PANTAU LAMPUNG- Indonesia, dengan keberagaman suku bangsanya, memiliki 1.340 suku yang tersebar di seluruh nusantara. Salah satu yang menarik perhatian adalah suku Cia-Cia yang mendiami Pulau Buton, tepatnya di Kota Baubau, tenggara Pulau Sulawesi. Di tengah kekayaan budaya ini, terdapat keunikan yang mengejutkan: suku Cia-Cia menggunakan aksara Korea, Hangul, dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Sekitar 80.000 anggota suku Cia-Cia tinggal di Desa Karya Baru, sekitar 20 kilometer sebelah timur Kota Baubau. Yang mencolok dari kehidupan mereka adalah kemahiran menulis dalam aksara Hangul, sebuah sistem penulisan yang berasal dari Korea. Meski bukan karena pengaruh drama Korea, masyarakat Cia-Cia memang secara aktif menggunakan Hangul untuk berkomunikasi secara tertulis.
Mengapa Aksara Korea?
Bahasa Cia-Cia, bahasa lisan asli suku tersebut, tidak memiliki sistem penulisan yang resmi. Untuk melestarikan bahasa mereka, masyarakat Cia-Cia mengadopsi aksara Hangul. Aksara ini digunakan untuk menulis nama-nama jalan, halte, sekolah, dan berbagai tempat umum lainnya di Pulau Buton.
Bagaimana aksara Korea bisa sampai ke Pulau Buton? Kisah ini dimulai pada awal tahun 2000-an ketika Amirul Tamin, Walikota Baubau saat itu, berusaha melestarikan bahasa Cia-Cia yang terancam punah. Bahasa Cia-Cia tidak memiliki skrip yang memadai untuk mencatat pengucapan, dan aksara Arab sederhana sebelumnya dianggap tidak cukup untuk mencakup semua konsonan bahasa ini.
Pada tahun 2005, Profesor Korea Chun Tae-hyeon melakukan penelitian di Kepulauan Buton dan menemukan bahwa bahasa Cia-Cia memiliki kemiripan fonetik dengan bahasa Korea, sehingga cocok dengan aksara Hangul. Observasi ini menarik perhatian Institut Hunmin Jeongeum, sebuah organisasi sosial Korea yang mempromosikan penggunaan Hangul di seluruh Asia. Mereka datang ke Buton pada tahun 2008 dan memperkenalkan aksara Hangul sebagai cara untuk menulis bahasa Cia-Cia.
Dari Sekolah Hingga Pemerintah
Kerja sama antara pemerintah Kota Baubau dan Institut Hunmin Jeongeum menghasilkan materi ajar bahasa Cia-Cia dengan menggunakan aksara Hangul. Program ini mencakup pengajaran Hangul kepada siswa di semua tingkat pendidikan untuk memastikan pelestarian bahasa Cia-Cia. Saat ini, aksara bahasa Cia-Cia disajikan dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Korea.
Keunikan ini tidak hanya menyoroti kekayaan budaya Indonesia tetapi juga menunjukkan bagaimana aksara dari negara lain dapat memainkan peran penting dalam pelestarian bahasa lokal. Menarik untuk dicermati bagaimana inovasi ini mempengaruhi keberlanjutan bahasa dan budaya suku Cia-Cia di Pulau Buton.