PANTAU LAMPUNG– Petani singkong di Lampung tengah menghadapi dilema yang serius. Di Mesuji, misalnya, sejumlah pabrik tapioka yang sebelumnya menjadi tempat utama penjualan singkong kini menutup operasionalnya, menyebabkan harga singkong anjlok dan tanaman yang tidak segera dipanen terancam busuk.
Para petani merasa terjebak dalam situasi sulit. Banyak pabrik yang menghentikan pembelian singkong dari petani lokal, bahkan saat tanaman mereka sudah siap panen. Salah satu alasan penutupan ini adalah ketidakmampuan pengusaha untuk membeli singkong sesuai harga yang ditetapkan oleh Pemprov Lampung, yaitu Rp 1.400 per kilogram.
Wayan, seorang petani singkong di Mesuji, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebutkan tahun ini sebagai yang terburuk bagi para petani singkong, dengan harga yang terus menurun dan cuaca buruk yang mempercepat pembusukan singkong. “Petani singkong tidak baik-baik saja, kami harus sabar menunggu harga stabil dan cuaca tidak menentu,” ujarnya.
Selain itu, petani lainnya, Komang, juga merasakan dampak serius dari penutupan pabrik. Banyak tanaman singkong yang kini memasuki masa panen, tetapi mereka terpaksa menunda panen karena tidak ada tempat untuk menjualnya. “Kami kebingungan, mau jual ke mana lagi singkong ini?” ujar Komang, sambil berharap pemerintah turun tangan untuk membantu mengatasi masalah ini.
Anom, petani lainnya, juga mengeluh dengan situasi yang sama. Ia memiliki tanaman singkong yang sudah siap panen, namun pabrik-pabrik tetap tutup. “Lagi butuh uang untuk keluarga, tapi pabrik malah tutup. Kami bingung harus bagaimana,” keluhnya.
Di sisi lain, Kiki, kasir Pabrik Tapioka BW Tulangbawang, mengonfirmasi penutupan pabrik mereka sejak 24 Januari 2025. Menurutnya, penutupan ini terjadi setelah manajemen mengeluarkan surat pemberitahuan yang menangguhkan operasi.
Menyikapi masalah ini, Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung mendesak agar pemerintah pusat segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan harga singkong yang melanda petani di Lampung.***