PANTAU LAMPUNG – Polemik publik kembali mencuat setelah beredarnya video seorang perempuan berpakaian mini mengibarkan bendera merah putih di sebuah tempat hiburan malam (THM). Video tersebut memicu perdebatan sengit di media sosial dan berbagai forum publik. Sebagian pihak menilai tindakan tersebut tidak pantas dan dianggap melanggar norma kesopanan, sementara sebagian lain menilai tindakan itu sebagai bentuk ekspresi cinta tanah air yang unik dan kreatif.
Di tengah sorotan publik terhadap fenomena tersebut, isu yang lebih serius justru datang dari rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah pejabat tinggi negara. Beberapa nama yang menjadi sorotan antara lain Topan Obaja Putra Ginting, orang dekat keluarga Presiden Joko Widodo; Abdul Azis, Bupati Kolaka Timur; Dirut PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady; serta Wakil Menteri Tenaga Kerja, Immanuel Ebenezer alias Noel, yang ditangkap terkait dugaan pemerasan perusahaan dalam pengurusan sertifikasi K3. Kasus-kasus ini menimbulkan kerugian besar bagi negara dan menjadi perhatian publik dibandingkan polemik pakaian mini.
Sutrisno Pangaribuan, Ketua Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sekaligus Presidium Pergerakan Rakyat Indonesia Makmur Adil (PRIMA), menegaskan bahwa perempuan berpakaian mini sama sekali bukan ancaman bagi negara. Menurutnya, isu pakaian mini telah dibesar-besarkan oleh sebagian pihak sebagai masalah moral, padahal dampaknya terhadap negara sangat kecil.
“Perempuan berpakaian mini tidak akan pernah disangkakan melakukan korupsi atau merugikan negara. Justru pejabat dengan jas mahal dan kebaya resmi yang melakukan tindakan korupsi lah yang benar-benar merampok uang rakyat,” tegas Sutrisno saat ditemui, Sabtu (23/8/2025).
Sutrisno menambahkan bahwa pakaian mini tidak bisa dijadikan tolok ukur nasionalisme, moralitas, atau kesetiaan seseorang terhadap bangsa. Ia mencontohkan atlet-atlet renang dan atletik yang kerap mengenakan pakaian mini saat mengumandangkan lagu kebangsaan di panggung internasional, namun tidak ada yang meragukan cinta mereka terhadap tanah air.
“Cinta tanah air tidak ditentukan oleh jenis pakaian yang dikenakan. Justru mereka yang melakukan korupsi dan merugikan negara lah yang merusak bangsa,” lanjutnya. Ia menekankan bahwa perbandingan ini penting agar publik tidak terjebak pada isu moral semu yang seringkali mengalihkan perhatian dari kasus-kasus nyata yang merugikan negara.
Menjelang peringatan HUT RI ke-80, Sutrisno kembali menegaskan pentingnya fokus pada tindakan yang berdampak nyata bagi bangsa. Ia mengajak masyarakat untuk menilai kontribusi setiap individu berdasarkan perbuatan nyata, bukan penampilan atau pilihan pakaian.
“Dirgahayu Republik Indonesia ke-80. Merdeka bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk bagi perempuan berpakaian mini yang mencintai Merah Putih lebih tulus daripada koruptor bersetelan jas mewah,” pungkas Sutrisno dengan tegas. Pesan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa patriotisme sejati lebih dilihat dari tindakan dan integritas, bukan dari penampilan fisik.***