BANDAR LAMPUNG, PL– Warga Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan tega merenggut kesucian keponakannya sendiri yang masih dibawah umur. Perbuatan yang dianggap sadis oleh kerabat korban itu telah 4 kali dilakukannya, bahkan dilakukan dalam kamar mandi masjid.
Wadireskrimum Polda Lampung, AKBP Hamid Andri Soemantri mengatakan pada Jumat, 14 Maret 2022.
Pihaknya menangkap pelaku tindak asusila berinisial L terhadap korban dibawah umur umur berinisial MRF. Penangkapannya berdasar laporan keluarga korban pada 14 Maret 2022.
Kekejian L 35 tahun terhadap MRF 8 tahun terjadi sejak Februari 2022. Modusnya mengimingi uang 5 sampai 10 ribu rupiah kepada korban.
Meski selalu dilakukan dalam kamar mandi, akan tetapi lokasi L berbuat hal tak wajar itu tak pada 1 tempat saja. Jumlahnya ada 4 TKP.
Parah, tersangka melakukan tindak kekerasan alat reproduksi bocah itu dalam kamar mandi masjid.
“Ada 4 TKP. Rata-rata dilakukan di kamar mandi. Pertama di kamar mandi rumah Bukde, kedua ketiga dilakukan di kamar mandi rumah nenek korban dan keempat dilakukan tersangka di kamar mandi masjid Al-Furqon Way Hui, Jati Agung, Lamsel,” AKBP Hamid Andri Soemantri.
Polisi telah memeriksa 6 saksi untuk mengusut tuntas kasus ini. Tersangka mengaku melakukan itu terhadap keponakannya saja. Dikhawatirkan ada korban lain yang belum atau malu melaporkan.
“Masih dilakukan pengembangan untuk mengetahui korban lain ada atau tidak. Kasus ini bisa terungkap karena korban mengadu kepada orangtuanya sehingga melapor ke kepolisian,” AKBP Hamid Andri Soemantri.
Kronologi kelakuan tersangka terhadap pelaku, ketika masuk kamar mandi, ia menyuruh sang bocah memeragakan adegan asusila layaknya adegan film terlarang.
Polisi telah mengamankan barang bukti berupa sehelai baju warna merah, sehelai celana panjang warna biru, baju polo merah muda, celana pendek warna cokelat, baju warna hijau, celana panjang warna abu-abu, dan celana dalam warna hijau muda,” AKBP Hamid Andri Soemantri.
Pasal yang dipersangkakan yaitu Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Ancaman hukumannya 5 sampai 15 Tahun penjara.
Kasus ini akan dilimpahkan pihak kepolisian ke Kejaksaan Tinggi pada minggu depan, terhitung sejak Jumat 20 Mei 2022.
“Minggu depan akan kita limpahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi. Pemberkasan tahap I penelitian ke Jaksa Penuntut Umum. Untuk tahap II koordinasi dengan jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Lampung,” AKB Hamid Andri Soemantri.
Anak Dijadikan Rangsangan Seksual
Pelecehan seksual terhadap bocah sama dengan penyiksaan yang dilakukan orang dewasa atau remaja kepada anak. Orang yang lebih tua tersebut menggunakan anak untuk rangsangan seksual.
Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas diluar norma masyarakatm khususnya Indonesia itu bisa berupa memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin terhadap anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis, kemudian melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis, dan bisa juga seperti menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Efek kekerasan seksual dapat menyebabkan anak menjadi depresi, gangguan stres pasca trauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik yang dialami mereka.
Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses, dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius serta trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orang tua.
Berdasar hukum, pelecehan seksual anak merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil. Orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.
Asosiasi Psikiater Amerika menyatakan, anak-anak tidak bisa menyetujui aktivitas seksual dengan orang dewasa dan mengutuk tindakan seperti yaang dilakukan orang dewasa kepada mereka
“Seorang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak adalah melakukan tindak pidana dan tidak bermoral yang tidak pernah bisa dianggap normal atau perilaku yang dapat diterima secara sosial,” Sumber Wikipedia Indonesia.
Pelecehan seksual anak telah mendapatkan perhatian publik dalam beberapa dekade terakhir dan telah menjadi salah satu profil kejahatan yang paling tinggi.
