Bengkel Ecobrick Kabarti yang dikelola sejumlah ibu rumah tangga, berhasil mengolah dan mendaur ulang sampah plastik menjadi produk ekonomis yang berguna dan menghasilkan. Upaya pengelolaan sampah plastik ini, menjadi ikhtiar mereka untuk menjaga Teluk Lampung dari sampah plastik.
Suara ketukan palu dari arah Bengkel Ecobrick Kabarti itu terdengar sayup-sayup terbawa angin laut. Siang itu, dua pria paruh baya terlihat tengah membuat rangka kursi sofa. Sementara di teras bengkel yang berhadapan langsung dengan Pantai Kabarti, tiga perempuan terlihat sedang merangkai botol-botol plastik bekas membentuk sebuah pot.
Setiap hari, kesibukan pekerja Bengkel Ecobrick Kabarti yang didominasi oleh kaum perempuan yang ada di Kampung Baru Tiga, Kelurahan Panjang Utara, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, memang terus meningkat, seiring dengan semakin banyaknya pesanan produk kerajinan berbahan ecobrick.
Turina, koordinator Bengkel Ecobrick Kabarti mengatakan produk kerajinan berbahan ecobrick yang dihasilkan oleh kelompoknya memang makin banyak diminati.
“Alhamdulillah, hasil daur ulang sampah plastik ini, bisa menjadi sumber penghasilan untuk ibu-ibu rumah tangga yang ada disini,” kata Turina.
Ia tak pernah mengira jika, upaya pengelolaan sampah plastik yang ia lakukan bersama sejumlah ibu rumah tangga, sejak tahun 2019 lalu ini, kian dikenal luas.
“Padahal dulu, kami hanya berpikir bagaimana menjaga lingkungan kami dari tumpukan sampah yang sering membuat banjir di daerah kami,” kata Turina mengenang.
Jauh sebelum Bengkel Ecobrick Kabarti ada, kawasan permukiman warga yang ada di pesisir Teluk Lampung ini memang menjadi tempat bermuaranya sampah.
Sampah yang dibuang warga ke aliran sungai dan sampah yang berasal dari laut, semuanya bermuara di sekitar Pantai Kabarti, Teluk Lampung ini.
Akibatnya, warga yang tinggal di kawasan pesisir harus merasakan dampaknya, selain kesan kumuh akibat sampah yang terus menggunung tiap hari, warga juga dibayangi musibah banjir tiap kali musim penghujan.
Melihat itu, Turina beserta kaum perempuan dilingkungannya berinsiatif untuk melakukan aksi bersih sampah melalui kelompok ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar Pantai Kabarti.
“Waktu itu, kita fokus mengumpulkan sampah plastik untuk diolah menjadi produk kerajinan. Awalnya, kita berharap mendapatkan hasil dari produk-produk kerajinan yang kita buat sambil ikut membantu membersihkan sampah di sekitar lingkungan kita,” ujarnya.
Tapi, karena jenis kerajinannya masih terbilang sederhana dan minimnya pengetahuan, membuat produk kerajinan hasil daur ulang buatan mereka kurang diminati.
Karena tidak menjanjikan, lambat laun anggota kelompok mulai berkurang. Dari yang semula beranggotakan 10 orang, berkurang hingga hanya tersisa 5 orang ibu rumah tangga saja, termasuk Turina.
“Banyak anggota yang akhirnya keluar, karena tidak memberikan penghasilan, ada juga anggota yang diterima bekerja di tempat lain,” kenang Turina.
Sampai kemudian, salah satu perusahaan BUMN memberikan pelatihan tentang pengelolaan sampah plastik menjadi ecobrick dan mengolah produk turunan dari ecobrick menjadi kerajinan.
Ecobrick dianggap menjadi solusi paling efektif dan realistis untuk mengatasi sampah plastik yang menumpuk di Pantai Kabarti sekaligus bisa memiliki nilai ekonomis untuk ibu-ibu rumah tangga yang ada di sekitar Pantai Kabarti.
”Teknik ecobrick ini sangat sederhana, hanya dengan mengisi botol plastik bekas, dengan sampah plastik kemasan sampai padat, kemudian bisa diolah menjadi berbagai produk, seperti kursi sofa, lemari, pot bunga dan kerajinan lainnya,” jelas Turina.
Baca Juga: Kawasan Konservasi Teluk Kiluan, Melawan Illegal Fishing dengan Ekowisata Berbasis Komunitas
Tiap satu botol plastik berukuran sedang, terang Turina, bisa diisi dengan sampah plastik kemasan hingga 250 gram. Dan, untuk botol plastik ukuran besar bisa diisi dengan sampah plastik hingga 500 gram.
