LAMPUNG TENGAH, PL– Lampung varian Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah dalam akhir-akhir ini dihebohkan oleh salah satu warganya yang bernama Sadem.
Ia diduga sedang melakukan perzinahan di rumah kontrakannya, dan dikenakan denda atau membayar kepada aparatur desa sejumlah 10 juta, jumat 20 Januari 2023.
Sudiyanto kepala kampung Varia Agung menjelaskan, apabila ada warganya yang tertangkap sedang melakukan perzinahan maka akan dikenakan denda sebesar 10 juta.
Namun di sini sadem bersama teman lelakinya yang berada di dalam rumah pada pukul 22.30 WIB, tidak sedang melakukan perzinahan namun hanya mengobrol.
Akan tetapi warga bersama aparat kampung melakukan penggerebekan kepada keduanya pada tanggal 29 Desember 2022, dan dikenakan denda sebesar 10 juta.
Karena tidak memiliki uang sampai ditanggal 9 Januari 2023, sapi milik Sadem akhirnya dibawa sebagai jaminan.
Menurut keterangan kepala kampung Sudianto melalui telepon seluler saat ini sapi sudah dijual.
“Sapi sekarang sudah dijual dengan harga 10 juta, karena sebagai jaminan dan ternyata bu Sadem tidak bisa membayar denda senilai 10 juta. Di sini kami sudah mengeluarkan peraturan kampung, bahwasanya apabila ada warga yang sedang melakukan perzinahan maka dikenakan denda sebesar 10 juta per orang,” terangnya.
Karena merasa apa yang telah dilakukan sudah sesuai dengan peraturan kampung maka kepala kampung Varia Agung Kecamatan Mataram Lampung Tengah siap menanggung konsekuensi ataupun sampai diadukan ke pihak yang berwajib terkait hilangnya sapi milik Sadem.
“Saya siap, silahkan proses secara hukum, berlanjut sampai ke meja hijau pun saya sudah siap,” ucapnya dengan nada menantang.
Selain itu, Sudiyanto kepala kampung Varian Agung mengatakan, uang 10 juta yang diminta kepada Sadem sudah dibuat pernyataan atau perjanjian dan juga sapi milik Sadem dijadikan sebagai jaminan, Apabila Sadem tidak bisa memberikan uang sebesar itu.
Namun saat ditanyakan, bukti surat pernyataan atau perjanjian, kepala kampung Varian Agung tidak bisa menunjukkan sampai saat ini.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU12/2011), peraturan desa tidak lagi disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu jenis dan masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, serta tidak boleh merugikan kepentingan umum salah satunya ialah mendiskriminasi terhadap suku, agama, kepercayaan, ras, antar golongan dan gender (jenis kelamin).
(*)