PANTAU LAMPUNG–Konflik antara Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) dan Korea Selatan (Republik Korea) telah membentuk dinamika politik dan keamanan di Semenanjung Korea selama lebih dari tujuh dekade.
Latar Belakang Konflik
Konflik utama antara Korea Utara yang didukung oleh Tiongkok dan Uni Soviet melawan Korea Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Dimulai pada 25 Juni 1950, ketika pasukan Korea Utara menyerbu Korea Selatan, menyebabkan intervensi militer dari pasukan PBB yang dipimpin oleh AS.
Perang berakhir pada 27 Juli 1953 dengan gencatan senjata yang menghasilkan garis demarkasi, atau Zona Demiliterisasi (DMZ), di sekitar paralel 38.
Meskipun gencatan senjata tercapai, tidak ada perjanjian perdamaian resmi yang ditandatangani, yang berarti teknisnya perang masih berlangsung.
Korea Utara dan Korea Selatan berkembang dalam jalur politik, ekonomi, dan sosial yang berbeda, dengan Korea Selatan menjadi salah satu ekonomi terbesar di Asia sementara Korea Utara mengalami isolasi internasional dan sistem komunis yang keras.
Krisis-Krisis dan Insiden Berdarah
Meskipun gencatan senjata, insiden sering terjadi di sepanjang DMZ, termasuk penembakan saling menembak dan insiden kapal perang.
Contohnya adalah serangan kapal perang Korea Selatan, Cheonan, pada tahun 2010 yang menewaskan 46 awaknya, yang Korea Selatan tuduh dilakukan oleh Korea Utara meskipun Korea Utara membantah keterlibatannya.
Upaya Perdamaian
Beberapa upaya dilakukan untuk meredakan ketegangan antara kedua Korea, termasuk dialog tingkat tinggi, pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara dan Korea Selatan, serta perundingan internasional.
Salah satu momen penting adalah pertemuan puncak antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada tahun 2018, yang menghasilkan deklarasi Panmunjom untuk perdamaian dan kerjasama di Semenanjung Korea.
Pengaruh Internasional
Tiongkok, sebagai sekutu sejarah Korea Utara, memiliki pengaruh yang signifikan dalam upaya perdamaian dan stabilitas regional.
Amerika Serikat, melalui kehadiran militer di Korea Selatan dan komitmen terhadap keamanan regional, memainkan peran penting dalam upaya penyelesaian konflik.
Sanksi Internasional dan Isolasi Korea Utara
Korea Utara menghadapi sanksi ekonomi dan politik yang ketat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara lainnya sebagai respons terhadap uji coba senjata nuklir dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kedua Korea terus menghadapi tantangan besar dalam mencapai perdamaian yang berkelanjutan dan pemulihan hubungan bilateral yang stabil. Meskipun ada kemajuan dalam diplomasi, ketegangan dan ketidakpercayaan tetap tinggi di antara kedua belah pihak.
Terakhir, Korea Utara terus melakukan upaya provokasi dengan mengirimkan balon-balon berisi kotoran.
Tak hanya itu, Kim Jong Un juga meluncurkan dua rudal balistik pasca Korea Selatan menggelar latihan bersama dengan Amerika dan Jepang.***