Oleh Isbedy Stiawan ZS
LAGU “naik-naik ke puncak gunung/tinggi sekali” akan kembali trending.
Lagu yang kerap dipelesetkan setiap kenaikan barang kebutuhan sehari-hari orang banyak, yakni sembilan baham pokok (sembako), sebagai protes rakyat.
Sebentar lagi sembako akan naik seiring dikenakan PPN (pajak pertambahan nilai) yang kini sedang digodok revisinya.
Agaknya harga sembako bakal meroket turut dengan di-PPN-kan. Ini jelas otomatis. Ada pajak, harga berubah alias naik.
Pajak akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Semakin bertambahnya nilai pajak, kian menyesuaikan harga barang.
Menyesuaikan adalah diksi lembut dari kenaikan harga. Diksi sejenis ini sudah biasa didengar dalam kosakata bangsa +62.
PPN yang baru memang bukan saja terjadi pada sembako. Kesehatan dan pendidikan.
Persoalan yang dapat memberatkan beban rakyat, ialah jika harga sembako dinaikkan. Ini tidak terbantahkan; sejalan dengan berlakunnya PPN.
Apakah tatkala harga sembako naik, tak berdampak pada yang lain? Pikiran itu buang jauh-jauh. Sembako adalah sumber bagi hidup manusia. Manakala ia naik, otomatis transportasi juga naik. Ketika harga jual-beli naik, imbasnya pada semua yang menggunakan uang.
Seperti juga ketika gaji ASN naik. Barang-barang juga tak mau diam di tempat.
Apakah dengan sembako dipajak, harga pun naik, lalu para pedagang maupun petani diuntungkan?
Tidak. Yang laba itu pemerintah. Dari perolehan PPN dapat menambah/menutupi anggaran yang mungkin sedang merugi gara-gada pandemi covid 19.
Tetapi, apakah penarikan PPN bahkan pada sembako, akan menambah penghasilan negara dan dapat mengerem utang luar negeri?
Saya menyangsikan. Di tengah keprihatinan hidup rakyat oleh covid 19, masih sempat-sempat menteri dan pejabat korupsi. Diborgol KPK.
Pajak adalah kewajiban rakyat pada negara. Sebagaimana wajib seorang muslim mengeluarkan zakat. Tetapi ada yang membedakan kedua “kewajiban” ini, tentunya. Yang pertama karena kepatuhan, dan kedua sebab keimanan.
Lalu, persoalan pajak bagi sembako. Belum revisi UU selesai dan diberlakukan, banyak yang mulai protes dan mempertanyakan kebijakan tersebut.
Rezim yang kini berkuasa, seakan tak jauh dari soal pajak. Semua dipajak, tapi kita tak pernah tahu keuntungan apa dari membuka lebar-lebar tenaga asing khususnya dari Cina?
Malasah PPN bagi sembako, pendidikan, dan kesehatan, perlu diperdebatkan kemaslhatan dan kerugian di masyarakat.
Terlepas kelak benar-benar diberlakukan, siap-siap menghapal dan menyiapkan suara yang indah.
Untuk menyanyikan “naik-naik ke puncak gunung… tinggi harga tinggi sekali….”
Mari….