oleh

Sebab Rakyat, Kami “Digusur”?

Isbedy Stiawan ZS

Berita-berita mengenai pengusiran atau penggusuran warga Sukarame Baru Bandarlampung dan Sabah Balau Lampung Selatan, belakangan ini “berseliweran” di depan mata.

Dan harus dibaca! Tak bisa kita lewatkan.

Apalagi ini urusan “pertarungan” nasib rakyat berhadapan dengan kekuasaan. Kenapa di era kiwari, nasib rakyat masih saja dipinggirkan; selalu diusir dan digusur.

Adakah cara lain yang lebih manusiawi, selain diusir dan terusir, digusur dan tergusur? Rakyat, meminjam kata-kata Tan Malaka, seakan terbentur ketika menghadapi negara.

Nasib rakyat di negeri yang luas, subur, dan entah sebutan apa lagi belum pula bisa menikmati manis dan nikmatnya bumi pertiwi. Tanah-air, udara seakan “sepenuhnya” milik negara, dan rakyat hanya “menumpang” sementara.

Begitulah yang dapat diambil dari cara-cara pemerintah menghadapi warga Sabah Balau dan Sukarame Baru. Pemerintah di posisi superior, sebagai kekuasaan absulut. Sementara rakyat pada posisi sebaliknya.

Ke mana akan mengadu? Kepada siapa nasibnya bersandar?

Sekiranya diusir dan digusur dari lahan yang selama ini ditempati, di mana lahan baru buat hidup mereka? Apakah tidak muncul persoalan baru kemudian hari? Misal mereka menempati kawasan baru dan terciptalah “kampung-kampung baru” kemudian besoal lagi lalu digusur kembali?

Cukuplah pelajaran dari kasus Moro-Moro, Kabupaten Mesuji, tak henti-henti bertikai sampai pertumpahan darah dan hilangnya nyawa (?). Atau kasus tanah ulayat yang dimakan ulat lalu saling berhadap-hadapan untuk sama-sama mempertahankan.

Masihkah ada cara lain yang gentel dan manusiawi dari pemerintah saat menghadapi rakyat?

Rakyat adalah penghuni sah di tanah air tercinta. Rakyat diberi kewajiban, karena itu ia juga punya hak yang sama dengan masyarakat lain. Termasuk penguasa.

Ah, tetiba saya teringat satu baris puisi Widji Thukul: “hanya satu kata: lawan!”

Dan, sebelum Widji, Rendra juga pernah berkata lebih keras lagi dalam menghadapi semena-mena negara (pemerintah).

Rasanya saya tak lagi mampu melanjutkan kata-kata, setiap ada penggusuran dan pengusiran terhadap rakyat.

jika kau usir kami dari tanah ini
kami tinggalkan rumah kami
maukah kau beri lahan
dan sekotak rumahmu
untuk kami berlindung
dari hujan dan terik matahari
atau bagi istirah kami
di kala malam dan siang?