PANTAU LAMPUNG – Warga Kota Banjarbaru mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Erna Lisa Halaby-Wartono, meraih kemenangan hampir 100 persen dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Kemenangan telak pasangan nomor urut 1 ini memicu kecurigaan publik, karena hasil suara pasangan lawannya, Muhammad Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, tercatat kosong.
Gugatan yang diajukan pada Rabu, 4 Desember 2024, ini melibatkan dua pemohon, yaitu seorang pemantau pemilu dan seorang warga pemilih. Tim hukum yang mendampingi mereka adalah kantor hukum Integrity yang bergabung dengan Tim Hukum Banjarbaru Haram Manyarah (Hanyar).
Denny Indrayana, yang memimpin tim hukum tersebut, menyatakan bahwa ada dua permohonan dalam gugatan ini, dengan satu di antaranya terkait dengan pemantau pemilu. “Hari ini adalah batas waktu untuk memasukkan perbaikan dokumen gugatan,” ujar Denny.
Menurut Denny, proses pemungutan suara yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru tidak konstitusional. Berdasarkan rekapitulasi KPU, pasangan Erna-Wartono meraih 36.135 suara sah. Namun, pasangan Aditya-Said, yang semula ikut bertarung, tercatat mendapatkan 0 suara. Pencalonan mereka bahkan dibatalkan oleh KPU setelah diduga melakukan pelanggaran administratif, sehingga suara untuk pasangan tersebut dianggap tidak sah.
Pihak pemohon berpendapat bahwa penghitungan suara di lima kecamatan di Kota Banjarbaru hanya mencatat suara sah untuk pasangan Erna-Wartono, sementara suara untuk Aditya-Said masuk dalam kategori tidak sah, dengan total suara tidak sah mencapai 78.736 suara.
Dalam total 403 tempat pemungutan suara (TPS) di Banjarbaru, KPU mencatat ada 114.871 pemilih yang menggunakan hak suara. Kemenangan Erna-Wartono dengan perolehan hampir 100 persen suara ini dinilai tidak wajar oleh banyak pihak.
“Pokok persoalannya adalah suara pemilih Banjarbaru dianggap tidak sah. Seharusnya, pasangan calon yang tersisa melawan kotak kosong, tetapi ini tidak terjadi,” jelas Denny.
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK membatalkan keputusan KPU yang memenangkan pasangan Erna-Wartono, serta mengadakan pemilihan ulang atau Pemungutan Suara Ulang (PSU) dengan pasangan yang tersisa melawan kotak kosong.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Lolly Suhenty, menilai bahwa tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada oleh KPU. Menurutnya, KPU hanya menjalankan rekomendasi yang diberikan oleh Bawaslu. “Jika yang dilakukan KPU sudah sesuai dengan rekomendasi, maka itu tidak bisa disebut sebagai pelanggaran,” ujar Lolly.***