PANTAU LAMPUNG– Di tengah gencarnya program bantuan sosial pemerintah, masih ada keluarga yang harus bertahan hidup dalam kondisi memprihatinkan. Deri Supriyadi (34), warga Dusun 4, Desa Suka Maju, Kecamatan Abung Tinggi, Lampung Utara, bersama istri dan tiga anaknya, telah bertahun-tahun tinggal di gubuk sempit berukuran 2×2 meter, yang dulunya merupakan kandang kambing.
Meskipun sudah berkali-kali mengajukan bantuan rumah layak huni, harapannya tak pernah terwujud. Setiap tahun, berbagai pihak datang mencatat namanya dan meminta dokumen seperti KTP dan KK, namun bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang.
“Kami sudah terlalu sering dijanjikan. Setiap ada pendataan, kami diminta menyerahkan fotokopi KTP dan KK, tapi hasilnya nihil. Sementara, ada yang rumahnya lebih layak malah mendapatkan bantuan,” ujar Deri.
Deri bukan satu-satunya warga yang mengalami nasib ini. Husairi dan Dedi Sanjaya, yang juga tinggal di Dusun 4, merasakan ketidakadilan dalam distribusi bantuan pemerintah.
“Kami benar-benar tidak paham bagaimana sistemnya. Kami yang jelas-jelas hidup dalam kondisi memprihatinkan justru diabaikan, sementara yang lebih mampu justru mendapatkan bantuan,” keluh Husairi.
Sebagai buruh serabutan, Deri hanya bisa mengandalkan penghasilan kecil yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi membangun rumah. Satu-satunya bantuan yang pernah diterimanya hanyalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari desa, yang jumlahnya sangat terbatas.
Kisah Deri dan warga lainnya menjadi potret nyata ketimpangan distribusi bantuan sosial. Di tengah upaya pemerintah menekan angka kemiskinan ekstrem, masih ada warga yang terjebak dalam kondisi hidup yang jauh dari kata layak.
Sampai kapan mereka harus menunggu kepedulian dari pihak berwenang?***