LAMPUNG TIMUR, PL– Lalulalang tronton bak tertutup tak pernah lengang di sejumlah ruas jalan penghubung Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur.
Tak jelas asalnya, truk-truk ‘raksasa’ itu saban hari mengangkut ribuan kubik pasir yang telah dikemas dalam karung oleh warga setempat sebagai pengolah.
Aktifitas ‘itu bukan baru ini terjadi, tapi pengambilan bahan tambang yang akan diolah jadi berbagai bahan industri itu telah berlangsung sejak puluhan tahun.
Dampak dari aktifitas itu, lingkungan sekitar porak poranda. Rakyat sebagai pengrajin, masih jauh hidup dibawah kemiskinan. Sedangkan pengusaha sebagai pengepul atau pembeli, pundi- pundi mereka kian menggunung.
Sebut saja Basir, salah satu pengolah pasir siap jual menjelaskan, era ’90-an sejumlah perusahaan besar berdiri di daerah itu. Dengan dalih telah mengantongi ijin dari pemerintah kala itu, pihak perusahaan semena-mena mengambil bahan tambang galian C tersebut.
Lalu, dengan puluhan dump truk, pasir diangkut ke dermaga di Lampung Selatan. Kemudian, dengan kapal tongkang kapasitas ribuan meter kubik, bahan tambang itu dibawa entah kemana.
Sejumlah warga mengatakan jika pasir itu dikirim ke Jakarta. Dan, tak sedikit dibawa pengusaha ke negara tetangga.
“Waktu itu perusahaan beroperasi hampir 24 jam. Begitu pula puluhan dump truk terus mengangkut menuju dermaga,” lanjut Basir.
Setelah belasan tahun “menguras’ habis pasir dari dalam perut bumi daerah itu, perusahaan berlalu begitu saja dan menutup usahanya.
Sementara, yang tertinggal berupa belasan hektar kubangan danau dengan kedalaman hingga belasan meter.
Warga pun saat ini hanya bisa menatap lautan danau bekas galian pasir.
“Saking dalamnya bekas galian, kami gak berani mendekat dan takut tenggelam,” ujar Basir.
Sepeninggal perusahaan itu, warga saat ini mengais pasir yang tersisa. Dengan peralatan seadanya mereka masih beraktifitas.
Pasir hasil galian tersebut diolah dengan cara dikeringkan lebih dulu lewat sinar matahari. Setelah itu, bahan tambang itu diolah jadi beberapa jenis, yakni pasir halus, silika dan kuarsa. Setelah dipilah, lalu dikemas dalam karung dan dijual ke pengusaha serta diangkut dengan tronton bak tertutup.
“Kami nggak tahu dibawa kemana pasir hasil olahan warga. Yang jelas, tugas kami mengolah dan menjual,” pungkas Basir.
Selain Basir, masih banyak warga daerah itu yang melakukan aktifitas yang sama. Tak heran, jika di tiap halaman rumah warga menumpuk pasir yang sedang dijemur untuk diolah.
“Untuk menyambung hidup, kami nggak ada pilihan lain selain mengolah pasir,” ujar teman Basir.
Ditanya ijin tambang, menurut warga hingga saat ini mereka tak tahu menahu soal ijin. Pasalnya, meskipun mereka beraktifitas secara terang-terangan, pemerintah atau aparat keamanan membiarkan aktifitas liat tersebut.
“Usaha kami terang-terangan atau di depan rumah. Soal ijin, kami enggak tahu menahu. Itu urusan pembeli,” ujar warga tanpa menyebut nama pembeli.
Merasa adem ayem alias tidak ada larangan apalagi sanksi hukum, sampai sekarang tak sedikit warga kecamatan itu lebih memilih usaha sebagai pengrajin pasir ketimbang pekerjaan lain. Dan, puluhan tronton pun leluasa mengangkut pasir yang telah diolah dan dikemas dalam karung tersebut.
Anggota DPRD Lampung Timur Periode 2014-2019 Azzohiri mengaku prihatin atas aktifitas perusahaan yang mengambil jutaan kubik pasir di kecamatan tersebut hingga puluhan tahun.
Selain telah merusak lingkungan, perusahaan juga meraup keuntungan yang fantastis. Diperkirakan, pada penghitungan masa itu, dalam setahun, tak kurang Rp 1,8 triliun keuntungan yang didapat perusahaan.
“Perusahaan kala itu dapat untung triliunan. Lantas, pemerintah dapat apa. Itu sudah sangat keterlaluan,” tegas Heri.
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Lampung Timur M. Yusuf HR menyatakan, aktifitas penambangan pasir itu adalah wewenang provinsi. Sedangkan Lampung Timur hanya punya wewenang menyangkut soal lingkungan hidup.
“Soal ijin tambang, itu wewenang provinsi. Tapi, soal lingkungan, Pemkab Lampung Timur punya tanggung jawab,” kata Yusuf.
Oleh sebab itu, pihaknya akan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup guna memantau aktifitas warga terkait eksploitasi pasir yang hingga kini terus berlangsung.
“Saya akan panggil Dinas Lingkungan Hidup dan segera turun lapangan,” tegasnya.
(Asir)