Dari potongan kain-kain yang sudah tak terpakai lagi, Heni Dwisari tak hanya berhasil mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai, tapi juga mampu memberdayakan kaum perempuan disekitarnya menjadi lebih produktif untuk bangkit bersama, melalui dukungan jasa pengiriman JNE yang berkualitas.
…
Bandar Lampung – Bersama dua orang perempuan yang sudah berusia lanjut, Heni Dwisari terlihat sibuk memilah tumpukan kain perca yang akan mereka gunakan. Sementara tak jauh dari tumpukan kain perca itu, tiga orang perempuan yang juga sudah berusia lanjut tengah serius menjalin kain-kain perca yang sudah membentuk pola itu menjadi sebuah boneka jari yang lucu.
Hari itu, Heni Dwisari (38) bersama lima ibu-ibu yang bekerja dengannya, tengah membuat 200 buah boneka jari yang dipesan oleh sebuah sekolah swasta yang ada di Jakarta. Selain itu, pesanan masker kain dari salah satu perusahaan swasta juga telah menanti.
Heni Dwisari tak pernah menyangka, usaha kerajinan kain perca yang ia rintis sejak tiga tahun lalu ini, tak hanya mampu menjadi penopang ekonomi keluarga, tapi juga mampu membantu perekonomian kaum perempuan di sekitar rumahnya, yang sebagian besar suaminya terdampak akibat pandemi Covid-19 tiga tahun lalu.
Industri rumahan berbahan kain perca yang ia beri nama ‘Hey Lilil’ ini pun, sebenarnya ia rintis secara tak sengaja, karena prihatin melihat tetangganya yang ada di Jalan Nusantara, Kelurahan Labuhan Ratu, Kedaton, Bandar Lampung, kehilangan pekerjaan karena di PHK akibat pandemi. Heni yang memiliki hobi membuat berbagai kerajinan berbahan kain ini kemudian tergerak untuk membantu.
“Awalnya merintis usaha ini, niatnya ingin membantu ibu-ibu yang suaminya di PHK karena Covid agar bisa mendapat penghasilan. Selain itu, saya juga prihatin, ketika pandemi terjadi, ada spekulan yang menimbun masker medis sehingga terjadi kelangkaan dan harganya yang lumayan mahal,” jelasnya.
Beranjak dari keadaan itulah, Heni kemudian mempelajari cara membuat masker berbahan kain yang ideal untuk melindungi mulut dan hidung, termasuk jenis kain yang layak untuk dibuat masker untuk semua kalangan.
“Saya juga sempat konsultasi dengan beberapa teman yang bekerja di bidang kesehatan, tentang standar masker kesehatan berbahan kain yang baik. Karena, saya ingin masker buatan saya tak hanya sekedar unik dan berbeda, tapi juga sudah layak dijadikan sebagai pelindung. Saya sempat membuat beberapa contoh untuk di uji dan memastikan masker yang saya buat, aman digunakan, termasuk untuk anak-anak”.
Heni memang selektif dalam hal kain yang digunakan untuk membuat masker. Ia tidak hanya sekedar mementingkan faktor desain dan motifnya saja tapi juga mengutamakan fungsi utama dari masker sebagai pelindung mulut dan hidung. Masker-masker buatannya terdiri dari tiga lapisan di dalamnya, sehingga bisa lebih maksimal melindungi, sekaligus bisa dicuci dan digunakan ulang.
Setelah memastikan standar kelayakan maskernya, Heni kemudian mengajak ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk mengumpulkan kain-kain yang sudah tidak terpakai lagi. Untuk memotivasi, Heni bahkan membeli tiap kain perca yang dikumpulkan oleh ibu-ibu setempat.
Upaya Heni untuk memberdayakan kaum perempuan di sekitar rumahnya itu mendapat respon positif, banyak ibu-ibu yang kemudian tertarik dan ikut belajar membuat kerajinan berbahan kain yang sudah tak terpakai lagi ini.
Mereka antusias dengan ajakan Heni untuk bersama-sama merintis usaha kerajinan berbahan kain perca, karena bisa membantu mereka memenuhi kebutuhan keluarga. Terlebih ketika pandemi terjadi, pemerintah juga membatasi aktivitas masyarakat, sehingga tak banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan.
“Semua kain yang sudah dikumpulkan itu, kemudian saya pilah kembali berdasarkan jenis bahannya. Kemudian, saya cuci sampai bersih. Setelah itu, saya melatih ibu-ibu tentang cara membuat masker maupun kerajinan lainnya, mulai dari pola hingga lapisan kainnya,” terang Heni.
