oleh

Pertama Gelar Lomba Baca Puisi, DPD RI Gandeng Duta Baca Indonesia, Sastrawan dan Sutradara Teater Sentak Panggung Literasi Lampung

BANDAR LAMPUNG, PL– Sorak sorai kemenangan meriahkan kantor DPD RI ketika dewan juri mengumumkan tiga pemenang lomba baca puisi tingkat kategori Mahasiswa dan SMA sederajat, pada Sabtu, 19 November 2022.

Pemenang yakni Zeboa meraih juara tiga mendapat trofi dan uang tunai Rp500.000, Raihan Bagazi juara dua mendapat trofi dan uang tunai Rp1.000.000, lalu Nurdiana meraih juara satu mendapat trofi dan uang tunai Rp1.500.000.

Tiga dewan juri yaitu, Iin Muthmainah populer disebut pendongeng dan sudah mengenalkan literasi hingga ke bumi Cendrawasih, Ari Pahala Hutabarat ialah sutradara teater Kober dan nominator 5 besar Khusala Sastra Award, kemudian ada Edy Samudera Kertagama yang akrab disebut Nabi Penyair.

Kepala Sekretariat DPD RI dapil Lampung, Gino mengungkapkan–

Lomba baca puisi tingkat Lampung tersebut bertujuan mempopulerkan Dewan Perwakilan Daerah kepada generasi millenial.

“Belum banyak yang mengenal DPD RI sehingga menjadi tugas kami mempopulerkannya hingga sampai pada kalangan millenial,” ujarnya.

DPD RI memilih kegiatan lomba baca puisi bukan tanpa alasan. Pengurus instansi tersebut juga hendak mencerdaskan dan memantik kesadaran generasi millenial menerapkan semangat literasi.

“Generasi millenial ini cenderung independent dan bahkan apatis terhadap politik. Karena itu, selain mengenalkan DPD, kita juga ingin membangun kecerdasan generasi muda. Sebab melalui lomba ini, mereka diharapkan lebih memaknai isi dari teks itu sendiri,” ungkap Gino.

Bak gayung bersambut, duta baca Indonesia Gol A Gong yakni sastrawan asal Banten penulis buku Catatan Harian Si Boy turut menyampaikan apresiasi pada perhelatan tersebut.

Ia menilai baru pertama kali melihat keseruan pembacaan puisi yang dihelat Dewan Perwakilan Daerah.

“Saya pribadi merasa surprise mengetahui ada lomba baca puisi sehingga berkenan menyempaikan waktu untuk hadir sebab berdasar pengalaman baru ini ada panggung literasi yang dihelat lembaga legislatif tersebut,” tutupnya.

Para dewan juri kredibel pun memberi pembelajaran kepada peserta. Edy Samudera menganggap, banyak peserta yang salah menafsirkan teks puisi.

“Ada pembaca yang asyik diawal tapi ketika masuk bait yang lebih lanjut justru amburadul. Ini karena para peserta belum bisa memaknai isi dari puisi yang mereka bacakan,” tuturnya.

Ari Pahala Hutabarat lebih dalam lagi memberi materi untuk peserta. Untuk mengetahui tekstur puisi, pembaca mesti bisa melakukan interpretasi terhadap teks. Rata-rata peserta yang tampil malam itu dinilai Ari belum maksimal menafsirkan puisi yang dibacakan.

“Karena kita menginterpretasikan puisi maka tafsir itu penting. Dari tafsir, adek-adek mengetahui teksturnya. Jadi jelas mana yang deskriptif ekspresif dan mana yang deskriptif saja,” imbuhnya.

Begitu pun dengan Iin Muthmainah yang menambahkan penjelasan Ari. Emosi adalah struktur puisi, sedangkan tafsir ialah pondasinya. Jadi, pembaca diminta menguatkan pondasinya lebih dulu agar strukturnya kokoh.

“Rata-rata peserta masih belum kokoh bangunannya. Kalian perlu memahami motif dalam teks puisi untuk menguatkan bangunan emosi puisi. Diksi, tempo, penghayatan mesti seimbang di atas panggung pertunjukan. Nah yang utama untuk membangun itu semua adalah memahami dan melakukan interpretasi terhadap teks puisi,” tuturnya sebelum pengumuman pemenang berlangsung.

(Yusuf)