PANTAU LAMPUNG– Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, memperingatkan bahwa upaya revisi Undang-Undang Pilkada oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berpotensi membahayakan demokrasi.
Zainal menilai bahwa revisi UU Pilkada yang dilakukan dalam rapat Baleg DPR hari ini merupakan tanda bahaya serius bagi sistem demokrasi di Indonesia.
“Belakangan ini, kita sering disuguhkan masalah serius dalam bernegara. Putusan MK baru-baru ini adalah langkah kecil menuju perbaikan demokrasi. Jika ada yang mencoba melawan bahkan hal kecil ini, itu jelas merupakan ancaman terhadap kebaikan. Kita harus melawan!” tegas Zainal dalam unggahan di akun Instagramnya @zainalarifinmochtar.
Menurut Zainal, putusan MK tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah lama terjadi dalam sistem demokrasi, termasuk terhadap MK itu sendiri. Namun, usai putusan tersebut, upaya merevisi UU Pilkada dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap perbaikan tersebut.
“Jangan biarkan kepentingan politik dan tindakan anti-demokrasi meraih kemenangan. Saatnya kita nyalakan alarm dan melawan,” tambahnya.
Di sisi lain, Mantan Ketua MK Mahfud MD menekankan bahwa putusan MK mengenai ambang batas perolehan suara untuk mengusung kandidat di Pilkada harus segera diterapkan dalam Pilkada serentak 2024.
“Perlu diingat, putusan MK berlaku sejak saat diumumkan. Jadi, efektivitasnya sudah harus diterapkan dalam Pilkada tahun ini,” kata Mahfud.
Mahfud juga menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat secara hukum. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU MK, putusan MK tidak dapat diganggu gugat dan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan kewenangan tersebut, Mahfud menegaskan bahwa hasil putusan MK tidak bisa diubah, termasuk oleh upaya revisi yang mungkin dilakukan oleh Baleg DPR.