Peran Bawaslu di pemilihan umum semakin besar, tapi juga memiliki tantangan dan tanggung jawab yang besar pula.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagai dasar penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah di Indonesia kian menguatkan wewenang Bawaslu.
Kewenangan ini berupa, temuan Bawaslu tidak lagi berupa rekomendasi, tetapi sudah menjadi putusan.
Dengan demikian, Bawaslu memiliki kewenangan untuk memutus pelanggaran administrasi sehingga temuan pengawas pemilu tidak hanya bersifat rekomendasi tetapi bersifat putusan/keputusan yang harus dilaksanakan oleh para pihak.
Secara rinci, pasal 95 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan Bawaslu berwenang untuk menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan pemilu.
Bawaslu juga berwenang memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran baik pelanggaran administrasi pemilu maupun pelanggaran politik uang.
Lalu, dalam sengketa proses pemilu, Bawaslu berwenang menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian yang diajukan peserta pemilu.
Dengan tambahan kewenangan ini pula, pengawasan pemilu diharapkan akan lebih efektif. Dan, Bawaslu dipercaya sebagai instrumen yang mampu menghadirkan jaminan atas pelaksanaan pemilu yang demokratis.
Instrumen tersebut harus mampu menjamin dan mempromosikan transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, dan integritas dari pelaksanaan pemilu. Jaminan ini menjadi penting karena berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap proses pemilu, hasil pemilu dan juga kepada demokrasi itu sendiri.
Transformasi Kewenangan Bawaslu berdasarkan Aturan Perundang-undangan
Cikal bakal lahirnya Bawaslu dimulai dengan lahirnya Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu di masa Orde Baru yang dibentuk dari Undang Undang Nomor 2 Tahun 1980.
Mandat pertama yang diberikan ialah untuk mengawasi pelaksanaan pemilu atau mengawasi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Pengawasan pemilu kala itu menjadi penting dilakukan mengingat banyak protes dari rakyat yang menduga adanya kecurangan pemilu yang dilakukan LPU pada gelaran pemilu-pemilu sebelumnya.
Transformasi Kelembagaan Pengawas Pemilu di Era Reformasi
Memasuki periode reformasi di mana semangat demokrasi dijunjung tinggi, penguatan kelembagaan, organisasi, fungsi, keanggotaan dan kewenangan dari Panwaslak menjadi pilihan utama.
Nama Panwaslak pun berganti menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Upaya untuk memperkuat Panwaslu terlihat pada UU No. 3/1999 yang telah mengatur secara lebih jelas kelembagaan Panwaslu, organisasi, keanggotaan, serta tugas dan fungsinya.
Dalam UU 3 tahun 1999 itu, memberikan tugas dan fungsi Panwaslu sebagai berikut: 1) Mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilu; 2) Menyelesaikan sengketa dan perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan Pemilu; 3) Menindaklanjuti temuan, sengketa dan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan untuk dilaporkan kepada instansi penegak hukum.
Seiring waktu berjalan bersamaan dengan regulasi pemilu yang senantiasa terus disempurnakan, pada Pemilu 2004 kewenangan Panwaslu bertambah.
Pengaturan kelembagaan Panwaslu tersebut tertuang pada UU No 12/2003 dan juga diatur dalam UU No. 23/2003. Secara keanggotaan, Panwaslu dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/ kota terdiri dari unsur Kepolisian Negara, Kejaksaan, Pendidikan tinggi, tokoh masyarakat, dan pers.
Lahirnya Sentra Gakkumdu
Masuknya unsur kepolisian dan jaksa ini merupakan upaya penanganan pelanggaran Pemilu bersama, yang merupakan refleksi dari Pemilu 1999.
Forum antara Panwaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan ini dalam rangka menciptakan frekuensi yang sama terkait pemahaman, persepsi, dan standar yang sama dalam menangani kasus pelanggaran pemilu.
Nantinya forum koordinasi ini di masa yang akan datang dikenal dengan nama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).
Adapun kewenangan Panwaslu dalam UU 12/2003 yakni: a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan Pemilu; b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilu; c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilu; dan d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang.
Perubahan Status Kelembagaan Bawaslu dari Ad Hoc menjadi Tetap
Lompatan besar dari keberadaan lembaga pengawas pemilu terjadi pada perhelatan Pemilu 2009. Jika pada masa-masa sebelumnya lembaga pengawas pemilu bersifat sementara atau Ad Hoc, berdasarkan Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2007 lembaga pengawas pemilu bersifat tetap serta berubah nama menjadi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Kedudukan Bawaslu kala itu setara dengan KPU serta melepaskan diri dari posisi lembaga yang berada dalam subordinat KPU seperti pada masa Orde Baru dan Pemilu 2004.
