PANTAU LAMPUNG – Publik mencermati sikap Presiden Joko Widodo yang dianggap inkonsisten dalam upayanya membela dinastinya.
Awalnya, Jokowi menyebut revisi Undang-Undang Pilkada yang dilakukan Baleg DPR sebagai proses konstitutif, meski tidak sesuai dengan perintah Mahkamah Konstitusi (MK). Jokowi juga mengaku menghormati kewenangan dan keputusan masing-masing lembaga negara.
Namun, ada ketidaksesuaian antara pernyataan awal Jokowi dengan sikapnya setelah lima tahun. Presiden yang sebelumnya menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, kini menunjukkan sikap berbeda.
Perubahan sikap ini dimulai saat MK memutuskan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024, yang diduga memuluskan jalan putra Jokowi untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden. Keputusan ini diambil setelah mengabulkan gugatan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru. Jokowi saat itu menghindari komentar tentang putusan MK yang dipimpin oleh Anwar Usman, adik ipar Jokowi, dengan menyarankan agar pertanyaan dialamatkan langsung ke MK untuk menghindari tudingan campur tangan dalam wewenang yudikatif.
Namun, ketika DPR berusaha untuk mengabaikan putusan MK terkait revisi UU Pilkada, Jokowi kembali menunjukkan sikap berbeda dengan menyatakan, “Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara.” Ia menilai hal tersebut sebagai proses konstitusional yang wajar dalam lembaga negara.
Setelah aksi massa besar-besaran yang mendukung putusan MK, DPR akhirnya gagal mengesahkan revisi UU Pilkada. Jokowi pun tak bisa berbuat banyak ketika putra kesayangannya, Kaesang, gagal maju dalam Pilgub Jawa Tengah, meski sudah dipasangkan dengan Ahmad Luthfi. Jokowi bahkan menyatakan tidak akan mengeluarkan perppu Pilkada untuk memuluskan pencalonan Kaesang.
Akhirnya, rakyat merasa kemenangan mereka dalam melawan upaya pemerintah dan DPR yang dianggap tidak adil.