Sejak tahun 1970-an, pelecehan seksual terhadap anak-anak dan penganiayaan anak semakin diakui sebagai perusak generasi penerus.
Atas dasar itu pelecehan bahkan hingga kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat diterima bagi masyarakat. Sementara penggunaan seksual terhadap anak oleh orang dewasa hadir sepanjang sejarah dan telah menjadi objek perhatian publik signifikan pada masa sekarang.
Meningkatnya Perhatian Publik
Pelecehan seksual terhadap anak menjadi isu publik pada 1970-an dan 1980-an. Sebelum titik waktu ini pelecehan seksual tetap agak dirahasiakan dan menurut masyarakat , ini merupakan hal yang amat buruk.
Studi tentang penganiayaan anak tidak ada sampai tahun 1920-an. Sedangkan estimasi jumlah kasus pelecehan seksual anak diterbitkan pada tahun 1948 oleh Amerika.
Pada 1968, ada 44 dari 50 negara bagian Amerika Serikat memberlakukan hukum yang mewajibkan dokter melaporkan kasus penganiayaan anak mencurigakan.
Tindakan hukum mulai menjadi lebih umum pada tahun 1970-an. Kala itu diberlakukan Undang-Undang Pencegahan dan Perawatan terhadap korban Kekerasan Anak, tepatnya sekira pada tahun 1974. Undang-undang itu berhubungan juga atas didirikannya Pusat Nasional Pelecehan dan Pengabaian Anak.
Sejak pembuatan Undang-Undang Pencegahan dan Perawatan terhadap Kekerasan Anak, kasus pelecehan yang dilaporkan meningkat drastis. Akhirnya, Koalisi Nasional untuk Tindak Kekerasan didirikan pada tahun 1979. Tujuannya menciptakan tekanan yang lebih besar dalam Kongres pembuatan undang-undang pelecehan seksual yang lebih banyak.
Di Indonesia sendiri, rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau yang disingkat RUU TPKS resmi disahkan menjadi Undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa, 12 April 2022.
Pengesahan UU TPKS dilakukan saat Rapat Paripurna D P R R I ke-19 Masa Persidangan 4 Tahun Sidang 2021-2022. Akan tetapi pengesahannya mesti melalui berbagai fase.
Keluarga Masuk Prolegnas
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menginisiasi RUU TPKS sejak 2012 karena Indonesia dinilai telah darurat kekerasan seksual. Pada awal penggagasan ini, RUU TPKS mulanya bernama RUU PKS, yakni Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Penyusunan draft RUU PKS dilakukan sejak 2014. Penyusunannya yaitu melalui berbagai rangkaian diskusi, dialog, dan penyelarasan berbagai fakta dan teori. Pada Mei 2016, untuk pertama kali RUU PKS dibahas di DPR RI. Namun, berulang kali harus keluar masuk Program Legislasi Nasional yang disingkat Prolegnas Prioritas DPR.
Lantaran Alot, Sempat Dikeluarkan dari Prolegnas
RUU PKS yang masuk dalam prolegnas mulai dilakukan pembahasan sejak 2018. Namun demikian, pembahasan berlangsung lamban. Bahkan Juli 2020, RUU ini justru dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas DPR. Keputusan ini diambil lantaran pembahasannya dinilai sulit.
Setahun berselang, pada 2021, RUU tersebut kembali masuk daftar Prolegnas Prioritas 2021. Pada Agustus 2021, RUU PKS resmi berganti nama menjadi RUU TPKS. Lalu, masuk ke Prolegnas Prioritas 2022 pada Senin, 6 Desember 2021.
Napas Lega Penantian 10 Tahun
Setelah menanti selama 10 tahun, RUU TPKS akhirnya resmi disahkan sebagai Undang-Undang pada Selasa, 12 April 2022, melalui Rapat Paripurna DPR RI.
Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman, Tyas Retno Wulan, mengatakan, pengesahan ini buah perjuangan panjang.
“Pengesahan ini merupakan buah perjuangan panjang selama 10 tahun terakhir dari berbagai elemen, mulai dari Komnas Perempuan, Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia hingga para aktivis perempuan,” Tyas Retno Wulan.
Tim Redaksi Pantau Lampung