Kegigihannya untuk merintis usaha kerajinan berbahan kain perca pun membuahkan hasil. Produk masker kain maupun kerajinan berbahan kain perca lainnya seperti boneka jari, bunga artifisial, dompet hingga tas kain buatannya mulai dikenal dan diminati oleh banyak orang tak hanya di Lampung tapi juga merambah ke berbagai daerah lain di Indonesia.
“Dulu pemasarannya masih antarteman saja, tapi lama-kelamaan pesanannya mulai datang dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung, Palembang hingga Bali. Umumnya pemesanan berasal dari marketplace dan media sosial. Mungkin karena desainnya yang unik dan harganya yang terjangkau, membuat banyak yang tertarik”.
Heni yang awalnya hanya mempekerjakan tiga orang ibu-ibu, kini bertambah menjadi lima orang, seiring dengan makin tingginya permintaan produk kerajinan berbahan kain perca bahkan setelah pandemi mereda, pesanan terus berdatangan.
”Alhamdulillah, usaha ini bisa terus memberikan manfaat buat banyak orang, khususnya bagi ibu-ibu yang suaminya harus dirumahkan ketika pandemi terjadi, dan sampai saat ini bahkan terus berkembang karena kami juga melatih ibu-ibu yang lain untuk belajar berkreasi dan memperoleh penghasilan,” ujar Heni yang berharap usaha kerajinan kain perca ini akan bisa lebih besar dengan memberdayakan banyak kaum perempuan tak hanya di sekitar rumahnya saja.
Kini bahkan, kebanyakan ibu-ibu yang menjadi pengrajin kain perca di tempat Heni, tak hanya menjadikan industri rumahan ini sebagai pekerjaan sampingan semata, tapi juga menjadi mata pencaharian utama untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.
Tak hanya itu saja, saat ini sejumlah kelompok pengajian juga menjadikan usaha rumahan yang dijalankan Heni ini sebagai tempat untuk belajar bersama membuat berbagai kerajinan. Beberapa kelompok pengajian ini juga, ada yang telah membuka industri rumahan sejenis dengan berbagai hasil kerajinan berbahan kain perca yang efektif memberi penghasilan tambahan buat mereka.
”Sekarang jangkauan pasar juga mulai terbuka lebar, bahkan sebagian besar pesanan seperti; masker, boneka dan bunga kain kebanyakan berasal dari luar Lampung,” terangnya lagi.
Pernah Ditipu
Perjalanan usaha kerajinan kain perca yang Heni jalani bukan tanpa hambatan. Ia pernah ditipu pembeli dari luar daerah yang memesan masker dalam jumlah banyak tapi tak dibayar.
Selain itu, ia juga pernah dikomplain oleh pembeli masker asal Bandung, ketika masker buatannya tak pernah sampai ke pemesan.
“Waktu itu, ada pembeli masker dari Bandung yang memesan 150 masker kain, tapi masker pesanannya tak kunjung sampai. Akhirnya, saya terpaksa membuatkan kembali masker pesanannya. Walaupun rugi, saya harus menjaga agar pembeli tetap mendapatkan pelayanan yang memuaskan,” kisah Heni lagi.
Tak hanya itu saja, pengalaman pahit lain yang pernah ia rasakan adalah ketika barang kerajinan buatannya rusak saat dalam proses pengiriman,”pernah juga kerajinan bunga berbahan kain buatan kami rusak saat dalam proses pengiriman, pembeli tak mau terima dan meminta uangnya dikembalikan. Kami sempat komplain ke jasa pengirimnya tapi tidak ditanggapi”.
Selektif Memilih Jasa Pengiriman
Sejak pernah punya pengalaman buruk itu, Heni lebih selektif memilih jasa pengiriman. Ia tak ingin mengecewakan pelanggannya apalagi banyak pekerja yang menggantungkan hidup dari industri rumahan yang ia kelola.
“Karena ini bukan cuma usaha saya sendiri. Ada ibu-ibu yang bekerja disini yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini. Jadi, kendala-kendala yang bisa mempengaruhi kelancaran usaha ini harus bisa diminimalisir agar tidak merugikan kami semua. Ini bukan sekedar mencari untung yang besar sebanyak-banyaknya, tapi lebih kepada ikhtiar untuk memberdayakan ibu-ibu yang ada di sekitar rumah saya agar bisa membantu perekonomian mereka yang terdampak pandemi”.
