Kelayakan hidup perihal akomodasi akses jalan mulus dan energi listrik belum merangsang kebahagiaan warga desa Way Haru, Kecamatan Bengkunat, Pesisir Barat, Sabtu, 18 Juni 2022.
Masyarakat Way Haru belum menggenggam kelayakan fasilitas negara merdeka. Perjanjian Kerjasama (PKS) yang telah dibuat Pemkab setempat bersama Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS) dirasa masyarakat kian gelap.
Berbagai alasan teknis dilontarkan perihal pembatalan Perjanjian Kerjasama yang telah dibuat sejak Agustus 2019 silam.
Setelah itu pada 6 Juli 2021, lagi dan lagi Pemkab melakukan pembahasan rencana peningkatan jalan menuju Way Haru sekaligus menyurati Dirjen Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dirjen KSDAE KLHK pun membalas surat tersebut pada 5 November 2021.
Balasan Surat dari Dirjen, perihal saran agar Bupati Pesisir Barat melakukan koordinasi dengan PT. PLN UID Lampung untuk mengajukan permohonan pembangunan jaringan listrik di wilayah TNBBS kepada KLHK.
Dirjen KSDAE KLHK juga mengingatkan Pemkab tentang peningkatan jalan Way Haru hingga Way Heni. Lebar jalan diimbau tak lebih dari 2 meter, menyesuaikan pendayagunaan jalur patroli.
Dasar rekomendasi tadi kemudian dilanjutkan Pemkab untuk mengirim surat kepada BBTNBBS pada November 2021, bertujuan agar BBTNBBS memfasilitasi pemanfaatan jalan serta pemasangan jaringan listrik menuju empat desa terisolir di kawasan tersebut.
Bahkan Pemkab Pesibar sudah dua kali berkirim surat untuk membahas persoalan yang tersebut.
Januari 2022, Pemkab Pesibar kembali berkirim surat untuk audiensi. Akan tetapi bukan dengan Dirjen KSDAE KLHK tetapi kepada PT Adhiniaga Kreasinusa (Artha Graha Peduli) selaku pemegang izin pengelola TNBBS di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC).
Pemkab mengajukan audiensi ke PT tersebut lantaran pihak KSDAE KLHK menolak dan menyerahkan permohonan Pemkab terkait pembangunan insfrastruktur kepada BBTNBBS. Alasan penolakan dari KSDAE ialah PPKM Pandemi Covid-19.
Kesejahteraan masyarakat Way Haru terus diperjuangkan pemerintah.
Februari 2022, Pemkab Pesibar kembali mengirim surat ke BBTNBBS demi membahas pembuatan Perjanjian Kerjasama (PKS) yang baru. Dan akhirnya pada Maret 2022, pembahasan PKS pun terlaksana di OR Sekretariat Daerah Pesibar.
Kesimpulan pembahasan tersebut, akhirnya Dirjen KSDAE setuju dan akan melakukan pembangunan jalan serta mewujudkan jaringan listrik di kawasan TNBBS sesuai PKS yang telah disusun berdasar ketentuan UU yang berlaku.
Pasca persetujuan dalam rapat tersebut, Bupati Agus Istiqlal menerbitkan SK perihal tim penyusun perjanjian kerjasama peningkatan jalan ruas Way Heni-Way Haru pada 4 April 2022.
Komposisi timnya merupakan aparatur gabungan dari Pemkab Pesibar bersama BBTNBBS.
Namun pada 14 April 2022, Kepala BBTNBBS atas nama Ismanto menyurati Bupati perihal lanjutan PKS, sebab pihaknya meminta Pemkab melengkapi persyaratan sesuai undang-undang yang berlaku.
Syaratnya, Pemerintah setempat wajib mengeluarkan ribuan perambah pada tiga lokasi berbeda. Padahal sebagian besar perambah yang dimaksud merupakan pendatang musiman dan belum tentu memiliki legalitas sebagai warga Kabupaten Pesibar.
BBTNBBS bahkan sudah berulangkali melakukan operasi penertiban pada wilayah tersebut dan melibatkan TNI-POLRI tapi tak kunjung berhasil.
