*Isbedy Stiawan ZS*
KEMARIN ke fraksi, merinding saya dengerin curhatan ibu-ibu guru honor.
Salah satu wakil rakyat di DPRD Kota Bandarlampung mengabarkan, setelah ia membaca tulisan saya pagi ini, Kamis (02/06/2022), di sejumlah media online di Lampung (baca: “Guru, Nasibku Kini?”). Saya tak perlu menyebut sang wakil rakyat itu.
Sebelum kalimat di atas, ia juga mengatakan, sedih melihat nasib para guru honor PPK Kota Bandar Lampung.
Dua kalimat pak wakil rakyat kita di kota ini, semoga menjadi kunci keberpihakan mereka atas nasib para guru honor.
Terlepas ada juga yang mengatakan, guru era sekarang jauh berbeda dengan dulu. Banyak yang keluar fitrah: digugu dan ditiru. Saya katakan tegas soal anggapan tersebut: profesi apa pun bisa terjadi ‘penyimpangan” profesi. Bukan hanya guru!
Bahwa guru adalah garda depan menempatkan anak-anak bangsa sebagai sebagai calon pemimpin di masa depan, telanjur kita sepakati dan tidak terbantahkan.
Apatahlagi, pahlawan tanpa tanda jasa sudah begitu melekat di pundak para guru. Terngiang lagu “Guru” sehari dua hari ini. Terbayang rekan saya di Gedung Dewan yang berpikir untuk membela para guru. Mereka harus mendapat gaji, agar mereka bisa semangat mengajar. Jangan sebab “tanpa tanda jasa” lalu kita hanya menuntut mereka tiada pamrih apapun! Tak ada pengabdian tanpa mengharap penghasilan. Hidup ini realistis.
Pemimpin tak semata mengabdi. Ia juga ingin hidup indah dari status kepemimpinannya. Siapa pun itu!
Kalau para guru curhat, wakil rakyat juga curhat pada saya bagaimana ia sedih mendengar aduan para guru, dan saya juga ingin curhat pada Anda.
Bagaimana Walikota Bandarlampung yang akrab disapa Bunda itu? Tentu kita harapkan konsekuensi dan integritasnya ketika hendak menjadi walikota: menyejahterakan warganya! Bukan lain dulu, lain sekarang.
Hanya itu kok mau rakyat. Tabik!