PANTAU LAMPUNG – Kondisi pasar di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) semakin memprihatinkan. Selain fasilitas yang semakin rusak, pedagang juga mengeluhkan sistem retribusi yang tidak transparan dan diduga dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Para pedagang yang berjualan di pasar-pasar tradisional tersebut diwajibkan membayar dua jenis retribusi, dengan nominal Rp 3.000 pada karcis merah muda dan Rp 2.000 pada karcis kuning. Namun, terdapat dugaan bahwa uang tersebut tidak disalurkan dengan baik.
Menurut beberapa pedagang, apabila mereka memilih untuk tidak menerima karcis, mereka hanya diminta membayar Rp 2.000 saja. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa sisa uang yang tidak tertera pada karcis mungkin tidak sampai ke kas daerah.
“Kadang saya bingung, Pak. Kalau terima karcis, bayar Rp 5.000, tapi kalau nggak mau terima karcis, bayar hanya Rp 2.000 saja. Kemana uangnya ya?” ungkap salah satu pedagang dengan rasa curiga.
Tak hanya soal retribusi, para pedagang juga merasakan dampak menurunnya daya beli masyarakat yang berimbas pada pengurangan jumlah pembeli. Banyak lapak dagang yang terpaksa ditutup karena tidak ada pembeli yang datang, sehingga pedagang lebih memilih untuk tidak berjualan lagi.
“Sudah hampir setengah tahun ini saya tidak buka lapak, karena tidak ada yang membeli barang saya. Pasar yang semakin berantakan membuat pembeli malas datang,” jelas seorang pedagang dengan nada kecewa.
Melihat kondisi tersebut, masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Lampung Utara segera turun tangan dan melakukan perbaikan di pasar-pasar tradisional agar dapat mengembalikan fungsi pasar sebagai pusat transaksi yang menguntungkan bagi semua pihak.***