SEMARANG, PL– Perkumpulan Seni Budaya Sanggar Sobokartti menaja pagelaran wayang kulit mengusung lakon : “Wahyu Tirto Moyo”. Pagelaran yang menampilkan dalang Ki Madiono diselenggarakan di Gedung Sobokartti, Jalan Dr. Cipto, Semarang, Sabtu (26/11/2022).
Helat ini digelar dalam rangka memperingati memperingati hari Wayang Nasional ( HWN) ke-4 dan hari Wayang Dunia ke -19. Sebelum pertunjukan wayang digelar tampil grup karawitan Leluri Laras Budaya dibawah binaan P T Bina Hidup Grup yang dipimpin Hermawan Mardianto dibawah komando Haji Mulyadi dan dilatih Ki RT Suradji Hadi Kusumo Projodipuro.
Dalam mengantar pertunjukan malam itu grup Leluri Laras Budaya menyajikan gending: ladrang Slamet, ladrang Santi Mulyo, lagu Gugur gunung, lagu Serayu dan mars Bina Hidup.
Ketua Sanggar Sobokartti RT Djamil Soetrisno Budoyodipuro mengatakan, Sobokartti meski pun dengan sederhana tetap ikut memperingati Hari Wayang Nasional sekaligus Hari Wayang Dunia.
“Ini sebagai bukti konsistensi Sanggar Sobokartti dalam menguri-uri dan nguripi wayang budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia,” ujar Soetrisno.
Harapannya, lanjut Soetrisno, ke depan kesenian wayang semakin bertumbuhkembang dan makin dicintai masyarakat. Untuk itu, lanjut Soetrisno, Sanggar Sobokartti terus melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitas dengan tak hanya mengembangkan Wayang Kulit tetapi juga Wayang Orang alias Wayang Wong.
“Mudah-mudahan Sanggar Sobokartti tak hanya bisa menyuguhkan pertunjukan wayang kepada masyarakat local tetapi juga bisa ikut menggaet wisatawan,” pungkas Mbah Tris panggilan karib Ketua Sanggar Sobokartti ini.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Semarang Arief Tri Laksono, SH, dalam sambutannya, mengatakan, wayang makin mendapatkan perhatian di Indonesia setelah 19 tahun lalu ditetapkan UNESCO sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Kemudian ditetapkan juga Hari Wayang Nasional setelah munculnya Kepres pada mulai Desember 2018.
“Wayang telah tumbuh dan berkembang menjadi aset budaya nasional yang memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Penetapan HWN dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap wayang Indonesia,” ujar Arief.
Sebelum menyerahkan, tokoh Wayang, kepada dalang Madiyono, Arief berpesan untuk bisa menyajikan pertunjukan wayang yang tak sekadar menjadi tontonan tetapi juga bisa men jadi tuntunan dan tatanan.
“Wayang harus diuri-uri dan dilestarikan karena mempunyai makna filosofi yang bisa diteladani. Ini harus diperkenalkan kepada generasi muda kita, agar mereka juga ikut menumbuhkembangkan wayang,” pesan Arief sembari menyerahkan wayang yang akan dimainkan.
Sementara itu, Ki RT Suradji Hadi Kusumo Projodipuro sebagai penata lakon dan iringan mengatakan, pada Ki Madiono menyajikan lakon: “Wahyu Tirto Moyo” mengisahkan tentang Begawan Bratalelana di Astinapura yang ingin mempersatukan pandawa dan Kurawa agar tidak terjadi peperangan Baratayudha.
Namun, Antasena, salah satu anak dari Pandawa tidak terima maka terjadilah keributan.
Sebenarnya Antasena dipengaruhi begawan Jati Murti yang tinggal di Amarta. Sebab, sesungguhnya, perang besar baratayudha tetap akan terjadi, karena sudah kodrat dari yang Maha Kuasa.
Akhirnya, Antasena, bertapa dan mendapat anugerah Wahyu Tirta Maya yang punya makna air ketentraman. Antasena pun bisa mewujudkan ketentraman sebelum perang barata yudha terjadi. Sebenarnya begawan BrataLlelana merupakan sesingklonya pandita Durna dan begawan Jati Murti adalah sesingklonya Prabu Krisna.
(*)