PANTAU LAMPUNG- Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Distrik Kota Bandar Lampung menyuarakan tuntutan keras kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI atas dugaan kejahatan lingkungan yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung.
Pernyataan sikap tersebut diserahkan secara resmi kepada Deputi Penegakan Hukum KLHK pada Senin, 25 Mei 2025. Sebelumnya, GMBI merencanakan aksi unjuk rasa pada 14 Mei namun membatalkannya karena situasi keamanan di Jakarta yang tidak kondusif.
Ketua LSM GMBI Kota Bandar Lampung, Imausah, mengungkapkan bahwa pihaknya memilih jalur formal dengan harapan proses penegakan hukum dapat berjalan cepat dan tegas.
“TPA Bakung bukan sekadar tempat pembuangan sampah, tapi sudah menjadi sumber pencemaran besar. Air lindi beracun dibuang langsung ke sungai, menyebabkan tanah warga berubah menjadi danau limbah berbahaya,” jelas Imausah.
Data laboratorium menunjukkan air lindi dari TPA Bakung mengandung pH 9,25, total suspended solid (TSS) mencapai 205 mg/L, dan amonia 2,28 mg/L—semuanya melebihi batas aman. Kondisi ini disebut telah mengganggu ekosistem dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Tidak hanya mencemari air, sistem pengelolaan sampah dengan metode open dumping di TPA Bakung juga menyebabkan risiko kebakaran, penyebaran penyakit, dan pencemaran logam berat dari sampah industri.
Dalam pernyataan resminya, LSM GMBI menuntut:
- Investigasi menyeluruh terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pencemaran lingkungan di TPA Bakung.
- Penetapan tersangka atas kejahatan lingkungan yang terjadi.
- Penangkapan terhadap aktor lapangan maupun aktor intelektual di balik kasus ini.
GMBI juga menekankan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung harus bertanggung jawab penuh, baik secara hukum, ekologis, maupun moral. Mereka menyebut kejahatan ini melanggar UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Warga terdampak berhak atas kompensasi, termasuk relokasi, perawatan medis, dan pemulihan lingkungan,” tegas Imausah.
Ia berharap, dukungan moral dari masyarakat dapat mendorong percepatan penyelidikan dan penegakan hukum oleh KLHK terhadap salah satu kasus pencemaran lingkungan paling serius di Lampung.***