PANTAU LAMPUNG- Bahasa Lampung kini menghadapi ancaman serius kepunahan. Minimnya generasi muda yang aktif menggunakan bahasa ibu ini membuat eksistensinya kian memudar di tengah arus globalisasi. Namun, ada secercah harapan lahir dari upaya kreatif melalui karya sastra, khususnya puisi terjemahan ke dalam bahasa Lampung.
Langkah ini digaungkan Djuhardi Basri, dosen bahasa dan sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO) Lampung Utara sekaligus penyair dan sutradara. Dalam kegiatan bertajuk Pelatihan Menulis Puisi dan Alih Bahasa yang digelar pada Kamis, 18 September 2025, Djuhardi menegaskan bahwa penerjemahan puisi bukan sekadar latihan akademis, melainkan bentuk penghargaan terhadap bahasa ibu sekaligus strategi nyata menjaga bahasa Lampung dari kepunahan.
“Kita perlu menghidupkan bahasa Lampung dalam karya sastra. Dengan menerjemahkan puisi, bahasa Lampung akan tetap hidup, tidak hanya dalam percakapan sehari-hari, tapi juga dalam literasi budaya,” tegasnya.
Kegiatan ini terselenggara berkat dukungan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 7 Bengkulu-Lampung, UMKO, dan PW Muhammadiyah Lampung. Peserta yang hadir tidak hanya mahasiswa, tetapi juga pegiat sastra, guru, dan komunitas budaya, menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap misi penyelamatan bahasa Lampung.
Djuhardi menjelaskan, ada perbedaan mendasar antara karya terjemahan dan saduran. Menurutnya, terjemahan sastra menuntut kesetiaan penuh pada karya asli, sementara saduran lebih memberi ruang kebebasan bagi penulis dalam beradaptasi. “Kesetiaan dalam terjemahan adalah kunci menjaga makna dan keindahan karya, tanpa menghilangkan ruh dari bahasa aslinya,” ujarnya.
Sementara itu, sastrawan terkemuka Lampung, Isbedy Stiawan ZS, turut memberi pandangan tentang proses kreatif menulis puisi. Ia memaparkan langkah-langkah penting yang harus ditempuh, mulai dari menemukan ide, mengolah gagasan, menentukan sudut pandang (angle), merumuskan masalah, hingga memilih judul dan diksi yang tepat. Menurutnya, setiap puisi lahir dari proses panjang yang memadukan imajinasi dengan teknik.
Inisiatif ini tidak hanya menyasar pada pelestarian bahasa, tetapi juga membangun kesadaran generasi muda untuk bangga menggunakan bahasa Lampung. Dengan adanya karya sastra berbahasa Lampung, diharapkan masyarakat dapat kembali menumbuhkan kedekatan emosional dengan bahasa ibu mereka.
Bahasa adalah identitas, dan hilangnya bahasa berarti hilangnya jati diri. Oleh sebab itu, gerakan literasi dan terjemahan puisi ini diyakini menjadi langkah strategis untuk melawan ancaman kepunahan bahasa Lampung. Lebih dari sekadar menjaga kosakata, ini adalah upaya melestarikan nilai, budaya, dan kebanggaan masyarakat Lampung untuk diwariskan kepada generasi mendatang.***