BANDAR LAMPUNG, PL– Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana, menargetkan di wilayahnya bukan hanya percepatan penurunan angka stunting namun zero kasus.
Menurut Walikota Eva, di Bandar Lampung sendiri angka stunting sudah berada di angka 11 persen.
“Jadi stunting kita angkanya sudah turun jauh 11 persen, sementara target dari pemerintah pusat 14 persen. Kita targetkan mudah-mudahan ke depan zero stunting di Kota Bandar Lampung,” kata Eva, saat mengukuhkan 200 lebih Genre atau Roming (Remaja dan Organisasi Masyarakat Peduli Stunting) di Gedung Semergaou, Jumat (16/6).
Adanya target zero tersebut, Pemkot mengambil langkah cepat dengan mengukuhkan ratusan genre stunting guna mensosialisasikan ke masyarakat terhadap pencegahan stunting di Kota Tapis Berseri.
“Kedepan mereka bisa mensosialisasikan ke masyarakat yang sudah menikah membawa anaknya ke Puskesmas, ke rumah sakit dan jangan lupa pemberian asupan gizi kepada anak-anak. Serta bertugas untuk mensosialisasikan pencegahan pernikahan dini,” ujar Eva.
Eva mengatakan, 200 lebih genre ini tersebar di kecamatan hingga kelurahan se-Bandar lampung. Dimana nantinya, melalui mereka akan membagikan makanan bergizi ke masyarakat guna mencegah stunting.
Lanjut Eva, Untuk anggarannya sendiri Bandar Lampung mendapat aliran dana Rp2 miliar dari pemerintah pusat untuk pencegahan stunting.
“Iya Rp2 miliar, itu untuk makanan, untuk pelatihan untuk sosialisasi, untuk semuanya lah agar angka stunting di Bandar Lampung menurun,” jelasnya.
Sementara itu, Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Lampung Nurizky Permanajati mengatakan, sesuai arahan Perpres no 72. Pihaknya melakukan pencegahan stunting dari hulu, yaitu mulai dari pendampingan calon remaja, pengantin, ibu hamil, menyusui sampai dengan balita.
“Tetapi memang untuk percepatan penurunan stunting tidak hanya action, tapi juga harus ada planningnya,” ungkapnya.
Prevalensi stunting di Lampung diangka 15,2 persen, namun kedepan bisa lebih turun lagi, bisa di bawah 10 persen.
Nurizky menjelaskan, masalah stunting terbesar mulai dari kesalahan pola pengasuhan, akses faskes, akses pangan, dan akses air bersih.
“Karena stunting selain kurang gizi disebabkan oleh infeksi yang berulang, infeksi yang berulang disebabkan oleh kualitas air bersih. Jadi tentunya hal itu sangat berkorelasi,” lanjut Nurizky.
Karena dari itu, langkah yang diambil harus sangat komprehensif, intervensi stunting harus dilakukan bersama-sama baik intervensi spesifik yang memberikan asupan langsung.
“Tetapi juga sensitif, yaitu memberikan akses air bersih, jalan, sanitasi, jamban, dan lain-lain,” tutupnya.
(*)