PANTAU LAMPUNG– Suasana rindang di jalan komplek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pringsewu kini tinggal kenangan. Pohon ketapang kencana yang sudah tumbuh subur lebih dari lima tahun di median jalan, resmi dibongkar habis dan diganti dengan jenis tanaman lain.
Keputusan pembongkaran ini langsung memicu perdebatan. Pasalnya, sebelum dibongkar, pohon ketapang kencana telah memberikan kesejukan dan keteduhan bagi pengguna jalan maupun pegawai yang beraktivitas di area perkantoran Pemkab Pringsewu. Kini, tanpa deretan pohon tersebut, suasana jalan terasa gersang dan panas menyengat, terutama pada siang hari.
Aksi pembongkaran ini pun mendapat sorotan tajam dari sejumlah anggota DPRD Pringsewu. Dalam sidang paripurna beberapa hari lalu, Fraksi Partai Golkar melalui juru bicaranya, Amad Nijar, menilai langkah Pemkab tidak tepat. “Pohon yang sudah ada sebenarnya cukup dirawat saja. Masih banyak lokasi kosong yang bisa ditanami tanaman baru tanpa harus mengganti yang lama,” tegasnya.
Namun, pandangan berbeda disampaikan Fraksi PAN melalui Dedi Sutarno. Ia menilai pembaruan tanaman bukanlah masalah besar, apalagi di lapangan sudah terlihat adanya tanaman pengganti. “Insya Allah soal taman, bupati paham betul. Beliau punya pengalaman mengelola tempat wisata, dan tentu ada tim ahli yang menanganinya,” ujarnya.
Meski demikian, suara masyarakat mulai bergema di media sosial dan forum publik. Banyak yang mengeluhkan kondisi jalan yang kini terasa lebih panas, dan mempertanyakan alasan sebenarnya di balik pembongkaran pohon-pohon yang sudah tumbuh sehat itu. Beberapa warga menilai, penataan kota seharusnya memperhatikan kenyamanan lingkungan, bukan hanya aspek estetika.
Kontroversi ini seakan membuka diskusi lebih luas tentang tata kelola ruang hijau di Pringsewu. Apakah keputusan mengganti ketapang kencana dengan jenis tanaman baru mampu menghadirkan kenyamanan yang sama? Atau justru menambah daftar kebijakan yang menuai kritik dari masyarakat?***