PANTAU LAMPUNG – Anggota Komisi II DPR, Ali Ahmad, mengingatkan pemerintah untuk bersikap lebih realistis terkait rencana pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Ia mengungkapkan bahwa wacana pemindahan ASN ini, yang sebelumnya gagal terlaksana pada 2024, sebaiknya tidak terburu-buru dilakukan.
Ali menilai bahwa pemindahan ASN ke IKN tidak boleh dipaksakan dengan cepat, karena dapat menimbulkan risiko bagi keselamatan dan kenyamanan hidup para ASN tersebut. Ia menegaskan bahwa pemindahan ini harus menunggu arahan lebih lanjut dari Presiden Prabowo Subianto melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres).
“Pindah ke IKN bukan perkara mudah. ASN yang sudah lama tinggal di Jakarta bersama keluarga besar mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya baru, dan tentu saja tidak bisa membawa seluruh keluarga mereka,” ujar Ali.
Ali mengidentifikasi dua tantangan besar yang akan dihadapi oleh ASN dalam proses pemindahan ke IKN. Pertama, ASN akan menghadapi adaptasi dengan kondisi cuaca, ketersediaan fasilitas dasar seperti air dan listrik, akses publik, serta infrastruktur jalan dan pasar yang mungkin belum memadai. Kedua, mereka juga harus berjuang meninggalkan kehidupan mapan di Jakarta dan beradaptasi dengan kehidupan baru di IKN.
Oleh karena itu, Ali menilai bahwa rencana pemindahan ASN ini tidak cukup dengan hanya janji-janji, melainkan harus disertai dengan penguatan mental dan motivasi yang kuat.
“Lebih baik jika disertai motivasi perjuangan sebagai pelopor ibu kota baru yang kelak akan tercatat dalam sejarah bangsa,” tambahnya.
Selain itu, Ali juga menyoroti anggaran untuk IKN dalam APBN 2025 yang masih sangat terbatas, hanya sebesar Rp6,3 triliun dari total anggaran Rp400,3 triliun. Meski demikian, ia mengapresiasi rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mulai berkantor di IKN pada tahun 2028 atau 2029, setelah infrastruktur lembaga politik siap berfungsi, yang dianggap sebagai langkah strategis dan visioner.
“Seorang menteri adalah pembantu presiden. Jangan sampai kebijakan menteri melampaui keputusan presiden,” tegas Ali.***