Oleh Muhammad Alfariezie
Wihara Thai Hin Bio. Masyarakat Bandar Lampung sudah akrab mendengar nama tempat tersebut. Rumah ibadah ini terletak di Jalan Ikan Kakap Nomor 35, Telukbetung Selatan, kota Bandar Lampung. letak tempat ini sendiri memang berada di pemukian orang-orang Tionghoa Teluk Betung, Kota Bandar Lampung. Terlihat toko-toko yang berjejer di sekitar Vihara Thai Hin Bio. Kemungkinan besar, pemilik toko-toko itu masih keturunan Tionghoa.
Saat ini, pada 2021, usia Vihara Thai Hin Bio sudah mencapai 125 tahun. Masyarakat Lampung menganggap wihara ini yang paling tua di tanah SaI Bumi Ruwa Jurai.
Sekitar tahun 1850, seorang bernama Po Heng yang berasal dari Tiong Kok Hok Kian Hai Ting membawa Patung atau Rupang Kwan Im Phu Sha. Rupang yang dibwa Po Heng menarik perhatian masyarakat. Dari kejadian itu, ada keinginan untuk membangun tempat ibadah yang dapat digunakan bersama-sama.
Pada tahun yang sama, didirikanlah Cetya yang bernama Avaloktesvara atau yang dikenal Cetya Kwam Im Thong. Dulu, letaknya di daerah Gudang Agen (Pinggir Laut). Namun, bangunan tersebut tidak berdiri kokoh.
Tahun 1883, provinsi Lampung terkena bencana. Gunung Krakatau meletus. 3 hari 3 malam terjadi banjir yang cukup besar. Banjir besar menyebabkan Cetya Avaloktesvara mengalami kerusakan. Beruntung, saat itu, keluarga Po Heng yang tinggal di Cetya tersebut berhasil menyelamatkan rupang Kwam Im Phu Sha dan Siancai Liong Li. Dia pun membawanya ke tanjakan residen.
Berselang 13 tahun. Tepatnya pada 1896, Po Heng bersama beberapa masyarakat mengusulkan pembangunan Wihara baru. didirikan dan dinamakanlah sebagai Wihara Kwam Im Thong. Pemerintah setempat pun menamakan jalur di sekitar lokasi Wihara sebagai jalan Kelenteng.
Berselang beberapa waktu. Wihara Kwam Im Thong kedatangan Biksu Sek Te Thi dari Tiongkok Hok Kian Po Thian Lam San Shaolin Kong Hwa Tan Si. Umat Buddha kian ramai melaksanakan Puja Bhakti di sini.
Pada tahun 1963, Wihara Kwam Im Thong mesti direnovasi karena tidak mampu menampung umat yang kian ramai. Renovasinya selesai tahun 1967.
Setelah renovasi, Kwam Im Tong resmi berganti nama menjadi Vihara Thai Hin Bio. Artinya yang besar dan jaya. Sampai saat ini, pengelolaan Wihara Thai Hin Bio dilaksanakan dan diawasi langsung oleh yayasan Wihara Thai Hin Bio.
Tidak Hanya Menjadi Tempat Beribadah Umat Buddha
Selain sebagai sarana beribadah, Vihara Thai Hin Bio dikenal masyarakat Lampung sebagai tempat wisata religi. Semua orang boleh mengunjungi dan bertanya-tanya perihal apa saja yang ada di sini. Pengelola sudah menyiapkan petugas yang bersedia selalu untuk menemani wisatawan lokal mau pun manca negara.
Vihara ini selalu buka pada pukul 06.00 atau 08.00 hingga 16.00. Tidak ada tiket masuk untuk beribadah atau melihat-lihat keindahan yang ada di dalam tempat bersejarah dan tertua di Lampung ini. Namun, ada larangan khusus yang diberlakukan ke tiap pengunjung. Salah satu di antara larangannya, tidak boleh memegang simbol atau patung pangeran Siddharta hingga para dewa.
Di tempat ini, tak sekadar patung Buddha dan Dewi Kwan Im. Ada juga patung-patung dewa atau yang terkenal sebagai murid buddha. Menurut kepercayaan agama Buddha, Dewa adalah murid buddha yang telah mencapai tingkat arahat.
Ada tata cara dalam ibadah agama Buddha. Ada tahap-tahap atau urutan dalam beribadah. Urutan pertama dimulai puja Bhakti di altar Tuhan yang Maha Esa.
Simbol Keindahan Hidup di Alam Manusia
Cantik bunga dan terangnya lilin atau pelita yang berada di atas altar bukan sekadar hiasan atau pajangan belaka. Lilin menyimbolkan sinar yang menerangi. Cahaya dari lilin menjadi simbol penerang bagi batin manusia agar tidak gelap. Selain itu, filosofi menyalakan lilin bagi umat Buddha ketika melaksanakan Puja Bhakti adalah sebagai simbol penyerahan atau pengorbanan diri untuk menerangi lingkungan sekitar dari kegelapan batin.
Tidak ada ukuran pasti dan wajib dalam membakar lilin atau pelita. Besar dan kecil tidak menjadi soal bagi umat Buddha.
Sebagaimana lilin atau pelita. Di atas altar Puja Bhakti selalu terdapat bentuk dan terhirup wangi dupa. Wangi dupa yang mengisi seluruh ruang menyimbolkan bentuk penyerahan diri agar batin dan perilaku manusia seperti harumnya.
