Sebagai kawasan konservasi, Teluk Kiluan tak hanya berhasil menjaga keberlangsungan lingkungannya, tapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan ekowisata berbasis komunitas yang lebih ramah lingkungan.
Deretan papan bunga ucapan selamat kepada Pekon Kiluan Negeri yang berhasil meraih juara kedua dalam lomba desa wisata tingkat nasional yang digelar oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu, terlihat memenuhi halaman depan Balai Pekon Kiluan Negeri.
Maimun, Kepala Pekon Kiluan Negeri bahkan masih bersemangat ketika menceritakan pengalamannya saat mewakili pekonnya untuk menerima penghargaan dari Menteri Desa PDTT di Lombok, tanggal 24 November 2023 lalu.
“Terpilih sebagai juara kedua di lomba desa wisata tingkat nasional itu, seperti mimpi yang jadi kenyataan. Apalagi, pekon kami berhasil menyisihkan 347 desa wisata unggulan lain dari seluruh Indonesia,” kata Maimun bangga.
Ia bersyukur dan berterima kasih atas upaya warganya yang terus konsisten menjaga Teluk Kiluan sebagai kawasan ekowisata berkelanjutan.
“Alhamdulillah, upaya dan kerja keras warga Pekon Kiluan Negeri selama belasan tahun, khususnya pokmaswas dan pokdarwis untuk menjaga kawasan konservasi melalui pengelolaan ekowisata, akhirnya membuahkan hasil,” terang Maimun lagi.
Karenanya, Maimun menilai, penghargaan ini sepenuhnya adalah milik warga Pekon Kiluan Negeri yang sampai hari ini masih tetap konsisten menjaga ekosistem Teluk Kiluan tetap lestari dan menjadi kawasan ekowisata yang dikenal bahkan hingga mancanegara.
Dari Surga Illegal Fishing jadi Kawasan Konservasi
Keindahan Teluk Kiluan saat ini menjadi tanda kegigihan masyarakat Pekon Kiluan Negeri melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang bekerjasama dengan pegiat lingkungan untuk mengembalikan fungsi ekosistem yang ada di Teluk Kiluan akibat praktek illegal fishing yang marak terjadi di Teluk Kiluan belasan tahun lalu.
Di awal tahun 2000-an lalu, jauh sebelum Teluk Kiluan ditetapkan sebagai kawasan konservasi, teluk kecil ini pernah menjadi surga bagi para pelaku illegal fishing untuk melakukan aksinya, mengeruk kekayaan laut yang ada di Teluk Kiluan.
Beragam aksi illegal fishing, mulai dari penggunaan pukat harimau, pengeboman ikan hingga perburuan lumba-lumba dilakukan disini.
Ekosistem laut Teluk Kiluan rusak parah akibat aksi illegal fishing, habitat lumba-lumba pun kian terancam, belum lagi kondisi terumbu karang di sekitar perairan Teluk Kiluan yang rusak parah akibat aksi pengeboman.
Padahal, perairan di sekitar Teluk Kiluan diketahui sebagai habitat terbesar dua spesies lumba-lumba jenis paruh panjang (Stenella longirostris) dan hidung botol (Tursiops truncates). Yang memprihatinkan lagi, para pelaku illegal fishing justru sengaja memburu lumba-lumba untuk dijadikan umpan ikan hiu.
Ironisnya, sebagian besar pelaku illegal fishing adalah nelayan lokal Pekon Kiluan Negeri yang masih minim pengetahuan akan pentingnya keberlanjutan lingkungan.
Apalagi, warga juga menilai aksi illegal fishing ini dianggap jauh lebih menguntungkan bagi mereka, ketimbang harus mencari ikan dengan cara konvensional, seperti yang dilakukan kebanyakan warga Pekon Kiluan Negeri yang mencari ikan dengan cara memancing.
Sampai kemudian, di tahun 2003, sejumlah aktivis lingkungan, melihat potensi pariwisata melalui keberadaan habitat spesies lumba-lumba di sekitar teluk ini.
Sejak itu, para aktivis lingkungan, berupaya menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keberlangsungan habitat lumba-lumba di sekitar perairan Teluk Kiluan.
Meski sempat ada pertentangan hingga gejolak di masyarakat, tentang upaya untuk menyadarkan para pelaku praktek illegal fishing, namun upaya itu perlahan membuahkan hasil.
Dan di tahun 2004, upaya pertama diawali dengan membentuk kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) dan kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang bertugas menjaga perairan dari aksi illegal fishing serta melakukan upaya rehabilitasi.
Rehabilitasi itu meliputi, penanaman mangrove di sekitar perairan teluk, yang posisi daratannya kian tergerus akibat erosi, hingga melakukan transplantasi terumbu karang, yang kala itu dilakukan secara sederhana termasuk dengan modal yang seadanya.
Upaya pegiat lingkungan yang tergabung dalam Yayasan Ekowisata Teluk Kiluan bersama-sama dengan masyarakat ini, sebagai bagian dari upaya yang hendak dibangun di teluk ini, yakni pengembangan pariwisata berbasis ekowisata yang sepenuhnya memberdayakan masyarakat Pekon Kiluan Negeri untuk menghilangkan kebiasaan buruk masyarakat yang semula menjadi pelaku illegal fishing menjadi nelayan yang lebih ramah lingkungan.
Perlahan, melalui berbagai upaya serius yang dilakukan oleh pokmaswas dan pokdarwis, Teluk Kiluan mulai dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai daerah maupun wisatawan mancanegara.
Sampai kemudian Teluk Kiluan menjelma menjadi destinasi wisata paling populer di Lampung yang pengelolaannya berbasis masyarakat, dan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus untuk keberlangsungan lingkungan.

Penetapan Teluk Kiluan sebagai Kawasan Konservasi Perairan
Keberhasilan kelompok masyarakat pengawas dan kelompok sadar wisata melakukan rehabilitasi Teluk Kiluan ini yang kemudian mampu mengembalikan ekosistem perairan Teluk Kiluan menjadi semakin baik.
Bahkan, kegigihan kelompok sadar wisata Teluk Kiluan dalam mengembangkan ekowisata di teluk ini, membuatnya berhasil meraih predikat sebagai pokdarwis terbaik keempat tingkat nasional dalam Indonesian Tourism Award tahun 2017.
Sampai kemudian, kabar baik itu datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menetapkan kawasan Teluk Kiluan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP) melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2019 Tentang Kawasan Konservasi Perairan Teluk Kiluan dan Perairan Sekitarnya.
Penetapan kawasan konservasi ini juga menjadi kekuatan sekaligus semangat baru bagi masyarakat Pekon Kiluan Negeri untuk terus menjaga kelangsungan Teluk Kiluan.
Dari pengelolaan Teluk Kiluan sebagai kawasan ekowisata pula, kesejahteraan masyarakat Pekon Kiluan Negeri semakin baik, seiring dengan semakin tingginya jumlah kunjungan wisatawan.
Banyak masyarakat merasakan manfaat pengelolaan ekowisata ini. Selain menyewakan home stay, warga juga menikmati hasil dari jasa penyewaan perahu untuk dolphin tour.
Selain itu, kaum perempuan di Pekon Kiluan Negeri juga memperoleh penghasilan tambahan dengan membuat berbagai produk penganan berbahan ikan serta produk souvenir berbahan daun nipah yang ramah lingkungan.
“Sampai kapan pun kami akan terus menjaga keberlangsungan ekowisata Teluk Kiluan sebagai aset paling berharga yang kami miliki untuk diwariskan kepada anak cucu kami nanti,” kata Maimun optimis. (Meza Swastika)










