PEKANBARU, PL — Suatu kegiatan sastra baru dimunculkan oleh Dewan Kesenian Riau (DKR) bekerja sama dengan Universitas Lancang Kuning (Unilak) bertajuk Festival Sutardji Calzoum Bachri (FSCB), 24-26 Juni mendatang di Pekanbaru, Riau.
Kegiatan ini diharapkan terlaksana secara berkala, antara lain untuk terus menghidupkan semangat kreatif yang berakar pada tradisi tanpa melupakan perkembangan sejagat. Demikian dikatakan Ketua Umum DKR, Taufik Hidayat, kepada pers Kamis petang, (17/6).
Dia mengatakan, kegiatan ini untuk masyarakat luas khususnya bagi pencinta sastra di mana pun mereka berada, ditekankan kepada warga negara serumpun. Pasalnya, kreativitas SCB dimediasi oleh bahasa Melayu yang menjadi akar sejumlah negara yang dipakai oleh sekitar 300 juta penduduk. “Oleh karena keadaan, sebagian besar kegiatan dilaksanakan secara virtual. Isnyaallah, Bang Tadji juga ikut bersama kita di Pekanbaru,” kata Taufik yang juga dikenal dengan nama Atan Lasak itu.
Untuk awal ini, FSCB diisi dengan serangkaian kegiatan yang sudah dipersiapan sejak lama. Di antaranya adalah syukuran 80 tahun SCB, peluncuran buku Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri oleh Taufik Ikram Jamil, pengumuman pemenang video klip puisi Sutardji, dan simposium. Semua kegiatan didukung oleh Pemprov Riau dan Lembaga Adat Melayu Riau.
Taufik Hidayat menjelaskan, saat ini, tinggal pelaksanaannya lagi karena bahannya sudah tersedia. Buku biografi Sutardji sudah selesai dicetak, sedangkan sayembara video klip puisi sudah ditutup dengan peserta 251 orang/ kelompok yang berasal dari berbagai daerah Indonesia. “Jumlah peserta sayembara video klip puisi di luar dugaan kami membeludak, sebab kami memperkirakan hanya diikuti 50-an peserta atau kelompok,” katanya.
Pada simposium diharapokan pembicaraan kreatif dan akademis tentang kredo-kredo puisi Sutardji. Pasalnya, kredo puisi Sutardji tidak hanya satu sebagaimana yang diketahui selama ini, tetapi ternyata dua kredo yang dimuat dalam buku SCB terbaru “Kecuali”, 2021. Hal ini tentu menarik, untuk melihat hubungan dan materinya–belum lagi mengingat kredo itu sendiri tergolong langka dibuat oleh penyair di dunia.
Pada bagian syukuran 80 tahun SCB, ditampilkan pembacaan puisi oleh SCB sendiri bersama kelompok seniman di Riau. Penampilan ini menekankan bagaiman konsep perpuisian Nusantara tidak hanya tergantung pada aksara, tetapi juga lisan. Keduanya tidak dapat dipisahkan yang sejak lama wujud dan diolah SCB sebagai sesuatu yang baru.
Taufik Hidayat megatakan, festival ini tentu tidak saja membicarakan karya SCB, tetapi semua karya sastra dan implikasinya secara bertahap dan rambang. SCB sebagai simbol antara lain untuk mengatakan bagaimana keberaksaraan dan kelisanan tidak bisa dipisahkan dalam sistem sastra Nusantara yang berbeda dengaan Barat yang menekankan pada keberaksaraan semata.
(*)