Seorang pengguna sabu-sabu membuat delapan kepala rumah tangga menangis. Orang yang telah digunduli polisi tersebut membakar rumahnya sendiri. Dia tidak sempat memikirkan yang bisa dilakukan api pada rumah-rumah berdempet-dempet.
“Bu. Minta lima ratus ribu! Aku kena tilang polisi! Motorku di kantor masih di sana! Untuk membawa kembali harus mengeluarkan uang tebusan!” Ujar si goblok kepada ibunya yang masih menggoreng tahu dan bakwan sebagai dagangan.
“Duit dari mana, nak. Dagangan ibu belum ada yang laku. Kan kamu lihat sendiri belum ada yang bisa dijual. Semua gorengan belum jadi,” ujar sang ibu.
Si anak yang menyembunyikan motornya di rumah pengedar sabu-sabu tersebut tak mau tahu. Dia kekurangan dosis. Dia masuk ke kamar ibunya. Mencari-cari emas atau uang di lemari jati. Tapi, meski pakaian sudah acak kadut, dia tidak menemukan apapun.
Dipotongnya selang gas yang terletak di ruang makan rumah itu. Kesal akibat kekurangan dosis telah mengutak-atik pikirannya. Dinyalakannya korek api.
Dia sempat mental. Tapi, entah Tuhan ingin mengutuknya di dalam penjara maka dia tak sekali pun terluka. Ketika dapurnya terbakar, dia masih bisa berlari bahkan bersembunyi.
Delapan kepala rumah tangga tidak menerima. Tangis berbisik ke telinga mereka, anak itu mesti menerima akibat dari perbuatan yang menurut jernih adalah kotor. Kompak, butir-butir air mata berbisik kepada delapan lelaki yang sedang meratapi keluarganya.
Polisi menemukan bocah itu bersama motornya di sebuah gubuk bekas tambang pasir. Di sana, dia seperti orang yang tak tahu mau ke mana. Wajahnya serupa ilalang kering yang akarnya masih di dalam tanah.
2021