NASIONAL, PL– Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum. mengatakan bahwa masa pandemi menyebabkan aktivitas pertunjukan dan pameran menurun jumlahnya.
Hal itu dia sampaikan pada Seminar Nasional bertajuk “Seni dan Kehidupan Normal Baru”, Dies Natalis ISI Yogyakarta ke 37, Rabu (7/7) lalu.
Akan tetapi, lanjut Rektor ISi, seni terus berusaha menemukan jalannya untuk tetap melakukan aktivitas berkesenian sehingga memanfaatkan produk teknologi dan media sosial untuk menyelenggarakan pameran dan pementasan secara virtual.
Panitia Dies Natalis ke-37 ISI Yogyakarta menyelenggarakan seminar ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memeriahkan Dies Natalis ke-37 ISI Yogyakarta dengan teman “Kebangkitan Seni di Era New Normal”, dilaksanakan secara daring, yakni zoom meeting dan live streaming melalui kanal Youtube ISI Yogyakarta pada 7 Juli 2021, pukul 09.00 sampai dengan 12.00 WIB.
Seminar diikuti oleh seniman, dosen, mahasiswa pendidikan tinggi seni dan masyarakat dari seluruh Indonesia. Termasuk dari Kemenristekdikti RI, Kemensetneg RI, Kenparekraf RI, dan puluhan perguruan tinggi seni dan non-seni di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Terhitung sejumlah 500 orang hadir, termasuk dari Papua.
Seminar ini diselenggarakan sebagai respon dunia pendidikan tinggi seni terhadap masa pandemi yang belum juga berakhir. Apakah seniman dan lembaga pendidikan seni mampu menuju “normal baru”? Mampukah kita bersama-sama bersepakat tentang kehidupan “normal baru” tersebut? Serta seberapa besar seni dapat dipakai sebagai sarana menuju kehidupan pandemi dan “normal baru”? atau jangan-jangan sesungguhnya kita telah memasukinya secara alamiah? Itulah hal yang dibahas oleh sejumlah pemateri.
Selain Rektor ISI Yogyakarta, Prof. Dr. M. Agus Burhan, M.Hum, tiga narasumber diundang, yaitu Dr. Miroto (Staf Pengajar ISI Yogyakarta), Tommy F. Awuy (Filsuf) dan Garin Nugroho (Pengamat budaya/sineas) serta dipandu oleh moderator Dr. Mikke Susanto, MA (Staf Pengajar ISI Yogyakarta ).
Dr. Miroto melalui makalahnya mendeskripsikan tari virtual akan menjadi new normal di lingkungan akademi. Selanjutnya, Tommy F. Awuy menyampaikan bahwa aspek teknologi yang hadir di masyarakat dan teknologi sebagai pencapaian manusia yang sulit ditolak walaupun banyak yang menolak. Teknologi mengubah tatatan nilai masyarakat, peradaban dan mental masyarakat. Terakhir, Garin Nugroho mendeskripsikan berbagai aktivitas berkesenian yang dilakukan oleh berbagai komunitas hingga mancanegara dengan tetap patuh pada protokol kesehatan.
Melalui seminar ini diharapkan publik seni mampu memberikan jawaban atas normal baru. Lembaga pedidikan seni menjadi media pemberdayaan publik menghadapi normal baru yang lebih baik.
(PL 02 – PL 03)