oleh

Sepak Bola Indonesia Perlu Perbaikan Menyeluruh

Langkah Timnas Sepak Bola Indonesia terhenti di babak semifinal Piala AFF 2022 seusai ditekuk 2-0 oleh Vietnam di Leg Kedua, Senin malam (09/1) di Stadion My Dinh Hanoi, Vietnam.

Setelah sebelumnya Timnas Indonesia mampu menahan imbang 0-0 pada leg pertama di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Jumat (06/1/2023), maka sesuai regulasi AFF sebenarnya Timnas Garuda memiliki peluang besar untuk lolos ke babak final, apabila berhasil menahan imbang Vietnam dengan cacatan mampu memasukkan gol ke gawang lawan. Namun asa itu sirna, karena Vietnam selaku tuan rumah tampil sangat taktis dan superior.

Tim Golden Star Warriors Vietnam yang menduduki ranking 94 FIFA, harus diakui punya level jauh di atas Timnas Indonesia, yang berada pada ranking 151. Timnas Vietnam memiliki kemampuan individu, kematangan, dan kolektivitas tim lebih baik. Begitu juga dalam hal penguasaan bola, kemampuan pasing, pemahaman dan strategi bermain, serta bagaimana membaca permainan lawan, Vietnam jauh lebih matang dan unggul.

Timnas Vietnam hasil racikan pelatih Park Hang-seo bermain sangat taktis dan efektif. Tidak banyak peluang tercipta, tapi sekali dapat kesempatan bisa menjadi gol.

Jauh berbeda dengan Timnas Kita, saat leg pertama sebagai tuan rumah, begitu banyak peluang tercipta tapi terbuang sia sia, tak satupun bisa dikonversi menjadi gol. Banyak kelemahan dan kekurangan yang menjadi PR serius Shin Tae-yong.

Timnas asuhan STY ini semestinya sudah menjadi tim matang dan berkualitas, karena berisi pemain pemain terbaik, berpengalaman, dan disiapkan dalam waktu cukup Lama melalui beberapa kali pemusatan latihan.

Dengan kerangka dasar Timnas Garuda yang berhasil masuk final pada piala AFF 2020, yang kala itu lebih banyak dihuni oleh pemain pemain muda, minim jam terbang, penyempurnaan terus dilakukan dengan penambahan dan pergantian pemain untuk mendapatkan komposisi tim terbaik.

Rasanya baru kali ini, PSSI memberikan dukungan dan keleluasaan yang begitu optimal kepada pelatih Timnas.

Namun nampaknya konsistensi permainan Timnas Garuda menjadi persoalan serius. Dengan formasi yang cukup lengkap dan menjanjikan, kombinasi pemain yang berkompetisi di luar negeri dengan pemain pemain terbaik hasil kompetisi lokal, plus pemain naturalisasi sekelas Jordi Amat, Marc Klok, Ilija Spasojevic performa Timnas Garuda jauh dari harapan.

Begitu sulit untuk menang melawan Thailand dan Vietnam, dan harus menang secara susah payah melawan Kamboja dan Pilipina. Seolah semua kemampuan dan pengalaman yang ada luruh, tinggal menyisakan keraguan dan kebingungan.

Witan Sulaiman dan Egy Maulana yang sebenarnya banyak diharapkan mampu mengangkat performa Timnas, karena punya pengalaman bermain cukup lama di Eropa, justru tampil melempem, bahkan dipertandingan terakhir Egy MV hanya duduk dibangku cadangan.

Begitu juga Asnawi Mangkualam Bahar pemain asli Makasar, dengan bekal dua tahun di Liga 2 Korsel sebagai dan salah satu anak emas STY, juga kehilangan diterminasi. Sadil Ramdani yang tampil impresif bersama Sabah FA di Liga Malaysia juga setali tiga uang, tidak mampu memberikan dampak positif pada permainan tim.

Secara umum pemain pemain kita tidak tampil dalam performa terbaiknya. PSSI nampaknya perlu menelisik lebih dalam, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa pemain pemain kita tidak berkembang semakin matang, justru terlihat stagnan dan tidak jarang layu sebelum berkembang.

Kita yakin dan percaya akan kemampuan dan kualitas STY, pelatih dengan pengalaman dan kualitas internasional, mampu membawa Timnas Garuda terbang tinggi. Setelah mampu membawa Timnas Garuda masuk Final AFF 2020, kemudian berhasil membawa Timnas U20 dan Timnas Senior lolos ke Piala Asia. Juga mampu membawa Timnas tampil cukup menjanjikan saat dua kali berhasil menekuk Timnas Curacao (rangking 84 FIFA) di laga ujicoba baru baru ini. Ada progres yang menjanjikan.

