Innalillahi wainna ilaihi rojiun..
Telah berpulang ke ramatullah dengan tenang
Ibunda/Bude/Ibu Mertua/Buyut yang tercinta Prof. Dr. Toeti Heraty Noerhadi binti R. Roosseno pada usia 87 tahun di RS MMC Jakarta pada hari Minggu, 13 Juni 2021, pukul 05.10 pagi karena sakit.
Almarhumah akan disemayamkan di rumah duka: Jl. Cemara no.6, Menteng, Jakarta Pusat.
Insya Allah dimakamkan bada’ dzuhur di TPU Karet Bivak.
Mohon doa dan dibukakan pintu maaf untuk almarhumah.
Wassalamu’alaikum WrWb
Kami yang berduka:
Cita-Adi Yoga
Inda-Nursyah Pulungan
Migni-Syaiful Zein
Cyril-Nia Noerhadi
Cucu2 & Cicit2
Kabar duka datang pagi ini. Guru besar Fakultas Budaya Universitas Indonesia, Prof. Dr. Toeti Herati wafat.
Berikut tulisan Arief Joko Wicaksono di dinding Facebook (FB)nya. Selamat membaca. (Red)
Membaca Puisi Toeti Herati
Oleh Arief Joko Wicaksono/sastrawan cum wartawan
SECUPLIK In Memoriam
Membaca Puisi TOETI HERATI (Bandung, 27 November 1933-Jakarta 13 Juni 2021 -akan dimakamkan di Karet Bivak) Bertajuk: SEMACAM PERPISAHAN:
Di antara pohon dan semak-semak
diiringi bunyi ranting terinjak
kau tuntun aku ke jembatan rapuh:
“sengaja tempat sepi ini ingin
kuperlihatkan kepadamu”
tadinya ragu menyeberang, aku
tabah melangkah kemudian, memang —
ini semacam perpisahan.
memang, semacam perpisahan tapi
ternyata kau bersenandung ringan:
telah kau terimalah sepenuhnya
tanpa tawar menawar takdir ini
karena terlalu percaya pada karma?
di bawah bentang langit, ladang kiri, ladang kanan
di jalan sepi daerah pertanian, anjing menyalak
dari jauh, terganggu deru kendaraan lewat
kita termangu tegak, sebelum berbalik arah
memang selalu cemas terlalu jauh melangkah
bukit-bukit, sungai, alam yang hangat
dalam rengkuhan yang paling akrab
kau mengeluh: “ah, jangan bergerak”
kau sentuh ringan dengan kembang
dengan tangkai pipamu dalam-dalam
(bibirmu adalah bibirku)
semacam rangkaian mantra:
bingkai perpisahan menjadikan segala
sesuatu yang terakhir selalu
keluh dan teluh:
supaya saat-saat yang tidak dapat tempat
dalam usia rapuh, dalam hidup tersendat
melumat — dalam keabadianMu.
Sebuah puisi yang ditulis Doktor Toeti Heraty, setelah tak menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di awal 1985. Puisi lama tapi seperti 'isyarat' Semacam Perpisahan", akan hidupnya, kini: kematiannya.
Sebagai penyair, dia mulai menulis puisi di tahun 1967, dengan dimuat di Majalah Sastra Horison. Tatkala itu, wanita yang menyair dan menembus media sastra masih amat langka, bisa dihitung dengan jari. Karena itu, penyair dan eseis Subagio Sastrowardoyo membuat ulasan akan kehadiran Toeti di kancah sastra, perpuisian. Ulasan Subagio menjadi secacam vibrasi di jagat kepenyairan.
Penyair Rendra yang saat itu masih berdomisili di Yogya, 1967, dalam suatu kesempatan mengunjungi Toeti secara spesial di domisili Toeti di Menteng, Jakarta-Pusat. Dari pertemuan dengan si Burung Merak --Rendra, Toeti Heraty mengaku, dalam proses kreatif "Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang" kian terpacu dan percaya diri.
Sejumlah puisi yang ada di Horison ditambah karya lainnya di Budaya Jaya, diterbitkan dalam buku "33 Sajak" (1973), kemudian disusul dengan buku "Mimpi dan Pretensi"(Balai Pustaka, 1982) Saat buku ini terbit, sejumlah penyair di penjuru Tanah Air, yang umumnya juga menulis esai, banyak mengulas buku Toeti di sejumlah rubrik seni budaya si koran daerah maupun yang di Jakarta, Sinar Harapan, Pelita, Kompas juga Horison.
Penyair yang doktor filsafat Universitas Indonesia, juga menerbitkan "Aku dalam Budaya" (1984) serta aktif menjadi editor khusus bungarampai wanita penyair Indonesia, dalam dua bahasa, Indonesia Inggris. Di antaranya "Seserpih Pinang Sepucuk Sirih" (1979) serta yang terbaru bersama Indonesianis sastra Harry Aveling menghadirkan "Rainbow 18 Indonesia Women Poets" (Cemara, 2008).
Para penyair yang masuk "Rainbow..." antara lain, Isma Sawitri, Poppy Donggo-Hutagalung, Rayani Sriwidodo,, Toety Heraty dan generasi penyair yang mulai berkiprah sejak era 1980-an-1990-an, Abidah El Khalieqi (yogya), Anil Hukma (Makassar), Cok Sawitri (Bali), Dorothea Rosa Herliany (Magelang), Medy Loekito (Jakarta), Nenden Lilis A (Bandung), Oka Rusmini (Bali), Rieke Diah Pitaloka (Depok), Sirikit Syah (Surabaya), hingga generasi awal 2000-an, yang puisinya banyak dimuat di Kompas, Republika, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Media Indonesia, yakni Dina Octaviani, Shinta Febriany, Shantined, Putu Vivi Lestari.
Selanjutnya....? (Ooh, karena buru-buru ada tugas mencangkul di kebun DurenBaru, saya akhiri sampai di sini. SEKIAN)
SEMOGA BU TOETI HERATY DAMAI DI ALAM SANA.