Memilih JNE sebagai Jasa Pengiriman yang Murah, Cepat dan Aman
Sampai kemudian, pilihan jasa pengirimannya jatuh pada JNE. Berdasarkan rekomendasi dari pelanggan kerajinannya yang tinggal di Jakarta.
“Waktu itu ada pelanggan yang merekomendasikan saya untuk menggunakan JNE saja. Awalnya, saya pikir semua jasa pengiriman sama saja, tapi setelah mencoba berulangkali menggunakan jasa JNE, saya merasakan betul manfaatnya. Paket yang saya kirim selalu sampai tepat waktu dan tidak pernah rusak lagi,” tutur Heni.
Heni merasakan kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh JNE. Banyak pula kemudahan yang ia peroleh ketika menggunakan jasa pengiriman ini.
Selain itu, harganya yang terjangkau juga membuat keuntungan yang diraih oleh industri kerajinan yang ia kelola bisa lebih maksimal. Pelayanan yang diberikan oleh JNE juga relatif cepat. Dan lagi, JNE memiliki banyak agen yang tersebar luas sehingga bisa dengan mudah dijangkau.
“Diawal-awal menggunakan jasa JNE, paket yang akan dikirim selalu saya antar ke agen JNE. Tapi sekarang, saya cukup menghubungi agen JNE terdekat, dan kurirnya langsung datang ke rumah untuk menjemput paket yang akan dikirim,” terang Heni.
Tak hanya itu saja, Heni merasakan juga layanan yang diberikan JNE sangat profesional. Ia banyak mendapatkan edukasi dari kurir JNE tentang cara mengemas paket agar lebih aman sampai di tempat tujuan.
“Kurir JNE kerap memberi edukasi ke kami tentang cara mengemas paket yang benar dan aman, sehingga ketika paket sampai di tujuan, barang yang ada di dalamnya tetap sama seperti ketika dikirim. Hal-hal seperti ini tak pernah saya dapatkan di jasa pengiriman lain selain JNE. Saya bersyukur, JNE bisa mengiringi usaha kerajinan kami hingga bisa menjadi seperti saat ini,” kata Heni lagi.
Heni mengaku puas dengan layanan yang diberikan oleh JNE selama ini, hampir tiga tahun ia memanfaatkan layanan JNE, dan selama itu pula ia tak pernah memiliki keluhan.
“Untuk industri kerajinan kecil seperti kami ini, kepuasan menjadi hal yang utama. Karenanya, jasa pengiriman seperti JNE ini sangat berperan penting dalam menopang kelangsungan UMKM seperti kami ini,” kata Heni lagi.
Kiprah 32 Tahun JNE
Tiga dekade sudah JNE berkiprah. Keberadaan perusahaan logistik ini mampu memberi warna untuk masyarakat Indonesia termasuk bagi para pelaku UMKM. Di usia #JNE32tahun ini, banyak inovasi yang dipersembahkan JNE untuk memberikan kemudahan bagi para pelanggannya untuk terus optimis dan bergerak maju.
Komitmen untuk berkontribusi secara nyata sesuai visi pendiri JNE, H.Soeprapto ketika mendirikan JNE, terus menjadi komitmen bersama bagi sebanyak 50 ribu karyawan JNE dan 8 ribu lebih jaringan JNE di seluruh Indonesia yang terus bertumbuh sampai dengan hari ini.
Komitmen ini pula yang menghantarkan JNE meraih ratusan penghargaan bergengsi yang semakin menguatkan posisi JNE sebagai jasa logistik paling inovatif dan terdepan sekaligus adaptif terhadap perkembangan zaman.
Memasuki usia yang sudah 32 tahun ini pula, perusahaan logistik yang memiliki jaringan terbesar dan terluas di Indonesia ini mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersama #JNEBangkitBersama menghadapi tantangan global dan terus memberikan yang terbaik untuk bangsa.
Sebagai perusahaan logistik terkemuka, JNE akan terus mengantarkan kebahagiaan hingga ke seluruh pelosok Indonesia, sesuai dengan tagline JNE #ConnectingHappiness, yang terus berusaha untuk memberikan manfaat yang luas bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek.
Presiden Direktur JNE, M. Feriadi Soeprapto juga berharap diusianya yang ke 32 tahun ini, JNE bisa terus maju dan adaptif dalam berkarya, berinovasi melalui beragam kolaborasi sebagai persembahan terbaik untuk bangsa.
“JNE hadir bertujuan untuk membawa dan memberi manfaat bagi seluruh stakeholder, pelanggan maupun mitra sekaligus berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian nasional untuk kejayaan bangsa,” kata M. Feriadi Soeprapto optimis. (Meza Swastika)