PANTAU LAMPUNG- Sidang pra peradilan terhadap Direktur Utama PT LEB, M. Hermawan Eriadi, kembali mencuri perhatian publik setelah Kejati Lampung dinilai belum mampu melengkapi berkas perkara yang menjadi dasar penetapan tersangka. Ketidaklengkapan dokumen yang dipersoalkan sejak sidang ketiga pada Selasa, 2 Desember 2025, membuat jalannya proses prapid ini penuh tanda tanya dan potensi polemik baru.
Hakim Muhammad Hibrian secara tegas meminta Kejati Lampung melengkapi seluruh berkas pada sidang keempat yang dijadwalkan berlangsung Rabu, 3 Desember 2025. Sesuai agenda resmi, sidang tersebut seharusnya digelar untuk mendengarkan keterangan ahli. Namun karena ada bagian dokumen yang tidak lengkap, majelis memutuskan untuk lebih dulu membuka sidang dengan penyerahan kelengkapan berkas sebelum beralih ke pemeriksaan saksi ahli.
Penasihat hukum M. Hermawan Eriadi, Riki Martim, menyatakan pihaknya siap bersikap tegas apabila Kejati Lampung kembali gagal memenuhi kewajiban kelengkapan berkas pada sidang berikutnya. Menurutnya, bukti-bukti yang tidak lengkap dapat berdampak serius terhadap objektivitas dan keadilan proses prapid.
“Kita ingin melihat alat bukti terkait dugaan kerugian negara. Namun berkas yang ditunjukkan tadi tidak lengkap. Ada halaman yang lompat dari 1 ke 11, lalu ke 108, 109, kemudian langsung ke 116. Ini jelas mengganggu proses pembuktian,” ujarnya usai persidangan sekitar pukul 10.45 WIB.
Riki menegaskan bahwa ketidakteraturan berkas bukan sekadar persoalan teknis, tetapi dapat memengaruhi keabsahan materi gugatan dan dasar argumentatif yang digunakan penyidik Kejati Lampung. Ia menilai, potongan-potongan bukti yang tidak berurutan berpotensi merugikan kliennya.
“Bukti itu fungsinya menguatkan dalil. Kalau buktinya terpotong atau tidak utuh, bagaimana kita bisa memahami konstruksi perkara secara jelas?” tegasnya.
Lebih jauh, Riki mengungkapkan bahwa sejak awal pemeriksaan hingga penetapan tersangka, kliennya tidak mendapatkan kejelasan mengenai materi sangkaan dan dua alat bukti permulaan yang seharusnya menjadi dasar hukum penetapan tersangka.
“Pak Hermawan ini bertanya-tanya, apa dasar dua alat bukti dan konstruksi argumentatifnya? Kenapa beliau bisa langsung ditetapkan tersangka sementara kerugian negara saja tidak jelas argumentasinya?” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Kejati Lampung, Rudi, hanya memberikan pernyataan singkat pada Senin, 1 Desember 2025. Ia menyebut bahwa penetapan tersangka didasarkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Kalau yang disangkakan itu Pasal 2 dan 3 Tipikor. Sangkaannya seperti itu,” katanya singkat.
Untuk sidang keempat pra peradilan, tim kuasa hukum Hermawan akan menghadirkan dua ahli dari Universitas Indonesia: Dian Puji Nugraha Simatupang, Ahli Keuangan Negara, serta Akhyar Salmi, Pakar Hukum Pidana. Dua ahli ini diharapkan dapat memberikan analisis mendalam terkait dugaan kerugian negara dan prosedur penetapan tersangka.
Di sisi lain, pihak Kejati Lampung belum dapat dimintai keterangan lebih lanjut karena langsung meninggalkan PN Tanjung Karang usai persidangan. Namun dalam ruang sidang, mereka menyatakan masih berkoordinasi terkait rencana menghadirkan saksi ahli.***









