PANTAU LAMPUNG – Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DPC Lampung menyoroti penerapan asas dominus litis dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Mereka menilai konsep ini dapat memperbesar kewenangan jaksa tanpa pengawasan yang memadai, sehingga berpotensi menimbulkan ketimpangan hukum.
Ketua DPC PERMAHI Lampung, Tri Rahmadona, menegaskan bahwa asas dominus litis yang memberi jaksa kendali penuh atas proses penuntutan dapat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan.
“RUU KUHAP harus memastikan bahwa prinsip checks and balances tetap dijaga. Tanpa pengawasan yang ketat, kewenangan jaksa bisa disalahgunakan dan merugikan keadilan bagi masyarakat,” ujar Tri.
Kritik PERMAHI Lampung terhadap RUU KUHAP
🔹 Potensi Tumpang Tindih Kewenangan
- Pemberian kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam menentukan kelanjutan perkara bisa meminggirkan peran penyidik kepolisian dan pengadilan.
🔹 Minimnya Mekanisme Pengawasan
- Jika kewenangan jaksa tidak diimbangi dengan kontrol yang jelas, ada risiko keputusan hukum dipengaruhi oleh kepentingan politik atau ekonomi tertentu.
🔹 Ketidakjelasan dalam Regulasi
- RUU KUHAP tidak secara spesifik mengatur detail prosedur penyelidikan dan penyidikan, yang bisa menyebabkan bolak-baliknya berkas perkara dan memperlambat pencarian keadilan.
Tri Rahmadona menekankan bahwa pembahasan RUU KUHAP harus melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil, agar perubahan yang dilakukan benar-benar meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
“Revisi KUHAP seharusnya tidak hanya berfokus pada efisiensi, tetapi juga menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum,” pungkasnya.***