PANTAU LAMPUNG– Ricardo Rusdi Gedung, Penasihat Hukum dari terpidana DA, menegaskan bahwa pihaknya sangat mematuhi Putusan Mahkamah Agung RI/Kasasi Nomor 7641 K/Pid.Sus/2024 yang dikeluarkan pada 14 Desember 2024. Pada Senin, 9 Desember 2024, sekitar pukul 13.00 WIB, Ricardo mendatangi Kejaksaan Negeri Kotabumi untuk membayar Uang Pengganti senilai Rp170.000.000, sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban hukum terhadap kasus yang melibatkan proyek jalan di Kabupaten Lampung Utara.
“Sebagai bentuk kepatuhan terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang sudah inkracht, klien kami langsung menginisiasi pembayaran uang pengganti kepada Kejaksaan Negeri Kotabumi tanpa perlu diminta,” jelas Ricardo pada Selasa, 10 Desember 2024.
Ricardo juga menanggapi pertanyaan publik terkait perbedaan signifikan antara uang pengganti yang telah dibayarkan sebesar Rp170.000.000 dan total kerugian negara yang mencapai Rp2.089.752.153,31. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh status kliennya sebagai Direktur dari CV. AH yang hanya meminjamkan atau menyewakan perusahaan untuk mengerjakan proyek jalan Sukamaju – SP Tata Karya dan jalan Isorejo – Bandar Agung. Nilai kontrak kedua proyek tersebut masing-masing mencapai Rp3.356.484.000 dan Rp3.477.371.000 pada tahun anggaran 2019, dengan kerugian negara yang signifikan.
“Fee peminjaman perusahaan hanya sebesar Rp170.000.000, yang sesuai dengan jumlah uang pengganti yang dibayarkan,” lanjut Ricardo.
Mengenai pertanyaan mengenai kerugian negara yang mencapai lebih dari dua miliar, Ricardo menegaskan bahwa kliennya bukanlah pihak yang bertanggung jawab penuh. Dalam penjelasan yang diunggah melalui akun Facebook pribadinya, Ricardo mengklarifikasi bahwa tanggung jawab atas kerugian tersebut bukan terletak pada kliennya, melainkan pada pihak lain yang hingga kini belum diproses hukum.
“Klien kami hanya seorang Direktur perusahaan yang dipinjamkan kepada beberapa pihak untuk mengerjakan proyek tersebut. Dia bukan pemilik pekerjaan atau pelaksana proyek,” tegas Ricardo.
Ricardo juga mengungkapkan bahwa kliennya bersama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Lampung Utara telah diproses hukum dan dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung. Namun, dia mempertanyakan mengapa hanya mereka yang diproses, sementara sejumlah pihak lain yang terlibat dalam proyek ini belum terjerat hukum.
“Dalam perkara ini, banyak pihak lain yang terlibat, seperti kontraktor dan oknum Kepala Dinas PUPR, yang hingga kini tidak ada tindakan hukum yang jelas. Klien kami terkena delik korupsi hanya karena ada aliran uang untuk sewa perusahaannya, sementara pihak lain yang lebih bertanggung jawab belum diproses,” ungkap Ricardo.
Lebih lanjut, Ricardo menyerukan agar publik, media, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) meminta penjelasan lebih lanjut dari Penyidik Tipikor Polda Lampung dan Kejaksaan Tinggi Lampung mengenai perkembangan perkara ini. “Perkara ini sudah berlangsung lebih dari tiga tahun, dan saat ini penyidiklah yang seharusnya memberikan penjelasan lebih lanjut,” tambah Ricardo.
Dengan banyaknya pertanyaan yang belum terjawab, Ricardo berharap agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas terhadap semua pihak yang terlibat, demi tegaknya keadilan dan transparansi hukum.***