PANTAU LAMPUNG – Komunitas mahasiswa pecinta alam Maharipal UIN Raden Intan Lampung (UIN RIL) baru-baru ini menggelar dialog bertajuk Environment Talk yang diadakan secara tatap muka di Gedung Serbaguna Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN RIL serta secara daring. Acara ini mengangkat tema “Implementasi Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.”
Rektor UIN RIL, Prof. Wan Jamaluddin Z., M.Ag., Ph.D., turut hadir sebagai pembicara utama dalam dialog ini. Selain itu, terdapat tiga pembicara utama yang membahas berbagai aspek terkait peraturan lingkungan hidup:
1. Dr. Syamsul Arief, S.H., M.H. – Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan Mahkamah Agung RI.
2. Penta Peturun, S.Sos., S.H., M.H., C.Me – Ketua DPD Ikadin Lampung.
3. Iwan Misthohizzaman, M.Hum. – Pegiat Lingkungan dan Demokrasi.
4. Prof. Dr. Erina Pane, S.H., M.Hum. – Akademisi UIN Raden Intan Lampung.
Dialog ini dipandu oleh Pembina UKM Maharipal, Novrizal Fahmi. Salah satu topik yang dibahas adalah fenomena “resource curse” atau kutukan sumber daya alam, yang pertama kali diperkenalkan oleh Richard Auty dalam bukunya *Sustaining Development in the Mineral Economies: The Resource Curse Thesis* pada tahun 1993. Penta Peturun menjelaskan bahwa negara-negara dengan sumber daya alam melimpah seringkali tidak dapat memanfaatkan kekayaan tersebut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif. Sebaliknya, negara-negara ini malah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki sumber daya alam terbatas.
Istilah “resource curse” menggambarkan fenomena di mana kekayaan sumber daya alam tidak serta-merta membawa kemakmuran bagi negara, melainkan justru menjadi beban. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi modal dan tenaga kerja hanya pada beberapa industri yang bergantung pada sumber daya alam, sementara investasi di sektor lain terabaikan, menyebabkan dampak negatif dalam jangka panjang.
Pembicaraan juga menyentuh tentang SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu gugatan perdata, pidana, atau administratif yang diajukan untuk menekan atau mengintimidasi individu atau kelompok yang terlibat dalam pembelaan hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, serta partisipasi publik. SLAPP bertujuan untuk membungkam kritik dan oposisi terhadap kebijakan atau tindakan tertentu.
Dialog ini menjadi wadah penting bagi mahasiswa dan praktisi untuk mendalami implementasi peraturan peradilan lingkungan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya.***