PANTAU LAMPUNG– Warga RT 01–02, LK 2, Kelurahan Kedaung, Kecamatan Kemiling, merasa resah atas pembangunan pondasi perumahan misterius yang mereka sebut sebagai proyek “developer hantu”. Lokasi pembangunan berada di Jalan Wan Abdurahman, tepat di depan destinasi wisata Umbul Helau, dan hingga saat ini identitas pengembang proyek tersebut masih belum jelas.
Keresahan warga muncul karena pondasi yang tengah dibangun berpotensi mengganggu aliran air. Saluran air dari lokasi proyek mengarah langsung ke pemukiman warga, sehingga menimbulkan risiko banjir dan merendam rumah-rumah di sekitar lokasi. “Kalau airnya dialirkan ke pemukiman, jelas akan merugikan warga. Kami khawatir banjir bisa merendam rumah,” ujar seorang warga yang enggan namanya ditulis.
Kelurahan dan Kecamatan Tidak Mengetahui Proyek
Warga telah melaporkan keberadaan proyek tersebut ke pihak Kelurahan Kedaung. Namun, Kasi Kelurahan Kedaung mengaku tidak mengetahui identitas pengembang di balik proyek tersebut. “Kita sudah ketemu dengan Kasi Pemberdayaan. Nama Lurahnya Buchory, tapi mereka enggak tahu nama developernya,” jelas seorang warga.
Tidak puas dengan jawaban itu, warga kemudian mendatangi pihak kecamatan. Sekretaris Kecamatan yang ditemui warga memberikan jawaban serupa, menyatakan tidak mengetahui siapa developer maupun status perizinannya. “Kita juga sudah ketemu Sekcam, tapi juga bilang enggak tahu,” tambah warga yang memantau proyek.
Diduga Tidak Memiliki Perizinan Resmi
Warga menilai pembangunan pondasi ini ilegal karena tidak terlihat papan proyek, plang perizinan, ataupun site plan yang biasanya wajib dipasang di lokasi. Secara aturan, setiap developer harus mengantongi izin resmi sebelum memulai pembangunan, termasuk:
Izin lokasi atau KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang)
Persetujuan lingkungan (AMDAL/UKL-UPL/SPPL)
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Sertifikat Laik Operasi (SLO)
Nomor Induk Berusaha (NIB)
Selain itu, developer biasanya juga memerlukan rekomendasi RT berupa tanda tangan persetujuan warga sekitar, rekomendasi dari kelurahan untuk surat keterangan domisili usaha, serta pengantar persyaratan izin. Kecamatan sendiri berperan sebagai fasilitator sebelum dokumen perizinan diajukan ke tingkat kota. Tidak adanya dokumen ini menimbulkan dugaan bahwa pembangunan yang berlangsung saat ini tidak sesuai prosedur hukum dan berpotensi menimbulkan kerugian lingkungan.
Warga Mendesak Pemerintah Tegas
Warga berharap pemerintah kota segera menindaklanjuti proyek “developer hantu” ini. Mereka mendesak agar seluruh dokumen perizinan dan perencanaan diverifikasi secara transparan, sehingga tidak menimbulkan keresahan atau kerugian lingkungan dalam jangka panjang. “Kalau dibiarkan, jelas merugikan masyarakat. Kami minta pemerintah tegas,” ujar perwakilan warga.
Pembangunan yang berlangsung tanpa koordinasi dengan warga maupun pihak kelurahan dan kecamatan menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan lingkungan dan dampak sosial. Selain itu, risiko banjir akibat aliran air yang tidak terkontrol dapat mengancam rumah dan fasilitas umum di sekitarnya. Warga menegaskan bahwa tindakan cepat dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menghentikan pembangunan ilegal ini, mengidentifikasi pengembang, dan memastikan proyek apapun yang dilaksanakan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.***