PANTAU LAMPUNG– PDIP dianggap terperangkap dalam strategi Jokowi jika tetap mengusung pasangan Pramono Anung dan Rano Karno untuk Pilkada Jakarta. Direktur Eksekutif Oversight of The Indonesian Democratic Policy, Satyo Purwanto, menilai bahwa langkah ini menunjukkan PDIP belum menyadari posisi mereka dalam permainan politik.
“Tanpa disadari, mereka kembali terjebak dalam perangkap. Calon yang mereka pilih merupakan representasi istana dan saat ini masih berperan sebagai staf Jokowi,” kata Satyo.
Pramono Anung, salah satu kader senior PDIP, saat ini menjabat di kabinet Presiden Jokowi, yang dinilai Satyo sebagai langkah yang tidak selaras dengan kebutuhan politik PDIP untuk memanfaatkan momentum yang ada.
Satyo mengkritik PDIP yang dinilainya gagal memanfaatkan momen perjuangan mahasiswa dan rakyat untuk memperjuangkan konstitusi dan demokrasi, terutama setelah penolakan terhadap revisi UU Pilkada yang memicu demonstrasi besar di seluruh Indonesia.
“Momentum ini akan lebih optimal jika PDIP mengusung Anies Baswedan. Anies dianggap sebagai simbol demokrasi dan perubahan, dan hasil riset internal menunjukkan bahwa dukungan terhadapnya mencapai 57 persen, yang berpotensi mendongkrak suara PDIP secara nasional,” jelas Satyo.
Dia juga menambahkan bahwa PDIP, sebagai partai yang merasakan tekanan kekuasaan, memiliki kesempatan untuk meraih simpati publik dan mendapatkan dukungan luas jika memilih Anies. “Jika PDIP tidak memanfaatkan momentum ini, patut dipertanyakan apakah mereka sedang berada dalam tekanan atau bahkan tersandera oleh ancaman tertentu,” tegas Satyo.
Sebelumnya, PDIP sempat mempertimbangkan untuk mengusung pasangan Anies-Rano, namun keputusan tersebut batal meskipun Anies sempat hadir di markas PDIP. Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan nama Anies, dan meskipun Pramono-Rano belum secara resmi diumumkan, nama mereka juga belum disebutkan dalam pengumuman kandidat Pilkada Jakarta.