Sejak itu, mereka membagi tugas, mulai dari mengumpulkan sampah plastik, mengolah menjadi ecobrick, hingga membuat produk kerajinan dari ecobrick.
Perlahan tapi pasti, kerajinan ecobrick mulai diminati, ibu rumah tangga yang bergabung dalam Bengkel Ecobrick Kabarti juga terus bertambah, karena hasilnya bisa menjadi penghasilan tambahan buat kebanyakan ibu rumah tangga.
Efektivitas pengelolaan sampah plastik menjadi ecobrick ini juga, mulai mendapat simpati warga yang ikut membantu mengumpulkan sampah plastik.
“Waktu itu, kami sampai kekurangan sampah plastik. Bayangkan saja, sampah plastik yang biasanya menumpuk di Pantai Kabarti saja sampai tak tersisa untuk kami olah jadi ecobrick,” kenang Turina lagi.
Saat ini, rata-rata kebutuhan sampah plastik yang digunakan untuk membuat ecobrick mencapai 100 kilogram perbulan. Dari total pengelolaan sampah plastik ini juga, sangat signifikan untuk mengurangi volume sampah plastik yang memenuhi Teluk Lampung.
“Di Pantai Kabarti ini, rata-rata jenis sampah plastik yang banyak kita temui itu, sejenis plastik kemasan bungkus makanan, dan itu sangat dibutuhkan untuk membuat ecobrick,”kata Turina menerangkan.
Kerajinan Ecobrick Jadi Sumber Penghasilan
Dari berbagai produk kerajinan ecobrick yang dijual hingga ke luar Provinsi Lampung itu, Bengkel Ecobrick Kabarti meraih keuntungan penjualan hingga jutaan rupiah, dan sangat membantu perekonomian ibu rumah tangga yang menjadi anggotanya.
Rata-rata tiap anggota Bengkel Ecobrick Kabarti bisa mendapat penghasilan hingga Rp500 ribu perbulan. Penghasilan ini, sangat efektif bagi ibu rumah tangga yang menjadi anggota kelompok untuk memperoleh pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.
Dan, dari sekian banyak produk kerajinan buatan Bengkel Ecobrick Kabarti, sofa ecobrick menjadi hasil kerajinan yang paling banyak diminati.
“Banyak pembeli yang pesan sofa ecobrick, karena selain harganya terjangkau dan awet, bentuknya juga unik karena semua bahannya menggunakan ecobrick, kecuali kain sofanya,” kata Turina lagi.
Ide pembuatan sofa berbahan ecobrick ini juga, dilakukan Bengkel Ecobrick Kabarti untuk mengganti kayu yang selama ini dijadikan sebagai material utama pembuatan sofa.“Dengan membuat sofa ecobrick ini, setidaknya sudah membantu mengurangi penebangan pohon”.
Sofa ecobrick buatan Bengkel Ecobrick Kabarti yang dijual seharga Rp250 ribu – Rp350 ribu perunitnya ini, sudah melalui proses uji kekuatan beban hingga 100 kilogram,”uji coba produk ini kami lakukan untuk memastikan kualitas produk kami memang bisa bersaing dan tak kalah dengan kayu,” tutur Turina.
Mendapat Apresiasi dari Masyarakat
Upaya Bengkel Ecobrick Kabarti mengolah sampah plastik menjadi ecobrick ini juga mendapat sambutan dan apresiasi dari masyarakat bahkan hingga ke luar Provinsi Lampung.
Turina dan sejumlah anggota Bengkel Ecobrick Kabarti kerap diminta menjadi pembicara sekaligus melatih berbagai komunitas lingkungan hingga kelompok perempuan, seperti di Jawa Barat dan Yogyakarta.
Tak jarang juga, Bengkel Ecobrick Kabarti diminta melatih warga binaan di lembaga pemasyarakatan untuk membuat berbagai kerajinan ecobrick dari bahan sampah plastik.
“Senang rasanya bisa bermanfaat dan berbagi ilmu tentang pengelolaan dan pemanfaatan ecobrick, untuk membantu mengurangi sampah plastik sekaligus bisa menjadi sumber penghasilan,” kata Turina bangga.
Dari Ecobrick untuk Lingkungan yang Lebih Baik
Kini, Turina dan anggota Bengkel Ecobrick Kabarti bersyukur, upaya pengelolaan limbah sampah plastik yang mereka lakukan, setidaknya mampu mengurangi volume sampah di kawasan pesisir Teluk Lampung.
“Mungkin apa yang kami lakukan saat ini belum terlalu berarti untuk menangani masalah sampah di laut, tapi setidaknya kami sudah berupaya dan tidak berdiam diri,” kata Turina optimis. (Meza Swastika)