oleh

Anshori: Saya Bukan Timsel Akademi Lampung

Anshori Djausal mengatakan dirinya tak masuk timsel dan bukan juga pengurus DKL sebelumnya.

Ketua Akademi Lampung (AL) mengatakan itu ketika dimintai tanggapan terkait berita Pantau Lampung (Arief: Akademi Lampung Ilegal, Minggu, 13/6).

“Yang tahu runtutan peristiwanya bang Iwan (Iwan Nurdaya-Djafar, red.). Dari mulai pertemuan tim 13, lalu membentuk timsel. Arief malahan lebih tahu. Mungkin dia pengurus DKL dulunya atau ikut timsel,” kata Anshori melalui WA.

Anggota AL,Harry Jayaningrat, juga menyerahkan pada Iwan Nurdaya-Djafar yang diketahui adalah sekretaris Akademi Lampung.

“Maaf sekali kalau untuk membicarakan Akademi Lampung… saya hanya anggota lho. Dan yang sangat berkompeten ada ketuanya Bang Ansyori Jausal dan Bang Iwan Nurdaya Jafar,” kata mantan Ketua Harian DKL lewat WA.

Ia menyarankan Pantau Lampung berkomunikasi dengan beliau-beliau saja.

Dilanjutkan Harry, jelasnya AL itu produk legal. “Tapi jelasnua AL itu produk legal kok. Kan surah melalui proses yang panjang dan dikukuhlan oleh Gubernur. Yakinlah AL sah sera hukum. Salam kanten buat Arif ya? Kalau jumpa…. Dan hampir 5 tahun ga pernah ngopi lagi dengan saya,” kata dia.

Terpisah, Isbedy Stiawan ZS sepensapat dengan Arief Mulyadin.

“Terbentuknya AL tidak melalui musyawarah seniman. Padahal dalam AD/ART dikatakan keputusan tertinggi DKL ada pada musyawarah daerah (musda) seniman,” tegas Isbedy.

Karena AL tak sesuai AD/ART dan dibentuk tanpa musda, otomatis kepengurusan DKL periode 2020-2024 juga ilegal. Sebab, lanjut Paus Sastra Lampung itu, pemilihan anggota DKL oleh AL. Sedangkan AL dipilih oleh timsel.

Sebelumunya, Pantau Lampung menurunkan berita pernyataan Arief Mulyadin, bahwa pembentukan AL ilegal.

Pembentukan Akademi Lampung (AL) seharusnya melalui proses musyawarah DKL. Hal itu dikatakan Arief Mulyadin, mantan anggota Komite Senirupa DKL di Warung Bang Djadin, Minggu (13/6/2021).

Selain itu, menurut Arief, penetapan kepengurusan DKL juga mesti dilakukan musyawarah seniman.

“Jadi bukan melanggar AD/ART DKL, bentuk Akademi Lampung (AL) lalu menetapkan pengurus DKL,” tegas Arief.

Menurutnya, boleh ada Akademi Lampung, asalkan ada hasil rekomendasi dari musyawarah. Hasil rekomendasi dari musyawarah itu, kemudian ditindaklanjuti. Lalu, disebutkan bahwa akan dibentuk Akademi Lampung atau akan dibentuk hal-hal yang lain. Itu boleh. Tapi, mesti ditetapkan melalui musyawarah DKL, dan dimasukkan ke dalam AD ART” kata Areif Mulyadin di Warung Mie Ayam Bang Djadin, Minggu (13/6).

“Kalau kemudian Tim Seleksi mau menindaklanjuti, maka mesti mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga DKL. Sementara, saat ini, anggaran dasar itu belum diubah. Dan untuk mengubah anggaran dasar itu mesti melalui musyawarah luar biasa (muslub) atau kalau sudah habis masanya, adakan musyawarah DKL. Jadi, bukan serta merta membentuk Akademi Lampung. Itu sudah menabrak konstitusi,” lanjutnya.

Arif Mulyadin kembali menjelaskan ketika Pantau Lampung menanyakan perihal bagaimana kepengurusan DKL setelah dilaksanakan musyawarah. Dia mengatakan, hasil yang dirumuskan dari Musyawarah maka itulah yang kemudian dilanjutkan sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang baru.

“Kalau memang di situ nanti akan disebutkan bahwa kepengurusan akan dipilih atau sudah dibentuk Akademi Lampung maka tak masalah. Tapi, kalau hal itu belum ada, maka itu ilegal,” tutupnya.

(PL 03/PL 02)