Namun, ketika melihat permainan Timnas Garuda dibabak fase grup dan semifinal piala AFF 2022, terasa ada yang aneh. Pemain pemain yang biasanya mampu tampil bagus, trengginas, justru terlihat payah.

Cideranya Dimas Drajad membuat lini depan Timnas Garuda seakan lumpuh. STY dengan segala pertimbangan akhirnya memanggil striker naturalisasi dan top skor liga I 2021/2022 Ilija Spasojevic, ternyata juga tidak banyak membantu, Spaso tampil melempem, bahkan jarang diturunkan sebagai starter.

Muhammad Rafli yang sudah berulang kali mendapatkan kepercayaan dipanggil ke Timnas, juga tidak berubah, tetaplah menjadi stiker tanpa mampu mencetak gol.

Melihat kondisi tersebut, Timnas sangat merindukan hadirnya penyerang penyerang ganas berkualitas tempo doeloe seperti Ramang, Risdianto, Ricky Yacob, Adolf Kabo, Bambang Nurdiansyah, Bambang Pamungkas, Ilham Jaya Kesuma, Gendut Doni, Si Krempeng Kurniawan Dwiyulianto, Budi Sudarsono, Widodo Cahyono Putro dll. Mungkin bener kata banyak pengamat, kita minim penyerang berkualitas karena klub klub Liga I terlalu mengandalkan striker asing, menjadikan striker lokal kekurangan jam terbang dan kesempatan bermain.

Sebagai pendukung Timnas, nampaknya kita mesti menyiapkan kesabaran dan kekuatan mental secara khusus, serta tidak berharap terlalu tinggi, dan maklum bahwa Timnas kita belum banyak mengalami kemajuan.

Pelatih sekaliber STY sekalipun, ternyata tidak bisa instan merubah Timnas Garuda menjadi tim yang berkualitas, punya kematangan, memiliki konsistensi dalam permainan, dan mampu berprestasi tinggi.

Ada beberapa faktor yang mesti segera dibenahi secara menyeluruh dan simultan. Perbaikan semua aspek yang terkait dengan sepakbola nasional harus segera dilakukan. Mesti menyeluruh, tidak bisa gradual apalagi sepotong sepotong.

Infrastruktur sepakbola baik yang keras maupun lunak mesti segera di benahi. Stadion, lapangan pertandingan, sarana dan prasarana latihan, wasit dan perangkat pertandingan, kurikulum pembinaan usia dini, dah pelatih berkualitas harus menjadi prioritas program.

Pembinaan usia dini, harus mendapat perhatian serius dan menjadi prioritas program ke depan. Klub-klub peserta Liga (Liga 1 khususnya) wajib memiliki tim kelompok umur di berbagai level. Setiap klub peserta Liga harus memiliki akademi sepakbola yang terstandar, baik fasilitas, pelatih, maupun kurikulumnya. Tidak boleh tidak dan tanpa kompromi. Karena hanya dengan pembinaan usia dini yang berkualitas, kita akan mampu melahirkan pemain pemain yang berkualitas.

Kompetisi domestik di berbagai level harus ditingkatkan kualitasnya. PT. LIB sebagai operator kompetisi harus mampu mengelola kompetisi secara efektif, efisien dan berkualitas. Fokus pada kualitas bukan kuantitas. Kompetisi harus di jalankan dengan Standar Operasional Prosedur yang ketat, jelas, dah tegas. Tragedi Kanjuruhan harus jadi catatan kelam, yang tidak boleh terulang.

Selama kompetisi kita masih amburadul, gaduh, rusuh. Klub-klub peserta Liga juga tampil dengan kualitas seadanya, home base yang tidak jelas, pindah pindah, nomaden, dengan sarana dan prasarana pendukung kompetisi yang serba terbatas, maka kompetisi kita akan tetap terpuruk.

Apalagi kualitas dan profesionalisme wasit dan perangkat pertandingan lainnya juga masih terus jadi sorotan, maka berharap kompetisi kita membaik dan akhirnya bermuara pada pembentukan Timnas yang berkualitas, bagaikan menggantang asap. Jauh panggang dari api.