Kebiasaan umat Buddha dalam melaksanakan puja Bhakti, terlebih dulu menyalakan lilin. Setelah itu baru membakar lalu meletakkan dupa di tempatnya. Tempat untuk meletakkan dupa tidak ada aturan khusus. Semua jenis bahan bisa digunakan. Asalkan dari bahan yang tidak mudah terbakar.
Bunga yang cantik dan harum juga memiliki simbol. Bunga menyimbolkan ketidakkekalan atau ketidak abadian. Umat Buddha yang meletakkan bunga di altar, berarti menyerahkan diri agar pikiran dan ucapan serta tingkah laku seperti harumnya bunga meski pun pada suatu hari nanti akan melapuk.
Vihara Umat Buddha Berkaloborasi dengan Kebudayaan Sekitar
Vihara umat Buddha tidak menutup kemungkinan untuk berkaloborasi dengan budaya sekitar. Ajaran Buddha memang berasal dari India. Tapi, karena berkaloborasi dengan budaya Tiongkok maka masyarakat menyaksikan kecantikan lentera-lentera hampir di tiap Vihara. Termasuk di dalam Wihara Thai Hin Bio.
Percampuran budaya dalam ajaran Buddha, terutama di Vihara Thai Hin Bio, tidak pernah bersinggungan dengan individu hingga komunitas. Pengurus menyebut agama buddha di sini adalah agama Buddha Indonesia. Bukan agama Buddha yang ada di Indoneisa. Agama Buddha Indonesia mengembangkan kearifan lokal yang ada di negara ini. Vihara Thai Hin Bio sudah menggunakan menggunakan bahasa Indonesia dalam upacara keagamaan.
Umat Buddha yang berada di Lampung dan ingin beribadah ke Vihara Tertua di provinsi ini, bisa datang setiap hari kamis jam 7 malam. Vihara ini selalu beribadah berjamaah. Salah satu ibadah yang dilakukan ialah mengulang ajaran buddha menggunakan bahasa Indonesia, Mandarin dan Pali. Tapi, penggunaan tiga bahasa tidak setiap saat upacara keagamaan. Melainkan bergantian.
Pelita Penghapusan Kegelapan Batin
Masih banyak masyarakat yang belum memahami Puja Bhakti. Masih banyak masyarakat yang memohon permintaan. Buddha sendiri mengajarkan manusia untuk memahami diri sendiri sehingga dapat mengerti lingkungan sekitar dan berkontribusi bagi kehidupan.
Pelita adalah ajaran Buddha yang menyimbolkan penerangan sebagai penghapus ketidak tahuan atau kegelapan batin. Sedangkan air, lebih menyimbolkan kejernihan. Manusia mesti belajar seperti air. Mengalir dari atas lalu turun ke bawah sehingga tidak merasa sombong.
Buddha adalah manusia yang telah mencapai kesempurnaan. Semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi Buddha. Tapi, tentu saja tidak semudah melihat semua yang ada di vihara ini. Kebaikan Buddha di alam manusia terlebih dulu melalui rintangan-rintangan. Di dunia ini ada baik dan buruk. Berbeda dengan surga yang tidak sama sekali ada kejahatan.
Memandikan Rupang Pangeran Siddharta
Konon, ketika Pangeran Siddharta menginjakkan langkahnya yang ke tujuh, bunga-bunga teratai bermekaran. Untuk memperingati Pangeran Siddharta, Vihara ini membentuk simbol atau rupang Pangeran Siddharta ketika masih kecil. Selain itu, terdapat juga simbol air pemandian sebagai bentuk untuk memperingati Pangeran Siddharta ketika masih kecil. Letaknya di altar pada pertama masuk ke pintu vihara Thai Hin Bio.
Altar ini selalu digunakan di dalam bulan Waisaka. Pada bulan Waisaka terjadi tiga peristiwa penting. Pertama peristiwa Bodisattva terlahir di alam manusia yang berarti cita-cita Pangeran Siddharta tercapai. Ke dua peristiwa Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna. Ketiga peristiwa mangkatnya Pangeran Siddharta atau wafatnya Pangeran Siddharta. Tiga momentum itu diperingati umat Buddha sebagai Tri Suci Waisak.
Dalam hal memandikan rupang bayi Pangeran Siddharta, ada yang mesti diketahui. Simbol pemandian itu memiliki filosofi untuk mensucikan diri sendiri. Tapi, masih ada beberapa individu yang mengartikannya tetap kepada pemandian rupang Pangeran Siddharta.
Dwi Kwam Im yang Welas Asih
Selain rupang Pangeran Sidharta, di Wihara Thai Hin Bio terdapat juga patung Dewi Kwam Im. Dewi Kwam Im sendiri masih bergelar Bodhisattva atau calon Buddha. Bodhisattva memiliki pengertian tentang sosok yang tergerak hatinya untuk membantu semua makhluk agar berkenan berjalan dalam kebenaran, seperti Buddha.
Terlihat jelas bagaimana Dewi Kwam Im memiliki pengawal yang bersedia bersamanya. Masyarakat mengenal Dewi Kwam Im sebagai sosok yang welas asih.
Rupang-rupang atau simbol-simbol Puja Bhakti ini selalu dibersihkan. Dalam satu tahun, pengurus Vihara ini selalu membersihkan Rupang-rupang minimal empat kali. Hal ini dilakukan agar masyarakat merasa nyaman ketika melaksanakan lima unsur Puja Bhakti di Vihara Thai Hin Bio.