Oleh Gino Vanollie
Kejadian berulang tawuran antar pelajar dan antar geng (motor) di Kota Bandar Lampung akhir akhir ini tentu sangat meresahkan dan memprihatinkan. Bukan hanya bagi anak anak kita, tapi juga bagi kita semua.
Tindakan tegas oleh aparat kepolisian tentu harus diapresiasi. Begitu jug bagi imbauan dan langkah langkah preventif oleh Walikota Bandar Lampung Ibu Eva Dwiyana perlu mendapatkan dukungan dari seluruh stakeholder terkait. Agar kejadian yang ada tidak makin meluas dan memakan banyak korban.
Atas kejadian tawuran pelajar dan geng geng motor yang sebagian besar pelakunya anak usia sekolah, menjadikan entitas sekolah menjadi pihak yang paling disalahkan. Seolah pihak sekolah tidak pecus mengurusi muridnya, siswa-siswi didiknya. Tentu tudingan demikian tidak sepenuhnya bisa dibenarkan. Sekolah tentu memiliki banyak keterbatasan dan bukan solusi atas semua persoalan.
Terjadinya tawuran yang umumnya dilakukan oleh anak anak kita, bahkan sebagian dari mereka masih sangat belia, siswa SD dan SMP, tentu menjadi keprihatinan kita dan perlu menjadi perhatian sangat serius.
Mesti dicari akar persoalan sebenarnya, kenapa peristiwa ini terjadi bahkan terus terulang. Tindakan saling menyalahkan antar pihak jelas tidak produktif dan juga tidak solutif.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi peristiwa tawuran ini. Pertama, usia remaja memiliki energi berlebih, sedang aktif aktifnya, karena kurang mendapat ruang ekspresi sesuai kebutuhan mereka maka terekpresikan pada tindakan tindakan yang cenderung berlebihan, menjurus ke hal hal yang exstrim.
Kedua, masa anak-anak dan remaja adalah masa dimana ego mereka sedang tumbuh maka mereka butuh eksistensi, untuk mendapat pengakuan akan keberadaannya. Kalau tidak mendapatkan pendampingan dan arahan yang tepat, bisa jadi tindakan mereka akan sangat merugikan.
Ketiga, fenomena tawuran antar pelajar sudah sejak lama terjadi walau frekuensinya fluktuatif, kadang hilang, lain waktu muncul lagi. Namun peristiwa tawuran yang terjadi akhir akhir ini dengan ekskalasi yang makin meluas, bisa jadi bagian dari ekses pandemi Covid 19 yang baru saja berlalu.
Kita tahu dan merasakan, selama pandemi Covid 19 semua kita, tak terkecuali anak anak terkungkung, terisolasi, dan mengalami pembatasan pembatasan untuk beraktivitas. Begitu pandemi Covid 19 berlalu, seolah semua lepas, liar tak terkendali.
Kondisi ini semakin menemukan momentumnya, karena selama Covid 19 anak anak kita menjadi begitu akrab dengan gaway (handphone) yang berisi konten game game online, video video yang mengandung unsur kekerasan yang tersaji berlimpah nyaris tanpa kontrol. Kekerasan visual yang menimpa anak anak kita melalui berbagai konten medsos, sangat mungkin menjadi faktor pendorong terjadinya kekerasan dalam bentuk tawuran.
Masih banyak faktor-faktor lain yang sangat mungkin menjadi faktor penyebab peristiwa tawuran ini, termasuk didalamnya perhatian dan pola pengasuhan terhadap anak anak kita. Semuanya perlu ditelisik lebih dalam, sehingga kita benar benar mampu mendiagnosis terhadap persoalan yang ada, kemudian menemukan solusi konkrit untuk mengatasinya.
Dengan demikian, keterlibatan seluruh pihak menjadi sebuah keharusan. Walikota Bandar Lampung harus mampu mengoptimalkan dinas dan instansi untuk bekerjasama, membangun sinergi, berkolaborasi dengan pihak kepolisian dan stakeholder lainnya untuk secara optimal menyelesaikan persoalan ini secara tuntas. Karena kita menyadari bahwa persoalan tawuran pelajar, kenakalan remaja, dan tindakan tindakan negatif lainnya membutuhkan perhatian serius, komprehensif dan menyeluruh.
Bahwa dalam proses pendidikan dan pendampingan terhadap anak anak kita yang sedang tumbuh dan berkembang, membutuhkan dukungan seluruh pihak. Tidak hanya sekolah, tapi peran orang tua dan lingkungan menjadi faktor dominan, penting, dan strategis.
Kita tahu, anak anak kita berada di sekolah tak lebih dari 7-8 jam sehari, selebihnya menjadi tanggung jawab orang tua dan lingkungan. Oleh karena itu, orang tua dan lingkungan harus memberikan iklim dan suasana edukatif yang terbaik bagi anak anak kita.
Sangat tidak tepat kalau ada anggapan orang tua merasa sudah cukup bertanggung jawab ketika sudah menitipkan anak anaknya ke sekolah, ke lembaga-lembaga pendidikan. Seolah orang tua pasrah akan nasib, baik dan buruknya anak ke pihak sekolah.
Dari kondisi demikian, jika terjadi sesuatu yang tidak baik menimpa pada peserta didik, maka dengan serta merta sekolah menjadi pihak yang dipersalahkan.
Hal demikian jelas tidak bisa dibenarkan, karena tanggung jawab mendidik anak utamanya adalah pihak keluarga. Begitu juga lingkungan dimana anak anak kita berada, juga tidak boleh abai, apalagi masa bodoh karena sejatinya mereka semua adalah anak anak kita juga.
Mengutip apa yang di ungkapkan oleh Hillary Clinton (mantan Ibu Negara Amerika Serikat) bahwa untuk membesarkan seorang anak membutuhkan dukungan orang satu kampung. Ini mengingatkan kita saat anak anak tempo dulu, dari ujung ke ujung kampung semua kenal kita, semua peduli sama kita. Hari ini, kadang orang tua “tidak kenal” dengan anaknya, begitu juga sebaliknya.
Sekali lagi kita mengapresiasi tindakan tegas aparat kepolisian untuk mencegah tindak kekerasan dikalangan pelajar, remaja dan pemuda kita, makin meluas.
Namun secara simultan, saat yang sama aparat kepolisian juga mesti lebih mengedepankan tindakan tindakan preventif, melalui pendekatan yang lebih ramah dan lembut kepada anak anak kita. Dekati anak anak kita dengan penuh perhatian dan cinta.
Kolaborasi dan sinergitas dengan seluruh pihak menjadi keniscayaan dan harus terus ditingkatkan. Perlu terobosan, pendekatan dan praktik praktik baru. Sosialisasi yang lebih masif dan inten terkait dampak buruk tindak kekerasan dan tindakan yang tidak produktif lainnya perlu terus dilakukan.
Perlu inovasi dan inisiatif yang lebih kreatif dari Dinas Pendidikan, sekolah dan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan kegiatan kegiatan positif dalam bentuk kegiatan seni, olahraga dan lain sebagainya yang melibatkan banyak peserta/pelajar, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Dengan kegiatan kegiatan tersebut, energi, eksistensi dari anak anak kita dapat tersalurkan secara positif. Mendorong terbangunya kerjasama antar pelajar dan pemuda. Memberi ruang bagi anak anak kita untuk bertemu dengan teman sebayanya, dan juga sebagai sarana untuk manjalin persahabatan diantara mereka.
Dengan upaya upaya ini, diharapkan mampu meminimalisir kejadian tawuran dan tindak kekerasan lain diantara anak anak kita. Semoga!