PANTAU LAMPUNG – Proses penyidikan yang sedang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terhadap PT Lampung Energi Berjaya (PT. LEB) terkait pengelolaan dana Participating Interest (PI) di Blok Rokan Riau mendapat sorotan. Pasalnya, hingga kini, Kejati belum memberikan penjelasan yang memadai mengenai kesalahan pengelolaan dana PI oleh manajemen PT. LEB. Praktisi hukum, Dr. Sopian Sitepu, SH.MH, yang juga seorang advokat senior Lampung, menilai bahwa penyidikan ini terkesan prematur dan tidak didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang regulasi pengelolaan dana PI.
Mekanisme Pengelolaan Dana PI pada Blok Rokan
Untuk lebih memahami masalah ini, penting untuk melihat bagaimana pengelolaan dana PI dilakukan pada Blok Rokan yang dikelola oleh PT. Riau Petroleum Rokan (RPR). Blok Rokan adalah salah satu area pengelolaan migas yang sangat vital di Riau, dan dana PI yang diterima oleh PT. RPR sangat besar, mencapai Rp 3,5 triliun sepanjang 2021-2023.
Mekanisme pengelolaan dana PI dimulai dengan penerimaan dana dari PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR). Setelah dipotong pajak migas sebesar 20%, dana tersebut dikelola oleh PT. RPR dan kemudian disalurkan kepada beberapa pihak yang telah disepakati sebelumnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dana yang diterima PT. RPR kemudian dibagi-bagikan kepada beberapa daerah yang memiliki sumur minyak. Kabupaten Bengkalis mendapatkan bagian terbesar, yakni 17%, diikuti oleh Kabupaten Rokan Hilir (15%), Kabupaten Siak (12%), Kabupaten Kampar (5%), dan Kabupaten Rokan Hulu (1%). Provinsi Riau, sebagai pihak yang menaungi PT. RPR, menerima porsi terbesar, yaitu 50%.
Setelah dana disalurkan, PT. RPR tidak lagi memiliki wewenang atas penggunaannya. Pengelolaan dana tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab BUMD atau perusahaan daerah yang menerima alokasi dana tersebut. PT. RPR hanya bertugas untuk memverifikasi laba bersih yang dihasilkan dari dana PI yang telah disalurkan.
Menilai Penyidikan PT. LEB
Kembali ke kasus PT. LEB, Dr. Sopian Sitepu menilai bahwa Kejati Lampung perlu lebih teliti dalam menyelidiki proses penerimaan dan pengelolaan dana PI oleh PT. LEB. Sopian mempertanyakan apakah PT. LEB memiliki dasar hukum yang sah untuk menerima dana PI tersebut. Jika dana tersebut diterima berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) dan sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, maka secara hukum penerimaan dana tersebut tidak seharusnya menjadi masalah.
Menurut Sopian, pengelolaan dana PI oleh PT. LEB juga harus merujuk pada Rencana Kerja yang telah disusun oleh perusahaan tersebut dan disetujui melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika semua prosedur tersebut diikuti dengan benar, maka tindakan penyidikan yang dilakukan Kejati Lampung dapat dianggap prematur.
Lebih lanjut, Sopian menyarankan agar Kejati Lampung memeriksa secara lebih komprehensif apakah sudah ada bukti permulaan yang cukup untuk menunjukkan adanya tindak pidana. Jangan sampai proses penyidikan ini justru menciptakan opini yang salah di masyarakat dan membuat pemerintah kesulitan dalam mengambil keputusan.
“Jika memang ada dugaan perbuatan pidana, penyidikan harus dilakukan dengan dasar yang jelas dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Jangan sampai ada langkah yang diambil tanpa cukup bukti yang mendasarinya,” kata Sopian.
Dalam hal ini, publik dan pihak terkait perlu menunggu perkembangan lebih lanjut untuk memastikan apakah penyidikan terhadap PT. LEB benar-benar memiliki dasar yang kuat, atau justru merupakan langkah yang terburu-buru tanpa memperhatikan konteks pengelolaan dana PI yang sesungguhnya.***