotong ruas jalan kampung yang kini terasa lebih semarak.
Ruas jalan yang lebih layak itu juga kini, terasa seperti memiliki ‘nyawa’ bagi sendi-sendi kehidupan warga yang tinggal di rumah-rumah apung sederhana itu, terlebih pada anak-anak setempat.
“Sejak diperbaiki, motor tukang sayur masuk sampai ujung jalan sana. Pembeli ikan asin juga sekarang masuk ke komplek rumah apung disana untuk membeli ikan asin buatan warga. Karena ikan asin disana sudah dikenal enak hasil olahannya,” ujar Yamin warga Jalan Teluk Bone lainnya.
Hampir setiap sore, anak-anak memanfaatkan jalan itu untuk bermain dengan penuh keceriaan tanpa harus khawatir terjatuh dengan jalan yang kian lapang dan jembar itu. Keadaan itu pula yang secara otomatis menimbulkan kesadaran warga untuk menjaga lingkungan jadi lebih layak huni dan lebih bersih dari sampah.
“Sekarang tiap mau melaut, saya pasti lewat jalan itu, rasanya gagah sekali kalau sudah lewat di jalan itu,” ujar Anto warga setempat.
Gerakan Sosial Kemasyarakatan
Seperti diketahui, Gereget menjadi sebuah gerakan sosial masyarakat baru yang digagas oleh kaum milenial yang peduli terhadap kondisi masyarakat untuk bangkit bersama melalui programnya #BangkitSamaSama untuk menyadarkan warga sekaligus melakukan pemulihan dari berbagai sisi kehidupan masyarakat seperti; sosial, ekonomi maupun olahraga serta aktivitas lainnya yang terhenti akibat pandemi Covid-19.
Bentuk kegiatannya pun beragam, namun pada intinya mengajak sekaligus menggugah warga untuk kembali bangkit bersama-sama dengan bergotong-royong sebagai ciri khas utama masyarakat Indonesia yang harus tetap ada dan dilestarikan sebagai bagian dari persatuan bangsa yang dimulai dari satuan lingkungan masyakarat terkecil seperti di perkampungan rumah apung ini. (Meza Swastika)