Lalu, empat hari setelah menerima surat tersebut, Bupati Agus Istiqlal kembali menyurati dirjen KSDAE KLHK. Dia meminta waktu audiensi dan pembahasan PKS.
Selain itu, dalam surat yang tertanggal 18 April 2022 tersebut, Bupati juga melaporkan terkait pembangunan jalan patroli yang telah dilakukan pemkab namun dihentikan pihak BBTNBBS karena pemutusan PKS.
Amat disayangkan, surat Agus Istiqlal kepada dirjen KSDAE KLHK ini tak kunjung berbalas.
Akhirnya 17 Mei 2022, Bupati kembali menyurati Plt Dirjen KSDAE KLHK, meminta waktu audiensi dan pembahasan PKS terkait rencana pembangunan fasum-fasos ke Way Haru. Tapi hingga berita ini disiarkan belum juga berbalas.
76 tahun Republik Indonesia merdeka, namun masih banyak masyarakat yang tak merasakan kesetaraan kelayakan hidup.
Iman, petani berusia 47 tahun yang telah hidup puluhan tahun di Pekon Siring Gading, Bengkunat mengungkapkan sulitnya menikmati fasilitas publik yang nyaman dan aman.
“Way Haru tanah air kami. Kami sudah ratusan kali mendengar janji perbaikan fasilitas. Kami bosan,” Iman.
Sementara ini, 9000 Jiwa dari 1500 rumah yang tersebar di desa Way Haru, Way Toan, Siring Gading dan Bandar Dalom, Kecamatan Bengkunat hanya berangan-angan, menanti-nanti dan menimbang-nimbang masa cerah pemukiman mereka di tengah ragam kemerdekaan Indonesia.
Di jalan-jalan berlumpur dan kala gelap datang, mereka menerka-nerka janji kampanye penguasa negeri tentang merdeka belajar, merdeka pelayanan kesehatan, merdeka akses jalan, merdengan akomodasi listrik hingga kesetaraan fasum-fasos.
Bahkan kemerdekaan politik tanpa tekanan pemodal atau para calon pemangku kebijakan.
Khusus akses jalan, warga membutuhkan waktu kurang lebih 4 jam untuk menempuh 16 kilometer perjalanan.
Nah ini jika musim kemarau, beda ketika penghujan. Waktu tempuh bisa satu hari satu malam.
Memang ada jalur alternatif yang terbentang di antara tujuh muara dari Way Heni hingga Way Haru. Namun kerap banjir seiring pasang surut air laut.
Andai banjir maka pengendara harus menunggu. Yang parah ketika musim angin barat, kendaraan tak dapat melintas.
Akses alternatif ini merupakan jalan patroli BBTNBBS. Warga juga memanfaakan untuk perlintasan angkutan barang menggunakan gerobak sapi.
Akibat pijakan hewan, jalannya berlubang hingga menyulitkan kendaraan bermotor. Selain itu, berdampak bagi perekonomian warga setempat. Terutama ongkos angkut yang mencapai 4 ribu rupiah per kilogram. Belum jika ongkos itu dikalkulasi jarak tempuh.
Kemudian untuk penerangan, warga di sana menggunakan diesel. Nengsih berusia 43 tahun warga Way Tias mengungkapkan, pasokan solar untuk operasional diesel didapat dari luar Way Haru.
“Kami patungan dengan tetangga. Kalo sendiri-sendiri enggak sanggup. Kadang kita juga pakai turbin sederhana menggunakan tenaga air. Tapi modal pembangunannya juga mahal,” Nengsih.
Persoalan Way Haru tak sekadar insfrastruktur tapi juga pengawasan dan edukasi pihak Taman Nasional Bukit Barisan Selatan agar kawasan ini tetap terjaga dari aktifitas warga yang kurang memahami fungsi kawasan register.
Selain itu, perlu koordinasi pemerintah, TNBBS dan PT Adhiniaga Kreasinusa sebagai pemegang ijin pengelolaan resort mewah terpencil bernama Tambling Wildlife Nature Conservation di sana untuk memberi sesuatu yang bernilai bagi lingkungan dan masyarakat di sana.