PANTAU LAMPUNG – Suasana berbeda terasa di lahan perkebunan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) pada Minggu (17/8/2025). Di tengah hamparan tanah luas, warga dari tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha tampak sibuk menanam jagung, singkong, dan tanaman lain.
Tenda-tenda sederhana berdiri, bendera merah putih berkibar, dan teriakan semangat kemerdekaan menggema. Aksi ini bukan sekadar menanam, tetapi simbol perlawanan atas klaim tanah adat yang mereka yakini seluas 807 hektare.
“Kami ingin menunjukkan bahwa tanah ini milik adat. Kami lelah menunggu janji dan surat-surat yang tak pernah direspons,” kata Talman, tokoh masyarakat yang memimpin aksi.
Perjuangan Panjang
Konflik antara masyarakat Anak Tuha dengan PT BSA telah membara selama lebih dari satu dekade. Gugatan di pengadilan negeri, banding ke pengadilan tinggi, hingga kasasi ke Mahkamah Agung — semua berakhir dengan penolakan. Namun, kegagalan hukum tidak menyurutkan langkah warga.
Bagi mereka, tanah adalah identitas dan warisan leluhur. Karena itu, momentum peringatan kemerdekaan menjadi titik balik untuk kembali “merebut” ruang hidup mereka.
Panggilan Polisi
Aksi tanam ini tak luput dari sorotan aparat. Empat warga dipanggil kepolisian untuk memberikan keterangan sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/50/VIII/2025/SPKT/POLSEK Padang Ratu/POLRES Lampung Tengah. Hingga kini, pihak kepolisian dan perusahaan belum menyampaikan pernyataan resmi.***