oleh

Isbedy Baca Puisi Hari Pahlawan di TVRI Lampung

BANDAR LAMPUNG, PL– Sastrawan Lampung, Isbedy Stiawan ZS membacakan puisi di Hari Pahlawan secara live TVRI Lampung, Rabu (10/11) malam.

Siaran langsung dari Hotel Seraton Lampung itu dihadiri Gubernur Lampung Arinal Junaedi, seniman dan mantan Bupati Lampung Tengah Andi Ahmad, Kepala Dinas Infokom Ganjar Jationo, Duta Kopi Lampung, dan undangan lain di antaranya Muhammad Shobir.

Isbedy yang membacakan puisi “Setiap Kali Menemui 10 November” tampil di dua terakhir penampilan keseluruhan 2 jam live TVRI Lampung memperingati Hari Pahlawan 2021 dan 59 Tahun TVRI.

Berikut puisi yang dibacakan penyair berjuluk Paus Sastra Lampung ini;

SETIAP KALI MENEMUI 10 NOVEMBER

setiap kali menemui 10 november
di halaman akhir kalender
setelah 10 purnama berlalu
wajahwajah yang mengekal
di benakku datang dan menyapa:
“apa kabar Indonesia, berita apa
hari ini tanah airku?” 

pertanyaan itu berulang, di tanggal
dan waktu yang sama: 10 november
biar pun kunikmati musim hujan 
basah tubuhku, mengalir dari mataku

“kaulah yang selalu mengingatkanku, 
di negeri yang pernah terjajah ini 
melahirkan orangorang berkorban;
tenaga, harta, waktu, pikiran, juga 
jiwa. melayang untuk sesuatu 
bernama masa depan,” kataku, biarpun
suara itu lirih dan malu

ya, aku malu! kau selalu lebih dulu 
datang dan menyapaku. padahal, 
ya semestinya, aku yang mengucap 
salam dan berterima kasih. seperti 
kukatakan pada ibuku, yang juga 
pahlawan bagi anakanaknya, orang 
pertama yang kusebut lalu ayah
kemudian, kau pahlawan bagi 
negeri ini. tanah air yang tak kurang air,
tanah subur sebab kayu pun bisa tumbuh 
pohon. tanah yang menyimpan kekayaan 
turun temurun bagi anak bangsa. kau berjuang
untuk semua ini, kau berkorban waktu dan 
raga untuk kami yang hidup kini

ya, aku malu! kenapa hanya saat november
kukenang dirimu. kusebutsebut namamu:
cut nyak dien, teuku umar, pattimura, 
sisingamangaraja, imam bonjol, 
imambonjol, radin inten, bung 
tomo, lalu lainnya yang tak mungkin aku lupakan
        karena juangmu maka penjajah pergi
        sebab adamu maka merdeka ini negeri
        jiwamu membumbung ke langit jauh 
        namamu terpatri di setiap lembar 
        perjalanan bangsa ini

ya, aku malu! semestinya namamu 
dan jasamu kutulis di tiap buku kerjaku 
bukan catatancatatan cara mencuri 
dari kekayaan punya negeri ini 

ya, kami hanya belajar di ruangruang 
tertutup cara menilap. memburu pelajaran
tentang angkaangka, memainkan
anggaran. dan sebagian kami bancakkan
    ya, kami menjadi peneliti di tanah mana
    tersimpan emas, batubara, timah, minyak 
    dan perempuan yang bisa menemani
                                      ketika negosiasi
    kami hanya selalu menunggu upeti

dan kau, telah kami lupakan. juga jasa juga 
jiwamu. yang melayang untuk sesuatu 
bernama masa depan. ya masa depan kami
    karena aku tak memikirkan masa datang 
    yang kelak hanya punya mereka lahir kemudian
    “aku berpikir untuk saat ini, bisa menumpuk 
    kekayaan. sambil bersabda: “pahlawan adalah 
    yang melaungkan merdeka dalam setiap hati,
    setia pada Pancasila, undang undang…” 

ah! ya, aku malu padamu. pahlawan yang mengekal
dalam diriku. tapi aku mengelak
mengikuti teladanmu

setiap kubuat rencana yang terbayang adalah harta
setiap kukatakan ini demi kemakmuran rakyat 
yang bergerak di hatiku berapa untukku 

bahkan, ketika bangsa ini didera pandemi 
selalu kupikirkan mencari laba sebagai rezeki

ya, aku malu! kini tak lahir lagi pahlawan 
sedangkan aku sangat merindukan 

2021