PANTAU LAMPUNG–Kurikulum Merdeka merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Kurikulum ini hadir sebagai alternatif dari Kurikulum 2013 yang telah diterapkan sebelumnya.
Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kualitas peserta didik, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 menekankan pada pengembangan kompetensi siswa secara menyeluruh, meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Kurikulum ini juga menekankan pada pembentukan karakter siswa melalui nilai-nilai Pancasila. Beberapa ciri khas Kurikulum 2013 antara lain:
Pembelajaran diarahkan pada proses penemuan melalui mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Siswa diajak untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Penilaian tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses pembelajaran.
Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka memberikan lebih banyak fleksibilitas dan otonomi kepada satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Kurikulum ini juga lebih berfokus pada pengembangan karakter siswa dan kemampuan berpikir kritis. Beberapa ciri khas Kurikulum Merdeka antara lain:
Satuan pendidikan memiliki kebebasan yang lebih besar dalam memilih materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan penilaian.
Kurikulum Merdeka menekankan pada pengembangan karakter siswa, seperti gotong royong, integritas, dan kreativitas.
Pembelajaran dirancang agar lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar.
Kurikulum Merdeka mewajibkan pelaksanaan P5 yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam berbagai aspek, seperti berpikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif, dan berkarakter.
Implikasi bagi Siswa, Guru, dan Sekolah
Siswa akan memiliki kesempatan untuk belajar lebih aktif dan menyenangkan. Mereka juga akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi diri secara lebih optimal.
Guru akan memiliki peran yang lebih sentral dalam mendesain pembelajaran. Mereka dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Sekolah akan memiliki otonomi yang lebih besar dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik siswa dan lingkungan sekolah.*