Terbukti, dengan segala hiruk pikuk, kegaduhan, dan kerusuhan yang terjadi, ranking kompetisi kita berada di urutan antah berantah di level Asia. Ranking kompetisi berbanding lurus dengan prestasi klub klub kita di kompetisi antar klub Asia. Klub terbaik Liga I kita, nyatanya sangat sulit bersaing dengan klub negara lain, jangankan dengan klub asal Jepang, Korsel, Arab Saudi, Iran, Uzbekistan dll, dengan klub asal Malaysia, Singapura, Myanmar dan Kamboja aja sudah tertinggal.

Liga I terlihat ramai, heboh, dengan jumlah suporter dan penonton yang besar, sponsor bertaburan, tapi kropos, tak berkualitas, beda tipis dengan kompetisi Tarkam.

Di Level Asia, kompetisi klub teratas kita (Kompetisi Liga I) tahun 2022, berada di ranking 27, Malaysia 10, Thailand 11, dan Vietnam urutan 12. Kita berada di urutan enam tingkat Asia Tenggara, di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura dan Pilipina, hanya sedikit lebih baik dari Brunei Darusalam, Laos dan Timur Leste.

Janganlah dibandingkan dengan negara Arab Saudi, Jepang, Korsel, Uzbekistan, Iran, Qatar, dan juga UEA sebagai negara negara elit sepakbola Asia, kita seolah berada di posisi antah berantah. Itulah kondisi sepakbola kita hari ini. Tragis dan miris, tapi itulah faktanya.

PT. LIB sebagai operator kompetisi cobalah belajar ke negara negara tetangga yang level kompetisinya jauh lebih baik dari kita. Kenapa mereka bisa mengelola kompetisi sebegitu baik. Dari sisi potensi dan sumber daya, kita punya lebih dari mereka. Persoalannya mau tidak kita berubah untuk maju, berubah menjadi lebih baik. Langkah apa yang bisa dan harus kita lakukan untuk mengoptimalkan potensi yang ada tersebut menjadi produktif, menjadi bermakna bagi peningkatan kualitas persepakbolaan Indonesia?

Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang sebentar lagi digelar, sebagai bagian dari hasil evaluasi pasca Tragedi Kanjuruhan, harus bener bener jadi momentum dan dijadikan tonggak perbaikan secara menyeluruh seluruh aspek dan sendi-sendi persepakbolaan Indonesia, tanpa kecuali. Seluruh stakeholder harus terlibat baik secara aktif maupun pasif, sehingga KLB PSSI mampu menghasilkan Visi, Misi dan Program yang dapat menjawab dan menjadi solusi terbaik bagi persepakbolaan nasional.

Khusus kepada para pemilik suara (voters) diantaranya yaitu klub-klub Liga I, Asosiasi Pendiri PSSI, serta Asosiasi Provinsi PSSI yang memiliki mandat/ suara untuk memilih Ketua Umum PSSI dan anggota Exco PSSI mesti bertindak jujur, transparan, objektif, dan sportif. Mampu memilah dan memilih orang orang yang kompeten, punya integritas, punya moralitas yang baik, profesional dan memiliki rekam jejak yang mumpuni dalam mengelola persepakbolaan nasional. Jauhkan Kongres dari praktek politik uang dan kepentingan kepentingan lain di luar urusan sepakbola. Apalagi menjelang tahun politik ini, maka sangat dimungkinkan adanya intervensi politik dari pihak pihak tertentu. Nasib dan wajah PSSI ke depan sangat tergantung kepada para pemilik suara.

Rasanya sudah begitu lama kita merindukan, berharap dan juga mimpi memiliki Timnas Sepak Bola yang membanggakan karena berkualitas, mampu berprestasi di level Asean, Asia bahkan jika mungkin lolos Piala Dunia.

Kita optimis, dengan perbaikan secara menyeluruh dan simultan, dengan segala keunggulan dan potensi yang kita miliki, asa itu akan bisa terwujud. Semoga STY dan seluruh tim pelatih mampu membawa Timnas U20 yang akan berkompetisi di Piala Dunia U20 pada bulan Mei – Juni 2023 mendatang melangkah jauh, meraih prestasi membanggakan. Begitu juga Timnas Garuda Senior mampu berprestasi bagus di kejuaraan Asia 2023. Meminjam istilah Mantan Bupati Gianyar Bali waktu lalu “Kalau Mau Pasti Bisa”. Semoga!