PANTAU LAMPUNG- Lampung Selatan kembali diguncang kasus korupsi. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Lampung Selatan mengungkap penyimpangan dana bantuan ternak sapi di Desa Baktirasa, Kecamatan Sragi. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp277,7 juta akibat ulah Ketua Kelompok Tani Rukun Sentosa berinisial P (50) yang menjual habis 20 ekor sapi bantuan dari Kementerian Pertanian.
Kasus ini terungkap setelah aparat menerima laporan terkait dugaan penyalahgunaan bantuan sapi program pengembangan ternak ruminansia tahun 2021. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, terbukti bahwa tersangka P bukan hanya menyalahgunakan wewenangnya, melainkan juga menipu anggota kelompok tani yang seharusnya menerima manfaat.
Kasat Reskrim Polres Lampung Selatan, AKP Indik Rusmono, menegaskan bahwa P telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. “Benar, kami telah menetapkan Ketua Kelompok Tani Rukun Sentosa sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi bantuan sapi program pengembangan ternak ruminansia tahun 2021,” ujarnya saat memberikan keterangan pers di ruang Satreskrim Polres Lampung Selatan, Senin (15/9/2025).
Berdasarkan hasil penyidikan, pada Januari 2021 tersangka mengajukan proposal bantuan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Proposal itu disetujui, dan pada periode November 2021 hingga Januari 2022, kelompoknya menerima 20 ekor sapi betina indukan. Namun bukannya diserahkan kepada anggota kelompok, sapi-sapi tersebut justru dikuasai penuh oleh tersangka dan ditempatkan di kandang pribadi.
Tragisnya, pada Maret 2022, seekor sapi dipotong paksa dan dijual. Tidak berhenti di situ, antara Maret 2022 hingga Juni 2023, tersangka melepas 19 ekor sapi lainnya ke pasaran dengan total nilai mencapai Rp191 juta. Uang hasil penjualan digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk biaya rumah tangga, perawatan istrinya yang sakit, serta membeli pakan ternak lain yang tidak terkait program bantuan.
“Modus yang dilakukan tersangka yakni membuat proposal fiktif tanpa sepengetahuan anggota kelompok. Ia menyalahgunakan jabatannya sebagai ketua kelompok tani untuk menguasai seluruh bantuan,” jelas AKP Indik Rusmono.
Hasil audit keuangan menunjukkan kerugian negara mencapai Rp277,7 juta. Kerugian ini timbul bukan hanya dari nilai penjualan sapi, tetapi juga dari hilangnya potensi pengembangan program peternakan yang seharusnya memperkuat ketahanan pangan masyarakat setempat.
Untuk memperkuat bukti, penyidik menyita 68 dokumen penting yang berkaitan dengan pengajuan proposal, penetapan penerima, proses verifikasi, lelang elektronik, pendistribusian, hingga berita acara hibah. Sebanyak 57 saksi telah diperiksa, termasuk pejabat Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan, anggota kelompok tani, hingga para pembeli sapi. Selain itu, tiga ahli dari bidang peternakan dan hukum juga dihadirkan untuk memberikan keterangan mendalam.
Atas perbuatannya, P dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya tidak main-main: minimal 4 tahun penjara hingga maksimal 20 tahun penjara, serta denda miliaran rupiah.
“Penyimpangan yang dilakukan tersangka jelas melanggar ketentuan teknis Kementerian Pertanian dan menimbulkan kerugian besar bagi negara,” tegas AKP Indik.
Pada hari yang sama, Senin (15/9/2025), penyidik Satreskrim Polres Lampung Selatan resmi melimpahkan tersangka beserta berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Kalianda. Langkah ini menandai dimulainya proses persidangan yang dipastikan akan menjadi sorotan publik, mengingat kasus ini melibatkan dana bantuan langsung dari pemerintah pusat.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi di sektor pertanian yang seharusnya berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat ekonomi desa. Publik kini menunggu apakah hukuman tegas akan dijatuhkan, sebagai bentuk peringatan keras bagi siapapun yang mencoba menyelewengkan bantuan pemerintah.***