PANTAU LAMPUNG— Meski masa jabatannya akan berakhir dalam dua bulan, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan aturan baru mengenai juru bicara presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2024.
Perpres ini mengatur bahwa juru bicara presiden berada di bawah naungan Kantor Komunikasi Kepresidenan dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, meski mereka juga dapat menerima penugasan langsung dari presiden. “Juru Bicara Presiden mempunyai tugas melaksanakan pemberian informasi, keterangan, dan pernyataan resmi Presiden mengenai isu-isu strategis kepada publik,” demikian bunyi pasal 18 dari perpres tersebut.
Aturan baru ini juga memberikan presiden kewenangan untuk menentukan jumlah juru bicara yang diperlukan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan termasuk dalam kategori juru bicara presiden, dan masa jabatan mereka mengikuti masa jabatan presiden. Juru bicara presiden dapat berasal dari berbagai kalangan, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non-PNS.
Pasal 32 dalam perpres tersebut menyatakan, “Kepala, Deputi, Juru Bicara Presiden, Staf Khusus, dan Tenaga Profesional dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil atau non-Pegawai Negeri Sipil.” Sementara itu, PNS yang diangkat menjadi Kepala, Deputi, Juru Bicara Presiden, Staf Khusus, dan Tenaga Profesional akan diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjabat sesuai ketentuan perundang-undangan.
Selama dua periode kepemimpinannya sejak 2014, Jokowi memiliki beberapa juru bicara presiden. Pada periode pertama, posisi ini dijabat oleh Johan Budi Sapto Pribowo, sedangkan pada periode kedua, Fadjroel Rachman menjabat sebelum akhirnya tidak melanjutkan hingga akhir masa jabatan. Saat ini, Jokowi tidak memiliki juru bicara presiden definitif, namun Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, sering berbicara di publik untuk menjawab isu-isu terkait presiden.