PANTAU LAMPUNG – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengkritik pelaksanaan muktamar tandingan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dianggapnya tidak etis. Sebagai Ketua Dewan Syuro PKB, Ma’ruf Amin menegaskan bahwa dalam organisasi yang berjalan dengan baik, perpecahan seharusnya tidak terjadi.
Dalam video yang diunggah di kanal YouTube Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin menilai bahwa persaingan dalam sebuah organisasi, seperti sebelum Musyawarah Nasional (Munas), adalah hal yang wajar. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga persatuan setelah proses tersebut selesai.
“Kalau sebelum Munas ada persaingan, itu boleh saja. Namun, setelah Munas berakhir, kita harus saling merangkul. Biasanya setelah Munas, kita saling berangkulan dan tertawa bersama. Selesai sudah, wa billahi taufiq wal hidayah,” ujar Ma’ruf.
Ma’ruf Amin membandingkan dengan situasi internal Nahdlatul Ulama (NU), di mana meskipun terdapat persaingan sebelum Muktamar, setelahnya suasana kembali harmonis. Ia menegaskan bahwa munculnya pengurus tandingan setelah forum musyawarah dianggap tidak sesuai dengan etika organisasi dan watak bangsa Indonesia serta ajaran Islam.
“Saya berharap tidak akan ada pengurus tandingan setelah Muktamar selesai. Ini tidak etis dan tidak mencerminkan watak kita sebagai bangsa Indonesia dan umat Islam. Suasana setelah Munas seharusnya adalah untuk bekerja bersama,” tegas Ma’ruf.
Belakangan, muncul wacana mengenai muktamar tandingan oleh mantan Sekretaris Jenderal PKB Lukman Edy dan rekan-rekannya. Sekretaris Fungsionaris DPP PKB, A. Malik Haramain, mengungkapkan bahwa mereka menerima mandat untuk menyelenggarakan muktamar PKB di Jakarta pada 2 hingga 3 September 2024.
“Mandat yang kami terima adalah untuk menggelar muktamar yang didukung secara moral oleh pendiri PKB, yaitu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kami jadwalkan muktamar pada tanggal 2 hingga 3 September di Jakarta,” kata Haramain.
Kritik Ma’ruf Amin menambah ketegangan dalam dinamika internal PKB, sementara fokus tetap pada upaya menjaga integritas dan persatuan dalam partai.