Perubahan kedudukan Bawaslu juga beriringan dengan penguatan Bawaslu secara kewenangan. Dalam UU No.22/2007 dan UU No.42/2008, tugas dan wewenang Bawaslu adalah mengawasi tahapan pemilu sesuai dengan UU, menerima laporan dan dugaan pelanggaran, serta memberikan rekomendasi atas temuan pelanggaran kepada KPU atau instansi berwenang lainnya.
Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota diberikan wewenang untuk menyelesaikan temuan dan laporan sengketa pemilu, apabila tidak mengandung unsur tindak pidana.
Selanjutnya, pada UU No.15/2011 ada tiga tugas dan kewenangan Bawaslu sebagai institusi pengawas pemilu dalam konteks penegakan hukum pemilu.
Pertama, melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap proses penyelenggaraan pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu.
Kedua, menerima dan mengkaji laporan mengenai dugaan pelanggaran ketentuan administrasi pemilu dan dugaan pelanggaran ketentuan pidana pemilu.
Ketiga, menyelesaikan sengketa administrasi pemilu secara final dan mengikat kecuali untuk dua hal sengketa. Kedua hal yang dimaksud adalah sengketa administrasi penetapan peserta pemilu dan sengketa penetapan daftar calon anggota DPR dan DPRD.
Posisi Bawaslu sebagai penyelesai sengketa pemilu selanjutnya diperkuat oleh UU Nomor 10/2016 yang menyatakan putusan Bawaslu bersifat mengikat. Akan tetapi, Bawaslu bukan satu-satunya lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa pemilu sehingga seringkali menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.
Kesiapan Bawaslu di Pemilu 2024
Semakin dekatnya pesta demokrasi Pemilu tahun 2024, Bawaslu juga semakin membenahi diri melalui regulasi serta beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesat seperti saat ini.
Bawaslu misalnya, menciptakan terobosan dan inovasi pengawasan yang selaras dan memanfaatkan teknologi sebagai daya dukung Bawaslu dalam melakukan pengawasan agar lebih maksimal.
Sejumlah aplikasi pengawasan berbasis teknologi pun diluncurkan, seperti Sistem Pengawasan Pemilu (Siwaslu) dan Gowaslu.
Pada aplikasi Gowaslu misalnya, aplikasi pengawasan ini merupakan bentuk adaptasi Bawaslu dalam hal melakukan pengawasan dengan memanfaatkan fungsi teknologi agar pengawasan lebih maksimal dan masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam melakukan pengawasan pemilu maupun pilkada.
Aplikasi Gowaslu bertujuan memiliki manfaat untuk setidaknya dua kemajuan, yakni: teknologi pemilu sebagai alat bantu untuk meningkatkan kualitas hasil pemilu; dan teknologi pemilu sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang ada, serta menjadi pertimbangan utama dari berbagai penentuan kebijakan berbasis data.
Tujuannya adalah agar setiap tahapan pemilu dapat terlaksana dengan baik, minim masalah dan resiko, serta dapat mewujudkan proses demokrasi yang jujur dan adil.
Begitu pun dalam proses pengawasan pemilu, pengawasan yang berbasis teknologi informasi menjadi suatu keniscayaan dan suatu kebutuhan mendesak yang harus diterapkan seluas-luasnya, agar dapat memaksimalkan aktivitas pemantauan yang ditujukan untuk memperluas cakupan keterlibatan (partisipasi) banyak pihak.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan partisipasi dan jumlah laporan masyarakat, Bawaslu mencoba memanfaatkan teknologi informasi, dengan membuat sebuah aplikasi atau portal bersama yang dapat menghubungkan antara jajaran pengawas melalui aplikasi Gowaslu.
Gowaslu ini, dapat dengan mudah dan cepat dijangkau oleh pemantau dan masyarakat, sehingga memudahkan juga para pengawas untuk menindaklanjuti informasi awal dengan menjemput data pelanggaran yang disampaikan.
Pada akhirnya, Bawaslu akan terus berupaya untuk melakukan proses pelaksanaan dan penyelenggaraan pemilu yang sesuai dengan amanat undang-undang demi kemajuan bangsa khususnya dalam hal demokrasi. (Meza Swastika)